"Lo? Belum kebuka juga? Kita masih di sini?" keluh Nia.
"Mungkin ada pertanyaan besar lain." Jawab Oky.
***
Cermin mimpi itu kembali memutarkan kisah.
Tamu undangan mulai beranjak pergi. Acara pernikahan itu pun kian sepi. Aya berpamit diri sebentar masuk ke ruangan. Tak lama kemudian, Ardi menyusulnya.
"Ay! Tunggu!" Ardi menahan tangan Aya.
"Ya? Ada apa, di?"
"Aku boleh bicara?"
Ardi menengok sekitarnya. Ruangan itu memang ruangan umum, meskipun sepi.
"Ada apa, di?"
Ardi menggenggam tangan Aya. Erat. Bahkan sangat erat. Seolah tak rela dengan kecurigaannya yang kian tumbuh dan rasa sayangnya.
"Kamu menyayangiku?"
"Kamu tanya apaan sih, di."
"Aku serius." Ardi memandang wajah Aya. Ia melihat mata bulat Aya yang teduh itu.
"Tanpa kamu bertanya, kamu sudah tahu. Bukankah begitu? Bukankah aku rela jadi istrimu sudah buktinya?"
"Aku hanya ingin jawabanmu."
"Ya. Tentu. Aku menyayangimu, Ardi."
Refleks, Ardi langsung mendekapnya. Ia memeluk Aya seketika.
"di... ada apa?"