"Apa maksudnya itu, Kak? Siapa yang sakit, huh? Kenapa kakak bisa menjadi wali? Lalu, kenapa Adek bertindak berlebihan seperti tadi, huh? Memangnya siapa yang sedang sakit?" Tuan Kim Jae bertanya, penasaran.
Tuan Kim Jae sempat mendengar perbincangan Jia dengan seseorang yang berada di telepon tadi. Kebetulan tadi Jia mengeraskan losspeaker agar Jeje juga mandengar. Namun, Jia sungguh tidak menyangka jika ayah mereka juga dengar. Jia kira bahwa ayahnya masih berada di dalam ruang tamu tadi.
Jia menghela napas dalam-dalam dan pura-pura tidak terjadi apa-apa. Jia berjalan santai ke arah ayahnya. Ketika Jia sudah berada di depan ayahnya, Jia meraih lengan kekar ayahnya dan menggamit lengan itu.
"Kita bicara di dalam saja yuk, Be! Biar Jia buatin babe teh dulu, ya?" ucap Jia, mencoba merayu.
Tuan Kim Jae mengernyit, tapi dia tetap ikut dengan Jia. Dia memang curiga pada anak-anaknya, tapi dia lebih tertarik pada Jia yang akan membuatkannya teh.
***