"Aku akan kembali menemuinya besok pagi. Aku akan datang sedikit lebih awal, dan aku bisa mengantarnya ke sekolah."
Arman mengangkat alisnya, dan cahaya dingin yang tak terduga melintas di matanya yang suram. Ketika Alea melihatnya, entah kenapa dia merasa bahwa napas Arman mulai menjadi sedikit tidak nyaman, dan dia merasakan sedikit ketegangan di hatinya.
"Seberapa pagi kamu bisa datang? Apa pintu rumahku begitu mudah dibuka? Apa menurutmu pintu itu selalu disiapkan untukmu? Datang kapanpun kamu mau, dan pergi kapanpun kamu mau?" Arman berkata dengan dingin. Dia tidak tahu dari mana kemarahan itu tiba-tiba datang, dan mengambil alih semua ketenangannya.
Pada saat ini, Arman sangat dekat dengan Alea. Alea tanpa sadar mundur dua langkah, dan tubuhnya secara tidak sadar menempel di dinding dekat pintu masuk.
"Alea, kamu hanya melihat Kirana pada hari pertama. Kalau dia membuka matanya besok pagi dan tidak bisa melihat ibunya, bagaimana menurutmu suasana hatinya?"