"Melody! Melora! Bangun, kalian harus kuliah!" Melanie menarik selimut kedua anaknya yang masih terlelap dalam tidurnya.
Berkacak pinggang, Melanie menggeleng kepala heran melihat Melody Anak pertamanya yang tidur sambil memeluk Melora dengan erat. Melody itu tipe kakak penyayang adik, ia sangat suka mempunyai adik perempuan tapi tidak mau memiliki adik laki-laki.
Karena menurutnya, adik perempuan itu sangat menggemaskan!
Usia mereka berpaut beda tiga tahun. Tapi, Melody tidak lanjut kuliah melainkan ia memutuskan untuk kerja mencari pendapatan sendiri.
Dan sekedar informasi bahwa Melora telah diijinkan pulang kemarin malam karena kesehatannya telah lumayan baik. Belum sepenuhnya sembuh, sih.
"Tidak ada cara lain, salahkan kalian yang kebo." Melanie mengambil seember air dingin bersiap menyirami kedua gadis yang tidak tahu bahwa bencana akan datang menimpa mereka. Tapi?
Tak sengaja wanita yang telah mempunyai dua anak itu namun tidak mengurangi kecantikannya itu malah menginjak kulit pisang yang berada di samping kasur itu.
Pasti kalian sudah tahu apa yang akan terjadi selanjutnya bukan?
Melanie pun terpeleset dan ember yang dipeganginya langsung tercurah pada tubuhnya yang terduduk di atas lantai.
Buk!
Mendengar dentuman keras dari samping, Melody Dan Melora sontak menoleh lalu terkejut mendapati ibu mereka yang terlihat seperti orang yang habis disakiti. Eh?
"Siapa yang naruh kulit pisang disini?" ujar Melanie sedikit emosi. Padahal beberapa saat yang lalu, ia tidak melihat ada sampah itu tadi! Pasti dia dikerjai oleh salah satu anaknya. Dan ia telah mengetahui siapa itu!
"Melody, kau--" Melanie menunjuk anak sulungnya karena tahu betul kelakuannya itu. Sudah dewasa tapi berlagak seperti kekanak-kanakan.
"Ups, maaf Ma. Aku ga sengaja kok, suer!" sahut Melody terkekeh pelan. Lalu dengan konyolnya, gadis itu menarik kantong mata nya dan menjulurkan lidahnya menandakan bahwa ia sedang menggoda Ibunya.
Ya, itu salah satu hobby nya yang selalu menganggu ketenangan Melanie. Berbeda kalau dengan Melora, dia akan sangat lembut jika bersama Melora.
Seolah tidak terima diperlakukan seperti itu, Melanie mengambil ancang-ancang untuk meloncat ke atas kasur guna menghajar Melody yang ingin kembali memeluk adik tersayangnya.
"Ohh, sini Mama kasih pelajaran yang setimpal untukmu!"
"Kyaa! Ampun,"
Melora yang sedari tadi mengamati kedua manusia itu pun mengukir senyuman manis. Ternyata keluarganya seperti ini toh! Lucu.
Dia tidak menyangka bahwa sifat ibunya seperti remaja kebanyakan. Sangat harmonis!
"Aku mau mandi dulu," Melora beranjak berdiri dan berjalan mengambil handuk kemudian masuk ke bathroom.
"Dan kau sebaiknya cepat ke kamarmu! Sebentar lagi Alvaro akan kesini menjemput Melora, hush!" usir Melanie dengan mendorong punggung Melody keluar dari kamar itu.
Tak membutuhkan waktu yang lama, Melora keluar dengan menggunakan handuk setelah selesai melakukan rutinitas paginya itu. Tanpa melihat sekitar gadis itu mengambil pakaian dilemari lalu hendak membuka lilitan kain dari tubuhnya.
"Apa kau ingin memancing ku?" suara bariton tiba-tiba mengejutkannya.
Kain yang telah melorot sampai pinggangnya itu menampilkan dua buah yang terlihat kenyal dan menggoda. Jantung Melora berdetak lebih cepat dari sebelumnya karena merasa malu.
"Ke-kenapa kau bisa masuk di kamarku?" tanya Melora dengan mata tak lepas dari Alvaro yang sedang menghampirinya.
"Kau yang tidak menguncinya."
_________________
Berlari sekuat tenaga, Melora akhirnya sampai di dapur dengan keadaan selamat dengan pakaian yang sudah lengkap. Dengan hebohnya gadis itu langsung meloncat ke atas meja, lalu mencolek-colek bahu Melanie yang sedang mengolesi roti dengan selai rasa kacang.
"Ma, aku berangkat sendiri saja, ya?" pinta Melora dengan suara pelan.
Melanie yang melirik kaki gadis itu berada diatas meja langsung terkejut. Tidak biasanya gadis itu berlaku sepeti itu, padahal biasanya sikapnya kalem dan tidak heboh.
"Turun dulu!" titah Melanie. Melora langsung turun dan menatap tajam Alvaro yang berjalan dengan santai dengan satu tangan yang dimasukan disaku celananya.
"Eh, gak boleh gitu natap orang, Lora!" peringat Melanie lagi. "Dan ya, keputusan Mama tidak bisa di cancel. Kau harus tetap berangkat sama Alvaro!"
"Mama! Keselamatan Melora dalam bahaya kalau dengan dia!"
Melanie tersenyum penuh arti. "Biasa juga kalian begitu dulu, sebelum..." Melanie langsung berhenti berbicara karena hampir keceplosan mengatakan sesuatu yang hanya diketahui keluarganya dan Alvaro. Yang lain tidak.
Mengangguk paham, Alvaro menarik lengan Melora yang sibuk menyantap roti yang disediakan Melanie. "Kami berangkat dulu, Bun."
"Iya, hati-hati!"
Sedangkan Melora? Dia menggerutu sebal. Dalam mobil pun ia tetap berwaspada, jika tidak kejadian waktu dikamar akan terulang kembali.
Argh!
Mengingat kejadian itu membuat kepalanya terasa ingin meledak saking emosinya. Bagaiman tidak? Alvaro melumat bibirnya hingga ia kehabisan oksigen!
Dasar Brengsek!
"Apa? Aku hanya mengecupnya, tidak lebih ke tahap yang selanjutnya," ujarnya enteng.
What the----!
Sabar! Jikalau Melora tidak kehilangan ingatannya pasti ia tidak akan dipertemukan dengan cowok songong itu. Baru juga kenal beberapa hari udah berani melakukan hal itu, apalagi kalau sudah mulai akrab? Melora tidak dapat bayangkan apa yang akan terjadi!
_________________
"Ih dasar gadis murahan."
"Kasihan yang sudah jadi janda!"
"Calon suami udah meninggal tapi jalan sama cowok lain,"
Baru juga menginjakan kaki didepan kampus, Melora telah mendapati tatapan sinis bahkan hinaan yang tidak dimengerti olehnya.
Alvaro tersenyum simpul menanggapi ucapan-ucapan yang tidak bermoral itu. Biarkan saja, itu bukan urusannya. Tugasnya hanya menjaga, bukan? Tidak untuk membela. Haha.
Namun, entah kenapa ada rasa sesak saat melihat Melora yang tengah ditatap tajam oleh mahasiswa dan mahasiswi lainnya. Seakan tidak tega.
"Lora! Kok bareng dia sih?" tanya Ametta pada Melora tapi menatap Alvaro yang terlihat tidak peduli dengan keadaan sekitar.
"Aku terpaksa," aku Melora dengan cemberut.
Kini dapat Alvaro rasakan punggungnya terasa panas akibat tatapan tajam dari Ametta. Sejak awal Ametta merasa tidak suka dengan cowok itu!
"Melora!"
Sang pemilik nama pun menoleh saat seseorang memanggilnya dari belakang, dan menampilkan sesosok pria yang sedang berlari kearahnya dengan tatapan yang mengandung... Rindu?
Mata gadis itu terbelalak melihat siapa orang itu. Ya ampun, Melora sangat merindukan sosok itu!
"Rivan!"
Ametta dan Alvaro pun mengernyit heran, kok Rivan yang adalah notebene sahabatnya Atlas ia ingat sedangkan mereka tidak?
"Kamu ingat dia?" Melora melirik Ametta yang bertanya setelah dua sejoli itu berpelukan ala teletabis.
"Iya, dia sepupuku!"