Chereads / Mempelai Pengganti / Chapter 3 - Awal Petaka

Chapter 3 - Awal Petaka

Keluarga Cho dan Keluarga Shin bertemu dan langsung melakukan ramah tamah ke kediaman keluarga Cho di Myeongdong. Ternyata usut punya usut, kepala keluarga masing-masing adalah teman sebangku saat taman kanak-kanak. Betapa jadulnya mereka. Belakangan Tuan Shin memang lebih sering berkutat dengan segala bisnis keluarga milik istrinya yang terpusat di Jepang, jadi pengetahuan tentang keluarga Cho tidak banyak ia ketahui.

Mereka bagai cinta pertama yang dipertemukan kembali setelah berpisah puluhan tahun lamanya. Keduanya tampak akrab, bahkan sudah menyusun rencana sebanyak mungkin, dan gilanya lagi, pernikahan Hyun dengan Ara diselenggarakan bulan depan. Haerin rasanya mau tertawa saja, mereka benar-benar yakin? Baiklah.

"Kami punya seorang putra, lebih tua dari adik Hyu. Tapi sepertinya dia sibuk sekali, bahkan mungkin tidak pulang dan menginap di Apartemennya." Nyonya Cho membuka percakapan mereka di ruang keluarga. Ara sejak tadi memperhatikan Haerin dan menyapanya penuh senyum perhatian. Tapi Haerin tidak menaggapi apa pun, sikapnya acuh tak acuh saja. Seakan tidak mau dekat apalagi menjadi saudara. Anak gadis keluarga Tan itu memang begitu.

"Benarkah? Nah, Haerin punya Oppa baru dan seorang Eonnie sekarang" ibu Haerin menjawabnya dengan riang, seolah Haerin anak kelas tiga sekolah dasar yang baru dipungut dari panti asuhan hingga merasa terhibur dengan kalimatnya barusan. Mas? Mas macam apa? Pasti tidak akan sebaik Hyun.

"Haerin kuliah di mana?" tanya Ara beramah tamah.

"Kyunghee, jurusan hukum, tahun terakhir," jawabnya simpel dan membuat Ara kehilangan pertanyaan berikutnya.

"Woah, sama dengan Marcus. Dia juga kuliah di sana, hahaha." Ara tertawa nyaring. "Dua tahun yang lalu," sambungnya pelan karena tak mendapat sambutan apa-apa dari yang diajak bicara.

"Pintar sekali adik Hyun, dia akan jadi sarjana hukum." Kali ini Nyonya Cho ikut-ikutan mencoba mengambil hati anak gadis keluarga calon besannya. Tampaknya mereka tahu jika anak ini salah satu penentang pernikahan Hyun–Ara yang akan diselenggarakan dalam waktu dekat.

Haerin tersenyum singkat menanggapinya, tapi tidak berkata apa-apa.

Pertemuan malam itu berakhir dengan acara persiapan pemilihan segala property untuk pernikahan. Mulai dari butik tempat menjahit pakaian, tempat, weeding organizer, katering, undangan, make over, hingga segala tetek bengeknya. Malam itu tidak ada anak laki-laki keluarga Cho disana, ia tidak hadir hingga pertemuan keluarga selesai dilaksanakan. Entah kemana perginya pria itu.

***

Satu bulan kemudian….

Segala persiapan sudah matang, ah bukan matang lagi ini sudah over matang. Bunga-bunga dan tamu undangan hadir dan berkumpul dalam kemegahan gedung The Raum tempatnya pesta para orang bergengsi di Korea. Segala macam bunga, dari yang wangi hingga busuk tertata rapi menghias pelataran gedung sampai tempat pemberkatan. Kabarnya, Ara menggilai bunga bahkan sangat maniak pada tumbuhan itu.

Jadi jangan heran jika gedung ini nyaris seperti kebun belakang rumah dibanding tempat berlangsungnya pesta. Bagi Haerin sendiri, calon kakak iparnya sungguh melankolis, terlalu berlebihan pada pencitraan dan sedikit dramatis. Banyak sekali wartawan bisnis hingga orang-orang yang kerjanya hanya kepo-kepo saja berkeliaran di sini. Itu karena keluarga Cho terkenal sekali dan sangat mencolok di Korea. Apa-apa tentang mereka adalah perbincangan panas, seperti api unggun di perkemahan. Jadi, dengan sombongnya keluarga itu sesumbar menyebarkan berita seluas-luasnya, seolah keluarga mereka sekelas kerajaan Timur Tengah yang kaya raya.

Namun, hingga pukul sepuluh pagi dan bunga-bunga hidup yang dipajang mulai layu, mempelai wanita tidak ada. Belum hadir ke pesta ini, padahal katanya semalam mereka sudah kemari dan mempersiapkan segalanya.

"Ada apa ini? Ke mana mereka?" Nyonya Shin menunggu dengan resah setelah sebelumnya menyambut tamu didepan pintu. Bahkan, tamu undangan sudah datang semua. Dari yang diluar hingga didalam negeri.

Hyun pun sama paniknya, sepuluh menit belakangan juga keluarga Cho menghilang semua. Ayah, ibu ataupun anak laki-lakinya tidak ada. Entah kemana mereka. Hyun mulai bergelut dengan ponselnya untuk menghubungi orang itu satu per satu.

"Coba hubungi pengelola gedung atau petugas keamanan untuk mencari mereka." Tuan Shin juga mulai menampakkan wajah resahnya setelah setengah jam acara pemberkatan harus diundur.

"Di mana Haerin? Suruh dia mencari juga." Ayah Hyun memerintah lagi, meminta seseorang memanggilkan anak gadisnya karena dipikir anak itu bertubuh kecil hingga mungkin lebih gesit dari belut dalam mencari di mana calon kakak iparnya yang sedang mengajak mereka bermain petak umpet.

"Panggilkan Nona Haerin!" Titah seseorang pada orang lainnya. Lalu sesaat kemudian seorang gadis dengan gaun berwarna pink baby menghampiri ruang di mana hanya ada keluarga mempelai pria saja.

"Ada apa?" tanyanya kebingungan.

"Tidakkah kau tahu? Calon kakak iparmu mangkir dari acara pernikahannya sendiri." Hyun berkacak pinggang dengan tangan meremas-remas baju pengantin yang ia kenakan. Bahkan sudah membanting dasinya.

"Aku tidak tahu," jawab Haerin polos, hanya beberapa detik saja. Detik berikutnya, ia sudah duduk dengan santai dikursi terdekat sambil mengotak-atik ponsel. "Sudah ku bilang kan, rencana pernikahanmu itu terlalu cepat dan gila. Gadis tidak dikenal akan dipungut jadi keluarga," desisnya puas karena merasa instingnya benar soal gadis yang dikencani kakaknya dan dinikahi buru-buru itu.

"Diamlah! Sekarang kita hanya harus cari dia dan menyelamatkan muka dari para tamu!" Bentak Hyun.

No! Tapi Haerin hanya tersenyum miring dan tidak menggubris kakaknya.

BRAK!!

Pintu ruangan itu terbuka detik berikutnya, seorang pria setengah baya dan wanita (sepertinya istri orang tersebut) datang terburu-buru dengan napas terengah-engah, dan tangan mereka memegang beberapa lembar…. poster? Atau.. foto? Tidak ada yang tahu pasti.

"Ini semua kacau!" Oh ternyata Tuan Cho! Pria itu berteriak lumayan keras.

"Kacau?" Tuan Shin menanggapinya dengan wajah kebingungan.

"Kacau dan luar biasa berantakan! Putriku tidak mau menikah hari ini!" Jawabnya kemudian.

"Lalu kapan?" tanya Hyun dengan bodohnya.

"DIA TIDAK AKAN MAU MENIKAH DENGANMU! SAMPAI KAPAN PUN!" jawab Tuan Cho murka.

"Hah? Kenapa?"

"Tidak penting! Sekarang carikan seseorang untuk menggantikan mempelai wanitanya cepat! CARIKAN!"

****

Flashback

"Serius?! Pria brengsek memang!" Marcus berteriak di depan sang kakak yang sedang menangis. Wanita itu memegangi gaun pengantinnya yang robek sana-sini sambil terisak-isak.

Satu jam lalu, seorang gadis mencegat mobil pengantinnya dan membuat semua berantakan. Mulai dari tatanan rambut Ara hingga hatinya sekalian. Sementara mobil yang dibawa Marcus serta orang tuanya sudah melaju menuju gedung pernikahan. Tidak ada yang bisa mendampingi Ara duduk didalam mobilnya karena gaun pengantin yang luar biasa lebar, mengembang, sempit. Hanya supir yang menjadi teman sekaligus pengawalnya.

"Seharusnya seperti kemarin saja rencananya! Berdandan dan siap-siap di gedung. Pasti semuanya tak akan kacau seperti ini!" Ibunya ikut memberi pendapat sambil memijit pelipisnya.

"Tidak! Kalau begitu aku tidak akan tahu kebusukan pria itu! Dia punya kekasih dan dia membohongiku, aku tidak mau terjebak dalam hubungan dengan pria seperti itu sepanjang sisa umurku." Ara membalasanya penuh drama dan air mata.

"Sudah cukup!" Tuan Cho menghentikan perdebatan tidak penting itu. "Jadi, kau tidak mau menikah?"

"Tidak!" teriak Ara parau.

"Baik. Kalau begitu, Marcus gantikan Kakakmu di pemberkatan itu."

"Apa? Aku? Menikah dengan pria itu? Jangan bercanda, Ayah!"

Marcus ikut-ikutan menjadi pihak yang tersakiti sekaligus kacau saat ini. Kenapa harus dia?

"Bukan begitu, bodoh! Mereka punya anak perempuan. Ini akan jadi pernikahan kalian, kau harus selamatkan wajah ayahmu ini di hadapan semua tamu dan kolega kita yang datang. Ayo cepatlah!"

"Apa?!" Marcus terperangah. "Ini bukan drama, jangan main-main!"

"Kau harus melakukannya! Ingat yang Kakak lakukan untukmu selama ini. Kau harus bantu dia kali ini, dan menyelamatkan kehormatan keluarga kita!"

"Tidak!" teriak Marcus tak terima. "Ini bukan main-main, Bu. Aku tidak mau bermain dengan hal seperti ini," elaknya ngeri.

"Kalian akan bercerai tiga bulan ke depan, ayah janji."

"Tidak. Pernikahan bukanlah janji yang seperti itu."

"Apa pedulimu dengan janji? Martabat keluarga dan nilai saham ada ditanganmu hari ini. Silakan lakukan dan aku berikan COIN sebagai imbalannya!"

Marcus melongo, COIN? Itu adalah kerajaan raksasa milik ayahnya, yang sudah disumpah bahwa seumur hidup tak akan pernah ia berikan pada siapa pun termasuk anaknya sendiri. Lalu sekarang? Marcus bagai musafir di padang pasir dan ditawari minum kopi starbucks rasa taro dengan cream yang lembut dan topping jelly dan disajikan dingin, secara gratis bahkan diberi pabriknya sekalian. Wahai saudara-saudara, musafir mana yang akan menolak godaan ternikmat itu?

Flashback Off

***