Malam ini Reyna gelisah tak menentu, firasat oh firasat membuat sekujur tubuhnya menggigil seperti berada di tempat yang sangat dingin, tetapi belakang lehernya begitu panas.
"Apa yang terjadi?" Tanya Reyna pada dirinya sendiri mengelus-elus tangannya yang berdiri bulu kuduknya.
Memandang jam walkernya di meja kabinet sebelah tempat tidurnya menunjukan pukul 23.41 WIB.
Reyna tak bisa tidur seperti ada yang membayanginya. Ia memejamkan matanya sejenak.
Perputaran yang sama ketika Ia melihat Tante Dini di masa lalunya.
Begitu berputar, gelap tak nampak cahaya yang masuk..
Tiba-tiba...
Reyna berada di sebuah kuburan, gelap penerangannya tak begitu jelas, cahaya jalan meneranginya jauh di ujung seberang.
Langkahnya perlahan, melangkah ke depan satu demi satu dengan sangat lambat, Reyna menengok ke kanan ke kiri belakang, tak menemukan seorang pun.
Terdengarlah suara seorang wanita terisak menangis, "Tolooong, toloooong, tolooong!"
Suaranya lemas tak berdaya. Reyna mencari asal suara yang bergema hingga telingganya itu melangkah kembali kaki Reyna, menyelusuri satu persatu dari kuburan tersebut. Yang Reyna dapati hanya sebuah kuburan berjejer satu sama lain.
Matanya Ia sipitkan, mencari keberadaan suara Wanita minta tolong, tak ada yang bisa Ia lihat selain kuburan dan pohon Kamboja kuning.
Lumayan cukup jauh Reyna melangkah, tak terduga dan tak di sangka memang ada penampakan seorang Wanita sedang terborgol ke dua tangannya, kakinya pun sama ikut terborgol juga bersandar pada pohon Kamboja, di samping kuburan berdiri se sosok Pocong hitam,
"Bu sedang apa di sini?" tanya Reyna berjongkok, mencoba memegang borgolan, tetapi di tepis Reyna karna merasakan panas di borgol di tangan Wanita tersebut.
"Auuuh panas sekali!" Reyna mengibas dan meniup tangannya yang panas.
Pocong itu menatap Reyna dengan membungkukkan badannya, Reyna berteriak!"
"Tidaaaaaaaak, jangan,,jangaaaan!"
Saat itu ketukan pintu pun terdengar, Reyna terbangun dengan tubuh yang basah di penuhi keringat.
"Reyna, Reyna Kamu kenapa sayang!" terdengar suara Rendra mengetuk sangat kencang di luar pintu.
Reyna menarik nafas perlahan-lahan, mengusap wajahnya. Lalu membukakan pintu.
Rendra seketika panik bertanya pada Reyna karna teriakannya begitu mengguncang se isi rumah.
"Kamu kenapa Nak?" tanya Rendra.
"Non gak apa-apa?" Bi Inah timbal bertanya.
"Kamu mimpi buruk Rey?" tanya Dini menebak.
Sambil memegangi kedua pundak Reyna, Rendra pun mengajak Reyna masuk kamar, di dudukinya Reyna di pinggir tempat tidur kayu.
"Apa yang terjadi Nak?"
"Tidak apa-apa Ayah, Aku hanya bermimpi buruk saja," Jawab Reyna.
"Bi, ambilkan minum untuk Reyna ya!"
"Baik Tuan!" Bi Inah keluar kamar menuruni tangga mengambil segelas air, dan beberapa detik minuman telah di bawa Bi Inah.
"Minum dulu sayang."
Reyna meneguk air mineral di gelas panjang tersebut.
"Benar Kamu gak apa-apa?" tanya Rendra, mengelus rambut Reyna yang basah.
"Tidak apa-apa Ayah, Aku baik-baik saja," ucap Reyna meyakinkan Ayahnya.
"Nanti kalau Kamu ada apa-apa, bisa langsung temui Ayah di kamar ya Nak!" ucap Rendra khawatir.
"Sudah, Ayah gak usah Khawatir, semuanya makasih, Aku baik-baik saja, lebih baik kalian tidur lagi aja, ini sudah malam."
***
Ke esokan paginya Reyna menceritakan kejadian mimpi yang Ia alami semalam pada Beni. Sangat menakutkan, bahkan tak ingin Reyna bayangkan lagi.
Sambil berjalan menuju pintu masuk Pabrik,
"Bagaimana pendapatmu Ben?" tanya Reyna.
"Itu sebuah petunjuk kayanya deh Rey," jawab Beni menebak.
Reyna mengerutkan keningnya.
"Apakah Lu jelas-jelas melihat wanita itu? Siapa tau ada kaitannya dengan Pak Burhan?" ucap Beni. "Kalau gak, daripada penasaran Lu temui lagi aja Pak Burhan, kalau gue bisa bantu, gue akan bantu Rey," lanjut Beni.
"Gue gak yakin Ben!"
Beni menepuk pundak Reyna, meyakinkan bahwa semua adalah petunjuk dan takdir Reyna, agar Reyna selalu membantu orang yang sedang meminta bantuannya.
"Semua sudah kehendaknya Rey, jika memang itu membuat Lu sedikit beban ya jangan di paksa. Jika memang Lu ingin tahu, ya maka dari itu Lu harus mencari kebenarannya," ucap Beni tersenyum.
Reyna menghela nafas panjang lalu tersenyum menatap Beni.
***
Waktu terus berputar, malam ke dua yang masih sama, bertepatan dengan mimpi aneh itu muncul kembali. Membuat Reyna gelisah tak menentu.
Tak pernah Ia alami sampai sebegitu tertekannya dengan mimpi mencengangkan dalam hidupnya.
Melihat sosok Makhluk Gaib membuatnya tak tenang, tapi apalah daya yang harus Ia lakukan. Hanya mempunyai pilihan, mengabaikan tetapi begitu berat, di jalankan begitu sulit.
Di heningnya malam Reyna hanya pasrah dan berdoa agar selalu di lindungi dari marabahaya. Apapun keadaannya. Mimpi yang Ia alami semoga menjadi sebuah petunjuk agar Reyna selalu ingat kepada sang pencipta.
"Ibuuuuuuu!" Reyna berteriak mengejar Ibunya dalam mimpi.
Ibunya tersenyum menatapnya sejenak, lalu menghilang.
Reyna terbangun. Mengusap peluh yang membasahi keningnya.
"Ibuuuu!" Reyna menangis, sedih tak terbendung. Mengisahkan begitu pilu yang amat sangat menyakitkan. Rindu akan se sosok Ibu yang tak pernah Ia jumpai dalam kehidupan nyatanya.
***
Di sebuah meja makan, Reyna bersiap untuk memulai makan yang telah di hidangkan nasi goreng yang telah di buat Bi Inah.
Rendra berjalan menuju meja makan, di susul di belakang Tante Dini mengikuti Rendra.
Mereka duduk bersebelahan.
"Bagaimana keadaanmu hari ini sayang?" tanya Rendra.
"Baik Ayah," jawab Reyna mengunyah nasi goreng.
"Ayah ada meeting di Surabaya ada proyek besar yang Ayah tangani, bisa tiga hari atau empat hari Ayah berada di Surabaya. Gak apakan Reyna Ayah tinggal lagi," lanjut Rendra.
"Gak apa kok, kan ada Bi Inah di rumah, kan memang seperti itu biasanya kan Yah."
"Kan ada Tante Dini juga di rumah, bisa nemenin Kamu, biar gak sendirian ada temennya," ucap Rendra sambil mengunyah nasi goreng.
"Iya, sayang. Tante akan nemenin Kamu, kalau butuh sesuatu bisa bilang sama Tante," ucap Dini.
"Terima kasih Tante, tapi sebelum ada Tante juga Aku selalu bisa sendiri. Kan ada Bi Inah yang selalu menemani, jadi sudah terbiasa buat Aku Tante."
Dini hanya tersenyum.
Reyna meneguk air mineral di gelas lalu berpamitan pada Rendra dan Tante Dini.
***
"Gue merasa ada sesuatu gitu Ben, Gue jadi gelisah sekarang. Jadi apa yang harus Gue lakukan?" tanya Reyna, mengunyah baso di mulutnya.
"Berulang-ulang teruskan? Ok fix itu adalah sebuah petunjuk. Jangan pernah meragukan lagi Rey," ucap Beni menyeruput Air mineral di botol.
"Hari ini ketemu Pak Burhan gak?"
"Kemaren Dia ijin Ben, sekarang sih ada. Kayanya memang ada sesuatu di matanya. Tatapannya kosong kaya tak bergairah gitu Ben," ucap Reyna.
"Gue kasian sebenernya sama Pak Burhan, Gue rasa Lu harus mempertimbangkan keputusan Lu. Lu harus bantu istrinya Pak Burhan deh Rey," usul Beni.
Reyna meneguk es teh manisnya sambil memikirkan hal yang Beni katakan, sebuah pertimbangan.
Membantu orang adalah kewajiban setiap manusia kan?