Merasakan Sherly tak ada respon apa-apa, Andin menoleh dan menatap wajah Sherly yang tampak pucat. Ia berdiri, membiarkan pecahan-pecahan kaca berjejeran di lantai. "Ada apa, Sherly?"
Mata Sherly menunduk menatap foto yang masih terletak di lantai bersama pecahan kaca. Andin mengikuti arah pandangnya, karena foto itu adalah wajah Andin dan Jovita sedang tertawa, gadis itu bisa menebak apa yang menyebabkan sikap Sherly tiba-tiba berubah. Ia menatap Sherly, jantungnya bahkan berdegup sangat kencang saat membayangkan kalau Jovita itulah yang disebut-subut Om Charles. "Jangan bilang kalau Jovita itu yang menyebabkan kau melakukan aborsi, Sherly?" tanya Andin pelan. Nadanya bahkan gemetar saat mengucapkan kata-kata itu.
Sherly balas menatap Andin. "Jadi kau berteman dengannya?"
Nada Sherly yang seakan penuh emosi membuat Andin tak ingin bertindak impulsif. Ia tahu, Jovita melakukan hal ini pasti demi dirinya. Tapi karena tak ingin dirinya disalahkan oleh Sherly maupun Tommy, Andin pun segera meraih tangannya untuk digenggam. "Kuharap apa yang kupikirkan, Om Charles dan kedua orangtuamu berbeda dengan jawabanmu. Kau tidak melakukan hal itu karena hasutan dari Jovita, bukan?" Suara Andin meninggi.
Sherly terdiam. Nada Andin membuatnya merasa bersalah karena sudah terpengaruh oleh Jovita. Karena dirinya saat ini merasa terpojok akan sikap impulsifnya, Sherly pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Ia menceritakan pada Andin bagaimana saat dirinya bertemu Jovita.
Andin yang memang tidak tahu sama sekali mengenai rencana Jovita, langsung mengajak Sherly ke luar kamar. "Sebaiknya kita ke ruang tamu saja." Bertepatan di saat mereka hendak keluar, Bibi membawa pesanan Andin untuk Sherly. "Bi, kami akan makan di ruang makan saja."
"Ada apa, Non? Apa yang terjadi?" Mata Bibi mengalih ke arah pecarahan kaca yang masih berhamburan di lantai.
"Biar aku saja yang bawa makanannya. Bibi tolong bersihkan saja bekas pecahan itu," kata Andin seraya meraih nampan berisi sup sayur, bubur ayam, serta air mineral.
"Makan siangnya juga sudah siap, Non."
"Terima kasih, kalau begitu kami makan siang duluan ya, Bi. Ayo, Sherly."
Kedua wanita itu pun keluar dari kamar. Andin berjalan menuruni tangga lebih dulu, sedangkan Sherly yang masih dipenuhi rasa bersalah ikut mengekor di belakang. Sementara Bibi juga mengekor untuk mengambil peralatan yang akan dipakainya.
"Ayo, Sherly. Silahkan duduk." Andin meletakkan nampan itu di atas meja. Ia meletakkan mangkuk berisi sup dan bubur di depan Sherly. "Kau harus makan ini biar tubuhmu sehat kembali."
Sherly menarik kursi untuk mendudukkan badannya. Sekarang mereka sudah berada di ruang makan. Meja yang ukurannya sangat panjang itu sudah tersedia berbagai menu makan siang. Sherly sendiri menatap bingung. Jika dirinya sudah punya bubur dan sup, lantas siapa yang akan menghabiskan makan siang yang sebanyak itu. "Kau makan sebanyak ini?" tanya Sherly.
Andin juga menarik kursi yang ada di hadapan Sherly. Sambil mendudukkan badannya ia tertawa akibat pertanyaan Sherly. "Tidak. Biasanya kalau tidak ada kamu, aku akan meminta Bibi untuk menggabiskan makanannya. Tapi karena sudah ada kamu, jadi kau harus menemaniku untuk menghabiskan ini semua."
Sherly ternganga. Dilihatnya olahan ayam yang dibuat berbagai macam masakan. Ada ayam rica-rica, ayam goreng dan ayam bakar. Di dekatnya juga terdapat udang yang digoreng tepung, sayur capcay dan sup ayam yang sama seperti yang ada dalam mangkuknya. "Aku tidak punya hobi makan. Belum makan saja aku sudah kenyang melihatnya."
Andin tertawa. "Aku hanya bercanda," katanya sambil mengambil nasi untuknya. "Sekarang makanlah. Setelah itu kau harus menjelaskan apa yang menyebabkanmu sampai-sampai termakan bujuk rayuan Jovita. Asal kau tahu, dia itu temanku, tapi aku tidak percaya padanya." Andin sengaja melontarkan kata-kata itu belakangan agar Sherly tidak curiga bahwa ia juga sebenarnya terkait dalam masalah mereka. Toh meski Jovita tidak mengatakan hal itu padanya, tapi ia tahu kalau Jovita memang ingin sekali dirinya bisa dipersatukan lagi dengan Tommy, bak persahabatan mereka waktu masih sekolah.
Karena tak mau hanya diam saja, Sherly pun menjelaskan kenapa sampai ia mau melakuka hal itu pada Andin. Jadi sambil menyuapi makanan ke dalam mulut, Sherly menceritakan pada Andin bagaimana saat dirinya pertama kali bertemu Jovita sampai di mana wanita itu mengantarnya ke tempat bidan.
Andin terkejut, tapi karena tak ingin Sherly tahu bahwa tujuan Jovita hanya demi dia, Andin terus melontarkan beberapa pertanyaan dengan nada kesal, agar Sherly tahu bahwa; meskipun dirinya dengan Jovita bersahabat, tapi perbuatan Jovita tidak ada sangkut pautnya dengan ia. "Lalu rencanamu apa? Apa kau yakin dengan caramu melarikan diri akan menyelesaikan masalah?" tanya Andin.
Sherly terdiam dan tampak berpikir. "Aku takut Tommy akan membenciku."
"Tommy tidak akan membencimu, tapi dia akan membunuhku jika tahu kalau semua ini dilakukan oleh sahabatku," balas Andin dalam hati. Ia mengelap bibirnya dengan serbet kemudian berkata, "Aku yakin, jika kau berkata jujur pada Tommy akan hal itu, dia pasti akan memaafkanmu. Percayalah."
***
Sore pun tiba. Sherly sedang duduk di ruang tamu setelah menikmati camilan dan segelas susu yang disodorkan Andin untuknya. Ancaman Andin kalau dia akan melaporkan keberadaannya membuat Sherly terpaksa harus menurut untuk menghabiskan segelas susu putih itu juga beberapa biskuit.
Karena takut kalau-kalau ayahnya Andin akan segera pulang dan tahu keberadaannya, Sherly pun pamit masuk ke kamar lebih dulu. "Sebaiknya aku di kamar saja. Aku takut kalau ayahmu pulang dan melaporkan keberadaanku pada mereka."
Andin tersenyum sayang. "Baiklah, tapi kau tidak keberatan kan kalau aku tinggal sendiri di kamar?"
"Kau mau ke mana?"
Nada khawatir Shery membuat Andin menahan tawa. "Kau tenang saja, aku akan merahasiakan keberadaanmu sampai kau benar-benar bosan tinggal di rumah ini. Aku hanya keluar sebentar untuk membeli keperluan."
"Baiklah, tapi jangan lama-lama, ya? Aku takut sendirian."
"Atau kau mau ikut?" ledek Andin.
Sherly menggeleng cepat. "Tidak, aku di rumah saja."
Andin menahan tawa. "Ya sudah, sana naik. Kalau kau butuh sesuatu, kau tinggal panggil saja Bibi, ya? Aku pergi dulu."
Setelah Andin pergi, Sherly pun ikut berdiri dan meninggalkan ruang tamu. Ia menaiki tangga dengan pakaian yang masih sama yang dikenakannya tadi pagi. Ia ingin mandi, tapi suhu badannya yang tidak stabil membuat Sherly terpaksa mengurung niatnya kembali dan pergi ke atas ranjang sambil memikirkan masa depannya yang sudah berantakan.
Di sisi lain.
Sambil mengemudikan mobil sedannya, Andin menempelkan ponsel ke telinga untuk menghubungi Jovita. Lagi-lagi Andin harus menerima kenyataan kalau Jovita saat ini mungkin sedang menghindar. "Apa sebenarnya dia sudah tahu kalau aku akan melambraknya?" gerutu Andin. Tapi karena emosi telah menguasainya, ia terus menekan radial untuk menghubungi Jovita. Ia tidak suka saat mendengar penjelasan Sherly tentang status Jovita yang sudah janda. Hanya karena ingin menyatukan Tommy dengannya seperti dulu lagi, sahabatnya itu rela berbohong demi meyakinkan Sherly.
Saat mobil Andin sudah mendekati sebuah cafe, ponselnya kini yang tiba-tiba bergetar. Dilihatnya nama Jovita yang terpampang jelas di layar sebagai pemanggil. Tak menunggu lama lagi Andin segera menghubungkannya. "Aku pikir kau sudah mati karena tidak mengangkat teleponku dari tadi."
"Maaf, aku sedang bersama pacarku."
"Aku tidak peduli. Sekarang juga kau harus ke sini," Andin melirik nama cafe yang ada di depannya, "di Menk's Cafe and Resto. Aku tunggu sekarang juga."
"Untuk apa? Aku tidak bisa, Andin. Aku .... "
"Aku tak peduli. Jika kau masih menganggapku sahabat, sekarang juga aku tunggu kau di sini."
Tut! Tut!
Andin membelokkan mobilnya memasuki halaman Menk's Cafe and Resto. Emosi yang seakan ditahan-tahannya sejak tadi hendak meluap saat Jovita meneleponnya. Tapi tak ingin gadis curiga jika sebenarnya Andin sudah tahu semuanya, ia pun menahan amarah itu dalam diri. Andin takut kalau seandainya benar Jovita melakukan semua ini demi dirinya, itu pasti mereka akan dianggap bersengkongkol untuk menghancurkan hubungan Tommy dan Sherly, sementara dirinya sendiri tidak tahu akan rencana Jovita.
Dan yang paling ditakutinya jika seandainya Sherly buka mulut tentang siapa sebenarnya Jovita, keluarga Fabian maupun keluarga Sherly pasti akan mencari Jovita dan mengintrogasinya. Andin sangat takut kalau Jovita akan berkata jujur, bahwa alasanya melakukan itu semua demi Andin. "Ya Tuhan, apa yang harus saya lakukan?"
Continued___