"Korban pembunuhan kini kembali ditemukan. Seorang pria berusia kurang lebih 30 tahun ditemukan tewas mengenaskan. Kematian korban diduga karena kehabisan napas akibat leher yang terjerat tali tambang. Selain itu, juga ditemukan sekitar 12 luka tusuk pada bagian dada hingga perut korban. Sejauh ini, identitas korban masih belum berhasil diidentifikasi. Diharapkan kepada para warga masyarakat, untuk tidak keluar rumah pada jam diatas 10 malam." suara siaran berita terdengar dengan jelas di cafe yang terletak di tengah kota. Seluruh orang yang ada disana kompak mendengar dengan seksama.
Berita pembunuhan kini marak terdengar di ibukota. Entah siapa pelaku yang telah membunuh lebih dari 13 korban dalam dua bulan. Banyak pula berita beredar bahwa kejadian pembunuhan dua tahun silam juga dilakukan pelaku yang sama.
Seorang gadis yang duduk di sudut Cafe Cemara menghela napas panjang. Aktivitas membacanya kini telah terganggu oleh berita seorang psikopat yang masih berkeliaran di luar sana.
Gadis berseragam SMA itu mulai beranjak dari duduknya. Langkahnya mengayun keluar. Awan hitam langsung menyapa kala maniknya menatap langit yang bersiap menurunkan hujan. Mau tak mau gadis itu harus berlari untuk sampai di halte sebelum hujan datang.
Ariana Charlotte. Nama itu tertulis dengan indah di badge seragamnya. Parasnya ayu bak bidadari jika orang memandangnya. Postur tubuhnya pun cukup untuk membuat iri banyak gadis seusianya.
Kaki Ariana terus berlari dengan kencangnya. Rintik hujan pun perlahan mulai membasahi bumi dengan airnya. Ia harus sampai di rumah tanpa satu pun perubahan pada dirinya.
Kaki kecil Ariana kini sampai di halte persimpangan jalan sana. Ariana berjalan kembali untuk duduk disalah satu bangku dengan raut yang sulit untuk diartikan.
Ariana mengayun- ayunkan kaki bosan sembari menunggu datangnya bus untuk mengantarnya pulang. Dan itu tak berlangsung lama, karena tepat setelahnya bus tujuan Ariana pun sampai.
Kaki Ariana mulai berjalan santai memasuki bus dengan headset terpasang di telinga. Perjalanan pulang sangatlah membosankan. Karena ia hanya bisa memandang jalanan yang dipenuhi oleh senyuman orang- orang.
Gadis itu mulai turun dari bus di Jalan Kenanga. Kaki Ariana mengayun kembali ntuk sampai ke rumah tempat beristirahatnya.
Sepi. Kata itulah yang mampu mendeskripsikan keadaan disana saat ini. Tak ada seorang pun yang keluar dari rumahnya bahkan hanya untuk menjemur pakaian. Semua orang tengah ketakukan akan berita pembunuhan yang tengah tersebar.
Ariana kini sampai di rumah megah berlantai dua bak istananya. Banyak sekali bunga yang terpajang rapi dengan kupu- kupu disana. Halamannya pun bersih seolah disapu setiap detiknya.
"Aku pulang!" ucap Ariana ketika kakinya baru sampai ambang pintu sana. Lagi. Hanya keheningan yang menyapa. Ariana memang tinggal sendirian di rumah megahnya. Bagaimana ia bisa lupa?
Manik Ariana menatap nanar foto seorang pria paruh baya yang terpajang tinggi di ruang tamunya. Rasa rindu kian menyeruak kala ia maniknya kembali bertemu dengan sang pria tercinta.
"Ayah, aku pulang!" ucap Ariana dengan lirih. Matanya perlahan mulai basah karena jatuhnya air mata.
Hari demi hari dilewati Ariana dengan seorang diri. Tak ada siapapun yang menemani kecuali foto sang ayah yang senantiasa tersenyum dengan tulus seolah tak ada beban dalam hati. Foto yang selalu mengingatkan Ariana akan rasa bahagia yang sudah lama tak dirasakannya lagi. Dan lagi, Ariana kini sendiri.
*
Tin tin!
Suara klakson sebuah mobil sport kian memekakkan telinga. Ditengah kemacetan ibukota, lelaki itu terus memencetnya berharap mobil didepan bisa enyah dari sana.
"Woi! Cepatlah jalan!" teriak lelaki itu sembari menyembulkan kepala keluar jendela. Maniknya menatap panik sembari melirik jam tangan. Waktu telah menunjukkan waktu 7.10.
"Mati gue!" ucap lelaki itu seraya menepuk jidatnya.
"Cepet jalan, gue udah telat!" teriak lelaki itu lagi sembari terus memencet klakson mobilnya.
"Kalau mau cepet, lari saja! Tinggalin mobilmu!" jawab seorang gadis yang mengendari mobil penuh tepat didepannya. Dia adalah Ariana. Atap mobilnya terbuka hingga ia tak perlu repot- repot untuk berteriak kencang pada lelaki di belakangnya. Wajahnya teramat santai bahkan di situasi pemakan waktu ditengah kemacetan sana.
Ariana menatap lelaki itu lewat kaca mobilnya. Lelaki itu tampak diam seolah memikirkan sesuatu yang mengganjal di otak kecilnya.
Brakk!
Manik Ariana seketika membola. Suara terbantingnya pintu sontak mengagetkannya. Lelaki berseragam SMA itu berlari meninggalkan mobil lalu mulai memasuki gang sempit tak jauh dari sana. Lelaki itu benar- benar melakukan celotehan asal Ariana.
"Bodoh!" hardik Ariana saat netra tak lagi menemukan lelaki itu dalam pandangannya. Ia tak pernah menyangka kalau ia akan bertemu dengan seseorang yang dengan tak berpikirnya mau mendengarkan kata- katanya.
Membutuhkan waktu 20 menit untuk Ariana agar sampai di SMA Garuda. Mobil putih Ariana kini telah terparkir rapi disana. Ariana mengayunkan kakinya memasuki sekolah untuk sampai ke ruang kelasnya.
Namun ada sesuatu yang berhasil mengundang perhatian Ariana saat halaman baru menyambutnya. Tak jauh dari tempatnya, Ariana menatap seorang Satpol PP yang tengah memarahi seorang siswa. Siswa itu tertunduk dalam seolah menyesali perbuatannya. Ada apa disana? batin Ariana menerka- nerka.
Namun mata Ariana seketika membola saat kepala lelaki itu tengadah menatapnya.
"Si Bodoh!" ucap Ariana spontan kala maniknya bertemu dengan lelaki bodoh yang meninggalkan mobilnya.
"Jika kamu tidak ingin terlambat, kamu harus bangun pagi! Berangkat lebih pagi! Jangan malah meninggalkan mobilmu ditengah jalanan! Mobilmu adalah sumber kemacetan! Bagaimana bisa kamu memilih untuk meninggalkan mobilmu disana? Apa kau masih waras?" cerca Satpol PP itu tak habis pikir dengan ulah siswa dihadapannya. Perbuatan lelaki itu seolah menyatakan bahwa mobil bukanlah aset berharga.
"Dia!" ucap lelaki itu sembari melayangkan jari telunjuknya pada Ariana. Matanya membola seakan bersiap meluapkan emosi pada Ariana.
Sedangkan Ariana hanya menaikkan salah satu alisnya. Kenapa dia menunjuk kearahku? batin Ariana bertanya- tanya. Namun ia berusaha untuk tidak mengindahkannya. Kakinya kembali terayun meneruskan perjalanan menuju ruang kelasnya.
"Dia yang nyuruh saya buat lari ninggalin mobil di tengah jalan sana!" teriakan lelaki itu sontak menghentikan langkah Ariana. Kini ia sadar mengapa lelaki itu tadi menunjuknya. Lelaki itu ingin menyalahkan Ariana atas perbuatan konyol yang dilakukannya.
"Kenapa aku?" tanya Ariana sembari menatap lelaki itu yang tengah menahan amarahnya. Matanya memerah seakan Ariana telah melakukan kesalah besar padanya.
"Emang elo ! Lo yang udah nyuruh gue buat turun dari mobil dan lari ngejar waktu!" cerca lelaki itu berusaha melimpahkan kesalahannya pada Ariana.
"Aku akui emang aku yang udah nyuruh kamu! Tapi apa kamu sama sekali nggak punya otak sampe mau ngelakuin sesuatu tanpa berpikir lebih dahulu?" ucap Ariana membalik keadaan dengan santainya.
Lelaki itu terdiam ditempatnya. Tangannya terkepal erat seolah merutuki kebodohannya.
"Dasar Bodoh!"