Chereads / Sleepy Bookmaster / Chapter 22 - Efek Samping

Chapter 22 - Efek Samping

Malam hari sekitar pukul delapan, Fara berjalan dengan wajah lesu ke sebuah apertemen di Kembang. Dirinya yang baru saja terbangun siang tadi dikejutkan dengan banyaknya tamu menunggu di depan kamar pasiennya. Polisi, jaksa, jurnalis hingga intitusi pemerintah mengantri di depan pintu kamar, membuat pihak rumah sakit marah besar. Semua orang itu datang tentu untuk mengetahui kejadian yang dia alami ketika diculik. Fara hanya bisa tersenyum meminta maaf, karena yang ia alami hanyalah pengalamannya di dunia mimpi, memakan berbagai kue hingga puas didampingi oleh aktor-aktor barat yang tampan.

Mendengar penjelasan Fara, semua orang itu hanya bisa pergi dengan kepala tertunduk. Hanya pihak kepolisian yang masih memberikan beberapa pertanyaan sebelum beranjak pergi. Semua itu selesai ketika hari menjelang senja. Fara yang merasa beban telah hilang, memeriksa ponselnya yang telah diberikan kembali oleh pihak kepolisian. Saat dia lihat, tidak disangka terdapat sebuah pesan dari Bayu Rivertale.

Walau hanya sekejap, Fara ingat kalau dia melihat Panji di rumah Virgin Killer. Fara sungguh berterima kasih kepada Bayu yang telah menyelamatkan nyawanya. Oleh karenanya ketika dia membaca isi pesan dari Bayu yang menyuruhnya pergi ke apartemennya sebelum tengah malam, Fara langsung bergegas mengganti baju pasiennya dan mempersiapkan tasnya sebelum berjalan pergi. Pihak rumah sakit kaget dengan aksi spontan Fara, mereka mencoba untuk menghentikannya, namun Fara menghiraukan semua itu. Dengan lincah ia keluar dari rumah sakit dan pergi ke apertemen Bayu via mobil terbang.

Saat ini Fara sudah berada di depan pintu apertemen Bayu. Sebelum dia memencet bel, pintu itu tiba-tiba terbuka. Seorang lelaki dengan setelan piyama berwarna biru tua berdiri di balik pintu dengan wajahnya yang datar.

"He-ya! Bayu, mau bersiap tidur?"

"Masuk, kali ini aku butuh bantuanmu."

Fara sejenak tertegun mendengar perkataan itu. Dia tidak menyangkan kalau laki-laki di depannya meminta pertolongan. Selama ini dia berpikir kalau Bayu merupakan seorang yang sangat mandiri walau dengan segala kekurangannya. Melihat siluet Bayu yang perlahan berjalan masuk, Fara hanya bisa tersenyum lebar lalu mengikutinya.

Fara yang berada di belakang Bayu, memerhatikan tubuh laki-laki di depannya yang tidak memiliki luka sama sekali. Fara sedikit terkejut, mengingat kalau orang di depannya ini mampu mengalahkan mahluk dengan kelas platinum. Walau Fara pingsan, ia dapat melihat akibat dari pertarunngan antara Panji dan Virgin Killer di televisi, dan dari foto-foto yang ditunjukkan polisi ketika ia ditanyai sebagai saksi. Seharusnya pertarungan itu brutal, tapi… Fara kembali melihat Bayu yang bersih dan rapi, seperti orang yang tidak melakukan perkelahian sama sekali.

'Seberapa kuat orang ini yang bisa mengalahkan kelas platinum tanpa luka sama sekali?'

Setelah sampai di ruang tengah yang tidak asing lagi bagi Fara, dia langsung saja duduk walau Bayu tidak menyuruhnya. Bayu yang masih berdiri lalu melirik ke arah Fara, "Kopi atau teh?"

Fara menggelengkan kepalanya, "Air putih saja, hangat kalau bisa."

Bayu berlalu ke dapur dan membawa segelas air hangat dan segelas kopi dingin di tangannya. Ia lalu duduk dan bersila di sofa sambil meminum kopi dinginnya. Fara pun meneguk air hangat yang telah diberikan, dan wajahnya yang tampak lelah merasa hidup kembali.

"Jadi butuh bantuan apa? Oh, tapi sebelum itu, terima kasih banyak sudah menyelamatkanku. Saya tidak tahu apa jadinya kalau kamu tidak datang." Ucap Fara dengan senyum, ke dua matanya tertutup, dari ujung mata kanannya terlihat setetes air mengalir ke pipinya yang lembut.

"…"

"…" Fara melihat Bayu yang tidak berkata apa-apa, dia hanya terdiam memandanginya dengan wajah datar. Namun entah mengapa, seketika emosi yang terpendam keluar dari dirinya, sedikit demi sedikit air mata mengalir. Fara menggigit bibir bawahnya untuk menahan isak tangis. Kepalanya tertunduk, sepasang matanya terbuka lebar, dengan sekuat tenaga ia menahan tangisnya, walau tetes demi tetes tetap memabasahi pahanya. Fara kembali meneguk air hingga habis, lalu melihat ke langit dan menutup matanya dengan ke dua tangan.

Bayu mengambil gelas kosong itu dan mengisi kembali air hangat untuk Fara. Bayu kembali duduk bersila di sofa lalu memandangi gadis yang bersandar dengan tubuh gemetar dan tangan yang menutupi wajahnya berupaya menutupi suara tangis.

"Kau tahu, tidak ada salahnya untuk menangis."

"Mhm-mmm," Fara menggelengkan kepalanya, "Semenjak menjadi jurnalis, saya sudah berjanji pada diri sendiri untuk menjadi orang yang kuat dan berani. Hal semacam ini seharusnya bukanlah apa-apa, Aku tidak akan pernah lagi memperlihatkan ini pada orang lain!"

"…"

Bayu hanya bisa diam menunggu, menghabiskan kopi dinginnya. Setelah beberapa menit, Fara telah tenang kembali, walau tampak sembab tatapannya kini penuh energi, tidak lesu seperti sebelumnya. Getaran kecil dari tubuh rampingnya yang sedari tadi Bayu lihat kini telah menghilang. Bayu lalu menyimpan gelas kopinya di meja.

"Aku butuh seorang dokter."

"… huh? Apa maksudmu dengan dokter? Buat apa?"

"Mulai tengah malam nanti, aku akan tidur selama delapan hari. Aku butuh dokter untuk memeriksa kondisi tubuhku."

"De-delapan hari?! Kenapa? Bagaimana kamu tahu itu? Delapan hari! Bukankah itu sama saja dengan mati suri?!"

"Aku rasa hipersomnia lebih tepat dari pada mati suri, walaupun bukan itu alasannya. Ini adalah hasil dari efek samping setelah menggunakan kekuatanku."

"Kekuatanmu?"

Fara lalu memerhatikan tubuh Bayu yang tidak memiliki luka itu. Fara lalu merubah persepsinya tentang Bayu dalam pikirannya. Bukannya tidak ada luka, yang didapat Bayu bukanlah luka fisik, namun sesuatu yang ada di dalam dirinya. Fara merasa kalau efek samping dari kekuatan Bayu yang membuatnya tertidur lebih merepotkan dari luka yang biasanya.

'Sudah kuduga, tidak mungkin tidak ada luka dari perkelahiannya melawan kelas platinum.' Cahaya di mata Fara agak memudar.

"Kau tidak perlu merasa bersalah."

Fara melihat kedua mata yang melihatnya tanpa emosi itu. Fara hanya bisa tersenyum hangat melihat orang di depannya.

"Kenapa tidak saya bawa saja ke rumah sakit?"

"Oh! Ide yang bagus, lalu setelah mereka periksa dan mendapati tidak ada kelainan, mereka akan bertanya padamu. Dan kau akan berkata 'itu karena kekuatannya', yang nantinya mereka akan bertanya kekuatan apa dan untuk apa, yang pada akhirnya 'Ini Panji!'mungkin akan terjadi."

"…"

"Kau tahu? Ini efek samping kekuatanku sendiri, bagaimana aku mau memberitahukan itu pada publik? Para dokter itu pasti sangat penasaran kalau aku datang ke sana. Hanya hal menyebalkan yang muncul kalau aku datang ke sana."

"Ya, aku mengerti. Tapi, bagaimana aku menemukan dokter yang mau kemari? Aku bukan dari Kembang, bagaimana kalau kita menghubungi Maya?"

"Tolong jangan, kakakku adalah seorang dokter yang ditunggu oleh ribuan atau mungkin jutawan pasien. Aku tidak bisa mengambil delapan hari dari waktunya yang telah penuh itu. Oleh karenanya, aku mengandalkanmu Kak Fara!" Tegas Bayu dengan acungan jempol ke arah Fara.

Fara tidak bisa berkata apa-apa, dia hanya menghela nafas panjang. Fara merasa kalau dirinya memiliki banyak utang pada Bayu. Selama di Kembang dia merasa kalau Bayu selalu menjadi tumpuannya untuk mencari informasi. Jadi, demi membayar sedikit utangnya, bagaimana pun caranya dia akan berusaha membawa dokter kemari. Dan tentu saja, tidak lama siluet seorang perempuan dengan kaleng bir di tangannya muncul di pikirannya.

"Ah! Sepertinya saya kenal seorang dokter, tapi apa dia bisa diandalkan?" Kembali siluet seorang perempuan tertawa terbahak-bahak sambil berbaring dikelilingi kaleng-kaleng bir muncul di imajinasinya. Fara memijit-mijit keningnya, berharap siluet itu tidak seburuk seperti imajinasinya. Bayu yang di sofanya duduk diam, melihat berbagai raut wajah Fara yang terus berubah-ubah.

'Ada apa dengan dia?'

'Hm? Kenapa?'

'???'

***

Di lain tempat di Kembang, pada sebuah apertemen. Seorang wanita dengan piyama seksi yang memperlihatkan lekukan tubuhnya sedang terbaring dengan muka merah padam. Wanita itu tersenyum lebar, air liur menetes dari ujung mulutnya. Di sekitarnya terdapat puluhan kaleng bir berserakan. Suara dengkur bergema ke seluruh ruang apartemen, hanya suara televisi yang menayangkan drama telenovela menyahuti dengkurannya.

"Hehehe, Brian aku cinta kamu! Hehehe…."

Dan yaa… terkadang terdengar samar perkataannya yang berasal dari mimpi. Wanita itu dengan umurnya yang sudah sangat dewasa, bermimpi dikelilingi para pria tampan dari berbagar drama yang selalu ia tonton.

"Inilah haremku!" ucapnya, sekejap terduduk bangun, melirik sekeliling sebelum tidur kembali memeluk sekaleng bir yang telah kosong, lalu menciumnya layaknya lelaki yang ada dalam mimpinya.