Apartemen Bayu, Kota Kembang.
Hari menjelang sore, di dalam apartemen terdapat dua orang perempuan yang mengelilingi Bayu yang telah tertidur sejak tengah malam. Satu wanita sedang memeriksa detak jantung Bayu dengan stetoskopnya. Wanita tersebut merupakan seorang dokter yang pernah membantu Fara sebelumnya. Dia adalah Aarifa, kini tampil dengan busana kemeja berwarna hijau muda yang tiga kancing atasnya terbuka, memperlihatkan belahan dadanya yang penuh. Dipadu dengan celana pipa warna biru tua. Di pergelangannya terdapat sebuah jam analog kuno yang sudah jarang diproduksi pada masa sekarang.
Wajah Aarifa yang cukup cantik dengan bentuk muka lonjong, bibir merah dengan mulut yang agak lebar, serta hidungnya yang mungil, dirias dengan riasan seadanya, membuat rupanya cukup dewasa. Rambutnya yang bergelombang kini terurai sepanjang bahu dengan poni yang disisir ke kanan. Matanya yang agak sayu tampak serius melihat tubuh lelaki yang tertidur nyenyak di kasur. Setelah memeriksa detak jantungnya, Aarifa lalu membuka kedua mata Bayu dan melihat reaksinya.
Selanjutnya Aarifa lalu menekan beberapa tempat di badan Bayu dengan telunjuk kanannya. Lalu berakhir ketika dia menekan kening di antara dua alis sambil menutup ke dua matanya, seperti sedang merasaka sesuatu. Tidak lama, Aarifa membuka matanya lalu berjalan ke tempat tas kelly hitamnya yang diletakkan di meja belajar. Fara sedari tadi memerhatikan raut wajah Aarifa yang selalu tampak serius, matanya mengikuti arah dokter itu berjalan ke tasnya. Fara berpikir kalau mungkin ada sesuatu yang salah ketika Bayu tadi diperiksa, namun kenyataan mengkhianati pikirannya. Fara melihat Aarifa yang tiba-tiba tersenyum lebar lalu mengeluarkan sekaleng bir dari tas kellynya.
"…"
Aarifa dengan semangat membuka kaleng lalu meneguk bir kesayangannya.
Gluk gluk gluk
"Bwaahh! Nikmat sekali! Sayang gak dingin, HAHAHA!"
"Dokter…"
"Tenang, tenang, seperti katamu dia hanya tertidur. Tapi, efek samping artifak ya… hanya artifak kelas legendaris ke atas yang mempunyai efek samping seperti ini. Kenapa kamu tidak bawa dia ke rumah sakit? Di sana memiliki perlengkapan yang lengkap untuk menjaga kondisi tubuhnya."
"Bayu tidak ingin pergi ke rumah sakit, dia sepertinya mau meminimalisir orang yang tahu tentang efek samping kekuatannya."
"Hmm…" Aarifa lalu meminum kebali birnya hingga habis sekali teguk, "Bwah! Minimalisir? Orang ini, dia Panji, bukankah begitu?" Seringainya lalu mengambil kembali kaleng bir dari tasnya. Aarifa lalu duduk di kursi depan meja belajar, kembali meneguk birnya. Fara yang mendengar itu, seketika tertegun, raut wajanya mematung memandangi dokter mabuk di depannya dengan tatapan tidak percaya.
"Pa-pa-panji? Kata siapa dia Panji? Dia cuma o-orang biasa kok? Y-ya, o-orang biasa."
"Tenang saja, aku gak akan bilang sama siapapun, rahasia pasien harus selalu terjaga, Hahaha!"
'Tapi bukankah kau yang membocorkan kondisi Lesti padaku!'
Keringat mulai mengalir di kening dan tengkuk Fara. Dia merasa kalau dokter yang sedang menikmati bir di hadapan pasiennya ini cukup mengkhawatirkan.
"Ba-bagaimana kamu tahu?"
"Hm? Oh, kau tahu kalau kau sekarang terkenal? Kasus Lesti membuatmu cukup dibicarakan di klinik, dan waktu kau diculik, para perawat sibuk membicarakanmu. Jadi, tentu saja aku tahu kalau kau berhasil selamat, dan…" Aarifa lalu menoleh ke lelaki yang pulas tertidur, senyum kecil hadir di mukanya, "Dia menyelamatkanmu, bukan?"
Fara tidak mengiyakan dan tidak menolak pernyataan itu, ia hanya berdiri diam memandangi sepasang mata hitam Aarifa. Menimbang-nimbang, apakah dokter wanita ini dapat ia percaya.
Aarifa yang melihat Fara hanya terdiam lalu melanjutkan, "Sejak awal aku sudah tidak memercayai kalau polisilah yang berhasil membunuh Virgin Killer. Pada dini hari, mereka menyatakan gagal dalam pengejaran, namun tiba-tiba pada pagi harinya diberitakan kalau mereka berhasil membunuh Virgin Killer dan menyelamatkanmu. Cukup aneh bukan? Foto dan video dari TKP, walau sudah dihalau polisi, tentu saja ada yang bocor. Terdapat video singkat dari warga sekitar. Dan dari video itu, aku semakin yakin kalau bukan polisi yang membunuh pembunuh itu."
"Bagaimana kamu bisa yakin? Bisa saja polisi membuat berita itu sebagai umpan untuk menurunkan kewaspadaan Virgin Killer lalu membunuh orang itu secara diam-diam."
"Kau mungkin saja benar, tapi… tidak ada bekas tembakan laser di pekarangan rumah pelaku, tidak ada bekas ledakan, keadaan di sekeliling TKP ramai oleh penduduk, yang berarti polisi tidak pernah berada di sana. Kalau mereka sudah mempersiapkan seperti yang kau bilang, seharusnya mereka sudah mengevakuasi warga sekitar. Dan yang terakhir, dampak perkelahian."
"Dampak?" Fara agak bingung. Lalu dia mengingat-ingat rumah dengan tembok yang telah bolong dan runtuh. Dia merasa perkelahian itu cukup brutal.
'Cukup?'
Fara lalu sadar akan sesuatu, Virgin Killer diperkirakan mahluk kelas platinum, seharusnya perkelahian itu tidaklah sekadar cukup brutal. Lalu, Fara mengingat pertengkaran Virgin Killer dan polisi di selatan Kembang yang membuat sebagian tempat di sana hancur lebur dan terbakar. Fara lalu menoleh ke arah Bayu yang terbaring di kasur.
'Seriusan, seberapa kuat orang ini?'
"Hahaha, kau sepertinya baru sadar. Panji… orang ini bertarung dengan kelas platinum tanpa ada dampak sama sekali ke area sekitar selain rumah pelaku. Polisi tidak mungkin dapat melakukan itu."
"Tapi hal itu saja tidak cukup untuk membuktikan kalau Bayu adalah Panji."
"Ya benar, tapi di Kembang, hanya ada satu orang yang berani menantang Hakan. Aku yakin hanya orang itu yang bisa menghadapi kelas platinum tanpa kesulitan."
Fara hanya bisa menghela nafa panjang dan menyerah. Dia harap wanita di depannya ini bisa menjaga rahasia Bayu dengan baik. Aarifa yang melihat Fara telah melemaskan ke dua pundaknya kembali meminum bir dari kalengnya yang keempat. Dia agak terkejut ketika melihat kondisi Bayu, yang membuatnya langsung berpikir kalau dia adalah Panji. Orang yang cukup dicari di Nusa saat ini. Namun bagi Aarifa itu tidak penting. Dia tidak terlalu peduli tentang Panji ataupun masalah Nusa, baginya hanya pasien dan bir di tangannya yang menjadi prioritas utama.
"Kau bilang, dia akan tidur selama delapan hari?"
Fara hanya balas mengangguk. Aarifa menghabiskan kaleng bir kelimanya. Lalu bersiap untuk pulang, "Aku akan kemari setiap sore untuk memeriksa kondisinya, aku juga akan membawa beberapa infus untuk menjaga asupan tubuhnya, sekarang aku mau pulang untuk istirahat."
Fara melihat Aarifa yang mulai berjalan ke pintu, "Dok?"
"Hm?"
Fara menunjuk lima kaleng bir yang tersusun rapi seperti piramid, "Apakah sopan membuang sampah di sana?"
"Eh? Kau bisa membuangannya, kan? Kenapa aku sebagai tamu harus membuangnya sendiri? Hahaha, kau ini aneh ya?"
Fara hanya bisa diam melihat siluet wanita itu yang menjauh lalu keluar apartemen tanpa berucap salam. 'Dia… apa dia benar-benar dokter?'
***
(Virgin Killer Ternyata Bukan Manusia! Pihak kepolisian baru saja melaporkan kalau Virgin Killer ternyata bukanlah seorang manusia, hingga saat ini pihak kepolisian, para dokter dan para ahli monsterologi di Kembang masih belum dapat mengidentifikasi ras dari Virgin Killer. Diduga kalau dia merupakan ras fantasi yang langka untuk saat ini. Jenazah Virgin Killer kini direncanakan akan dikirim ke Sentral untuk ditindak lanjuti. Pihak Sentral akan mempersiapkan tokoh-tokoh elit untuk mengidentifikasi jenazah, di antaranya dokter Gerald Hackimi, dokter Maya Rivertale,…)
- Wah! Seriusan dia bukan manusia? Gimana caranya masuk ke kota?
- Damn, apa sekarang mahluk-mahluk fantasi sudah bisa masuk tembok?
- Ini mengkhawatirkan.
- Maya MY ANGEl!
- Bukannya kemarin katanya dia itu manusia serigala?
- Kayaknya setelah diperiksa mayatnya mereka baru sadar kalau dia bukan manusia serigala.
- Maya MY ANGEL!
- Saya sebagai penduduk Kembang jadi cemas, gimana kalau masih ada mahluk kayak dia? Anak- anak jadinya gak aman.
- Itulah makanya pemerintah membentuk pasukan elit untuk mengidentifikasi ras-nya. Siapa tahu dengan itu mereka bisa mencegah hal sama terjadi.
- Maya MY ANGEL!
- Yang di atas BERISIK!!!
***
Di alam bawah sadar Bayu, tepatnya di kamar pribadi Bayu di perpustakaan.
Bayu sedang membaca sambil rebahan di kasurnya. Ayu dengan senyum manis, berdiri di samping tempat tidur, siap melayani tuannya setiap waktu. Di sekeliling tubuh Ayu, melayang tujuh buku yang selalu diawasi olehnya.
"Tuan, dokter Aarifa sudah pulang."
"Hmm…"
"Tuan, dokter Aarifa mengetahui kalau anda adalah Panji."
Tangan Bayu yang sedang memegang buku agak berkutik, "Apa Fara memberitahunya?"
"Tidak tuan, dokter Aarifa tahu dengan kemampuannya sendiri. Tetapi, tenang saja tuan, dia berjanji kalau dia tidak akan membocorkannya kepada siapapun."
"Semoga saja, Fara memilihnya, jadi mungkin dia bisa diandalkan."
"…"
Merasa suasana agak aneh, Bayu melirik ke arah Ayu yang kini sedang melihat dirinya dengan tatapan ragu.
"Apa dia meragukan?" Bayu mulai cemas.
"Daripada meragukan, mungkin lebih tepatnya dia… sedikit unik?" Ujar Ayu sambil memiringkan kepalanya, agak ragu dengan perkataannya sendiri.
"Unik?"
Dengan kemampuan psikokinesis miliknya, Ayu mengirim buku 'Fara Blairheel' yang berada di sekitarnya ke depan tuannya. Bayu ambil buku yang melayang ke arahnya. Sepertinya unik-nya dokter ini harus ia baca sendiri.