Sesampai di taman, Alena memarkirkan sepedanya di samping motor besar yang sangat tak asing baginya. Ia tersenyum kecil ketika orang yang ia temui ini sudah datang lebih dulu, itu artinya dia tidak mengingkari janjinya lagi.
Ia berjalan masuk ke taman itu, ia melihat Kevan yang duduk di kursi panjang dengan dua gelas matcha latte di sampingnya. Kakinya melangkah mendekat, dan duduk di samping Kevan itu tanpa bersuara. Ia hanya ingin menguji kepekaannya.
Apakah pemuda itu peka atau tidak?
"Lama banget si, Na? Kita kan janjiannya jam—"
"Iya, maaf. Rantai sepeda aku tadi lepas, jadi aku benerin dulu," ucap Alena jujur. Kevan langsung menoleh ke arah Alena. Ia menarik tangan Alena dengan lembut dan melihat telapak tangan yang kotor itu. ia tersenyum tipis.
"Kenapa enggak telepon aku? Kan bisa aku samperin kamu."
Alena tertawa kecil. "Selama aku bisa, aku enggak akan minta tolong ke siapapun. Kak."
