Pria itu menghampiri kedua anak itu yang hampir mati kelaparan, Ia mengulurkan tangannya dengan lembut supaya tidak menakuti mereka.
"Jangan sentuh adikku!."
Salah satu dari kedua anak itu berteriak kepada si pria, ia mencoba untuk melindungi adiknya.
lalu, Seseorang memakai baju zirah berwarna putih dan bercorak emas pun menghampiri Pria itu, Dan berkata:
"Tuan jangan paksakan dirimu, Anda bisa sakit jika terus-menerus berdiri di tengah hujan seperti ini, Dan juga apa pentingnya kedua anak ini untuk anda?." Ia bertanya kepada si Pria dengan sangat sopan sepertinya ia adalah bawahan dari pria tersebut.
"Kita harus menolong mereka Mickleo. Tidak peduli apapun yang terjadi pada tubuhku, Itu tidaklah sebanding dengan nyawa mereka."
Sang bawahannya bernama Mickleo pun tersentak karena jawaban tuannya.
"Ah-- Maaf atas kelancangan saya tuanku."
Pria itu sekali lagi mencoba membujuk kedua anak itu.
"Maaf jika membuat kalian takut, Tapi aku disini hanya untuk menolong kalian...
Kalau begitu siapa nama kalian? Bisakah kalian memperkenalkan diri untukku?."
"Apa yang kau inginkan dari kami? Aku akan terus bersama adikku."
"Kau kakak yang luar biasa namun apakah engkau melihat adikmu yang kelaparan?."
"Uuhh...."
"Kak aku lapar." Suara pelan dari seorang gadis kecil yang menggigil kelaparan dan juga kedinginan.
"Aku tau bersabarlah kumohon, Kakak akan memburu beberapa hewan untuk kita nanti." Balasan dari sang kakak dengan suara terengah-engah seperti menahan tangisnya.
Pria itupun lanjut membelai rambut dari si Adik.
"Kau memiliki rambut silver yang bagus dan Mata itupun sangat indah."
Gadis kecil itu mengangkat kepalanya melihat kearah si Pria.
"Tuan apakah anda tidak takut dengan mataku?."
"Takut? Untuk apa aku takut dengan seorang Gadis kecil."
Sang kakak pun mencoba menarik tangan si Pria dari pundak adiknya.
"Kau-."
"Tunggu kak, Pria ini adalah orang baik."
"Baik? Puluhan orang datang menghampiri kita dengan cara yang sama, Tidak terkecuali orang ini pastinya juga ingin melakukan hal yang sama."
"Apa maksudnya 'Melakukan hal yang sama' Apa itu."
"Tidak usah banyak alasan, Kau pasti juga menginginkan matanya kan."
"Mata?... hmmm jadi begitu ya, Aku tau sekarang."
"Kau ternyata sama saja kan."
Sang kakak menaruh badannya didepan adiknya untuk melindungi dari si Pria.
"Aku akan menolong kalian, Tidak aku akan merawat kalian sampai Dewasa sehabis itu kalian bebas memilih hidup yang ingin kalian jalani."
"Merawat?." Si gadis menanyakan kepada si Pria.
"Ya, Aku akan merawat kalian berdua di Rumahku, Tentu saja aku juga akan memberi kalian pelajaran akademik dan lainnya."
"Jangan dia akan memperlakukan kita dengan sana seperti orang lainnya."
"Bagaimana aku meyakinkan kalian?."
Sang kakak dengan gigih mempertahankan diri dan juga adiknya dibelakangnya.
Pria itu bangkit dari duduknya, Dan berkata kepada bawahannya:
"Mickleo pinjamkan sebilah pisau paling tajam untukku."
"Uh- Baik tuan."
Bawahannya pun memberikan pisau tertajam yang ia miliki kepada sang Tuan.
"Aku takut kak."
"Jangan menangis, Aku akan menahannya dan kumohon kepada adikku kau harus lari sekuat tenaga menjauhi tempat ini."
Sang Kakak pun berdiri dengan tegak dan kokoh untuk melindungi Adiknya.
"Tekad yang bagus untuk ukuran seorang anak kecil." Si Pria berkata seperti itu dengan tatapan tajam kepada sang Kakak.
Pria itu maju menuju sang Kakak yang sedang melindungi Adiknya.
"Pegang ini."
"Uh?."
Si Pria memberikan Pisaunya kepada sang kakak, Lalu mendekatkan dirinya dan mengarahkan pisaunya kepada dirinya sendiri tepat di jantung.
"Tuan apa yang anda lakukan, Tolong jangan lakukan hal bodoh semacam itu."
"DIAMLAH MICKLEO!!!." Pria itu membentak keras bawahannya.
Si Pria kembali menatap dengan tatapan tajam yang terlihat seperti sudah siap mati.
Sang kakak pun kebingungan dengan tindakan Pria itu yang membahayakan dirinya sendiri. Sedangkan Adiknya hanya menangis sambil menutup mata.
"Cepat ambil keputusanmu bunuh aku disini sekarang juga atau mempercayaiku." Berkata seperti itu dengan tatapan tajam.
"Tapi-." Si kakak dengan cemas menanyakannya.
"Tidak usah khawatir kujamin pasukanku tidak akan membunuh kalian berdua setelah kalian membunuhku. Mickleo dengar ini dan berjanjilah. Bukan, bersumpahlah kepadaku bahwa kau tidak akan menyentuh mereka berdua setelah ini."
"Cih, Sesuai perkataan anda Tuanku." Mickleo menjawabnya dengan menahan tangisnya.
Pria itu kembali meyakinkan anak itu:
"Pegang pisau ini dengan erat jika kau tidak mempercayaiku, Kau hanya harus mendorong tanganmu. Ku jamin aku akan langsung tewas ditempat."
"Kakak." Tangis dari sang adik yang ketakutan.
"Aku..... Aku....."
Sang Kakak pun bingung apa yang harus dipercayanya.
Membunuh atau mempercayai.
"Ambil keputusanmu sekarang, Pikirkan keputusanmu dengan benar." Pria itu berkata dengan intonasi yang tegas dan tanpa rasa takut.
"Aku...."
"CEPATLAH!!!."
Anak itu mengambil keputusan yang merubah hidupnya.
Ia melepaskan pisaunya yang berarti dia mempercayai Pria itu, Semua orang lega dengan keputusannya.
"Baiklah jadi begitu keputusanmu. Sekarang aku akan."
Pria itu melempar pisau keluar jendela mengenai seekor Rusa yang langsung membuat Rusa itu mati ditempat, Pisau itu benar-benar tajam.
"Pisau itu benar-benar tajam kan."
Kedua anak itu pun terkejut dengan yang mereka saksikan karena sewajarnya sebuah pisau biasa tidak akan bisa membunuh Seekor Rusa sampai tewas ditempat, Bahkan menembus kulit Rusa dewasa saja dengan sebilah pisau itu sudah sulit.
"Kau melemparnya... hebat bahkan membunuhnya dengan cepat."
Kedua anak itu pun terheran-heran karena kejadian yang baru mereka saksikan.
"Ya karena aku bisa dibilang lumayan hebat dalam olahraga memanah dan juga pisau itu bukanlah pisau biasa, Kami bangga dengan itu."
"Bukan pisau biasa?."
"Pisau itu adalah hasil produksi dari negeri kami."
"Negerimu? bolehkah aku tau dari mana asalmu?." Pertanyaan itu berasal dari seorang gadis kecil.
"Aku berasal dari Amadeus, Apakah kalian berdua pernah mendengarnya?."
"A-Aku pernah mendengarnya tapi tidak pernah kesana..."
Pria itu berjalan kearah si Gadis kecil dan mengusap kepalanya, Sambil berkata;
"Kita akan ke Amadeus, Atau lebih tepatnya kita akan ke rumah baru kalian."
"Rumah.."
"Kak rumah."
Kedua anak itu menangis bahagia sambil berpelukan satu sama lain.
Pria itupun juga memperkenalkan namanya.
"Solomon Rutn el Muss , itulah namaku."
"Nama yang panjang."
"Hahaha, Panggil saja aku Solomon mudah kan?."
"So-Solomon, Tuan Solomon."
"Ah, Begitu kalian memanggilku baiklah. Dan nama kalian?." Solomon bertanya kepada mereka berdua dengan ramah.
Namun, Kedua anak itu hanya terdiam disaat ditanyakan hal itu.
"Nama.... Kami tidak punya."
Solomon mengelus kepala kedua anak itu. Untuk menenangkan mereka.
"Sudah, Jangan menangis lagi. Jika kalian tidak memiliki nama maka aku akan memberi kalian sebuah nama, Apakah kalian mau?."
"Gin untuk si Kakak dan Gabriel untuk si adik."
"Namaku Gabriel..."
"Aku Gin...."
"Halo Gin dan Gabriel."
Solomon pun tersenyum ramah kepada mereka berdua. kedua anak itupun menangis mensyukuri nasib mereka.