Dua Ksatria terlihat sedang berjalan di lorong-lorong kerajaan. Tempat itu sangatlah indah, Dihiasi oleh bunga-bunga dari berbagai tempat, Taman bunga itu biasanya didatangi oleh Tuan Putri.
Para Pelayan yang berpapasan dengan Ksatria menundukkan kepalanya, Yang berarti Ksatria itu merupakan sosok terhormat di Kerajaan.
Itu merupakan Armor Full Plate yang indah, Menutupi seluruh bagian tubuhnya, Bahkan bagian wajahnya tidak bisa dilihat.
"Kak, Bukannya kita harus melepaskan Armor ini?"
"—Tidak tunggu, Kita harus melaporkan pekerjaan kita dulu baru bisa beristirahat."
"Ya, Aku hanya berpikir itu tidaklah sopan. Jika kita bertemu Tuan Solomon tanpa melepaskan Armor ini."
Salah satu dari Ksatria itupun berhenti dan menoleh kesamping. Ia meletakkan kedua tangannya di bahu rekannya.
"Eh–"
"Bukan apa-apa... Hanya... ah sudahlah." Suara lelah itu menggema di dalam Armornya.
"Ah—Mungkin Kamu hanya lelah—Segeralah beristirahat setelah semua ini."
Salah satu Ksatria itu menggunakan kata 'Kamu' Seharusnya hubungan mereka sudah sangat dekat.
Langkah kaki terdengar tipis dari ujung lorong menghampiri para Ksatria.
Seorang wanita berlari kecil kearah mereka, Ia datang dengan muka bahagia, Layaknya seorang istri menyambut suaminya yang telah pulang dari perang.
"Kalian sudah pulang ya!"
Para Ksatria itu membungkuk kepada Wanita yang telah datang pada mereka.
"Ah—Kalian selalu saja menggunakan cara formal kepadaku."
Wanita itu menghela nafas untuk meringankan pikirannya.
"Tuan Putri kenapa anda berjalan keluar sendiri? Itu sangat berbahaya."
"–Aku hanya menyambut kalian..."
Wanita cantik ini merupakan Putri dari kerajaan ini, Sikapnya terlalu sederhana untuk seorang Putri kerajaan.
Rambut abu-abu itu sangatlah berkilauan jika terkena sinar matahari, Matanya mencerminkan kepribadiannya yang peduli pada sekitarnya, Tidak ada kepalsuan pada ekspresinya.
"Tuan Putri setidaknya anda harus dikawal oleh beberapa Ksatria."
Putri itu menunjukkan ekspresi sedihnya yang membuat semua orang yang melihatnya akan melindunginya.
Salah satu Ksatria itu melepas penutup kepalanya, Menunjukkan wajahnya.
"Ah ini memang melegakan—Tuan putri maaf tapi kami harus segera bertemu dengan Tuan Solomon."
"Jadi begitu ya... Ya, Aku tau kok. Apakah orang orang di negeri itu baik-baik saja?"
Si Ksatria itu mengangguk untuk mengiyakan pertanyaannya.
"Tentu saja mereka baik-baik saja, Tapi kita harus tetap waspada kepada pergerakan Gereja Barat."
"Ya. Kamu benar kita tetap harus waspada. Tapi, Bukannya kita harus mengungsikan rakyat mereka ke negeri kita bukan?"
"Kalau tentang itu kami tidak bisa berbuat apa-apa. Tapi, Kita harus tetap menunggu keputusan dari Raja."
"Perang ini kapan bisa selesai."
Si Ksatria itu menepuk bahu dari Sang Putri lalu berkata:
"Jangan cemas suatu saat pasti akan ada tiba masanya dimana semua orang. Bukan, Tapi bahkan semua ras bisa hidup berdampingan."
"Semoga saja hal itu tercapai."
"Baiklah kalau begitu Kami permisi dulu."
Setelah selesai dengan Putri kedua Ksatria itu berjalan menuju suatu ruangan yang ditutupi oleh pintu yang besar dijaga ketat oleh dua orang penjaga yang masing-masing dari mereka memegang tombak.
"Selamat datang kembali, Tuan Solomon sudah menunggu kalian berdua."
Pintu pun dibuka terlihat seorang Pria berambut sepinggang berwarna abu-abu yang sedang melihat keluar jendela.
"Kami sudah kembali Tuan — Kami telah memiliki banyak informasi yang ingin disampaikan."
"Ah, Ya — Maaf aku sedikit terkejut kalian kembali lebih cepat dari perkiraanku."
"Karena kami mendapatkan beberapa bantuan dari Gereja Suci dalam perang."
"Benarkah? Apa yang mereka pikirkan, Kurasa kita harus membalas budi kepadanya untuk beberapa waktu kedepan."
"Pihak Ougithia seharusnya yang mengurus itu semua yang mulia, Jadi secara teknis kita seharusnya tidak harus membalas budi kepada mereka."
"Tidak tidak... Bukan seperti itu, Pemimpin tertinggi dari Kerajaan Ougithia adalah teman lamaku jadi aku harus membantunya jika sedang keadaan mendesak."
Hanya dua orang saja yang dari tadi berbicara yaitu: Sang raja dan satu Ksatria wanita, Ksatria lainnya hanya diam menunggu perintah dari raja.
"Oh, Ya. maaf Gin aku tidak memperhatikanmu, Maafkan aku."
"Tidak yang mulia itu bukanlah masalah, Hanya mendampingimu saja itu sudah membuatku bahagia dan juga aku memang kurang ahli dalam hal menyampaikan informasi tidak seperti Gabriel."
Akhirnya Ksatria satunya berbicara kepada raja. Dari wajahnya terlihat ia tidak masalah jika hanya diam disamping sang raja.
"Tapi kak, Jika kamu bilang seperti itu aku jadi... merasa merendahkanmu."
"Apa maksudnya 'Merendahkah' ya begini, Secara kenyataan aku memang tidak terlalu bisa menyampaikan informasi dengan baik. Itu bukanlah masalah jangan cemas."
"Ya tapi tetap saja aku–"
"Sudah cukup kalian berdua."
Kata-kata keluar dari mulut raja cukup untuk membuat Gin dan Gabriel diam.
"Maaf atas kelancangan kami, Yang mulia."
"Haaaah. Dan kalian masih saja menggunakan kata-kata formal kepadaku bahkan pada saat hanya bertiga."
"Ah, Ya. Karena anda seorang raja sekarang Tuan Solomon."
"Ya, Aku tau itu — bahkan aku tidak merasa nyaman disaat orang-orang memanggilnya 'Yang mulia' atau semacamnya.
Oh ya Gin, Apakah kamu bisa datang ke Guild Petualangan untuk membantu mereka?"
"Ya tentu bisa tapi untuk apa?"
"—Benar kalian belum mengetahui kabar apapun ya, Jadi tiga hari lalu empat petualang diserang oleh monster — aku tidak tau seberapa berbahayanya ancaman itu tapi kurasa kamu harus membantunya untuk membunuh seekor monster."
"Saya mengerti — tapi anda tau bukan kalau hubungan antara Ksatria dan Guild petualang tidak baik."
"Aku tau, Maka dari itu aku memintamu yang melakukan hal ini, Karena aku tau White Knight sangat disegani oleh Guild petualang. Jadi tolong ya."
"Terimakasih sudah mempercayai saya yang mulia, Dengan senang hati saya akan menyelesaikan tugas yang anda berikan — kalau begitu saya pamit dulu."
Gin pun pamit dari ruangan itu disusul para penjaga yang membukakan pintu ruangan untuk mempersilahkan Gin keluar ruangan.