Chereads / Meeting In No Mand's Land / Chapter 37 - 37. Sandra

Chapter 37 - 37. Sandra

Di lantai atas, Kepala botak berteriak kesakitan dan bahunya menyemburkan darah.

Karena pistol yang ditembakkan pria itu ke arah Riko Lu dan pada saat yang kritis itu Riko Lu langsung meraih pria kepala botak itu sebagai tamengnya.

"Angkor, keadaan tidak bagus! Sekelompok orang bergegas naik dari bawah--!" Pria berpakaian abu-abu itu mendengar gerakan kaki dan buru-buru berteriak.

Ekspresi Angkor berubah ketika dia mendengar hal ini. kemudian dia melepaskan dua tembakan ke arah Riko Lu, Riko Lu langsung berguling dan bersembunyi di balik sofa untuk menghindari tembakan, karena melihat pria itu akan melarikan diri, Riko Lu mencondongkan tubuhnya sedikit ke depan, dan langsung melemparkan pisau ke arahnya——!

Melihat lemparan pisau itu, Angkor langsung mencengkeram pria berpakaian abu-abu di sampingnya untuk menjadi tamengnya, dan seketika belati tersebut melewati telinganya.

Pria berpakaian abu-abu itu merasa telinganya dingin, detik berikutnya dia melihat darah jatuh ke lantai.

"Ahhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhhh!"

Dan Riani Wen melihat pemandangan ini. Ketika pria bernama Angkor itu akan bergegas melarikan diri--!

Wajahnya berubah ketika melihat Riani Wen, dia meraih lengan Riani wen dengan kasar dan memblokirnya di depannya, dan mencodongkan pistol di kepala Riani Wen, setelah itu dia berkata dengan suara dingin: "Ikuti aku! mencoba berontak! kamu akan mati dengan satu tembakan! "

Seorang wanita lemah yang tidak memiliki kekuatan ini adalah sandera yang baik untuknya!

Pada saat ini, sekelompok orang di lantai bawah sedang bergegas naik ke atas.

Ketika Riko Lu melihat adegan ini dia bergegas keluar.

Pria itu menyandranya, dengan pistol di kepalanya, dan keduanya berjalan menaiki tangga.

Menyaksikan adegan itu, tinju Riko Lu mengepal dan bergetar.

Kemudian Angkor mencibir dengan sinis ketika dia melihat Riko Lu, dan masih mengarahkan pistol ke kepala Riani Wen: "Jika kamu tidak ingin wanita ini mati, suruh yang lain semua pergi, hanya kamu yang boleh naik!"

Pria ini, jika tidak disingkirkan hari ini, akan menjadi batu sandungan besar di masa depan!

Setelah Angkor selesai berbicara, wanita di depannya tampak sangat ketakutan. Dalam sekejap, air dari matanya menetes dan dilihat oleh Riko Lu:

Riani Wen: "... Tolong, bantu aku, jangan biarkan orang lain naik ... Aku belum ingin mati ...!"

Ketika Riani Wen menangis dan mengucapkan kata-kata "Jangan pernah ada yang datang", sepertinya dia sangat ketakutan.

Riko Lu : "..."

Pembuluh darah biru muncul dari tangan yang terkepal.

Saat ini, Sian Su, Gadro, dan yang lainnya telah sampai, Yang mereka lihat adalah bos mereka melihat ke atas dengan tatapan yang sangat serius dan berjalan sendirian, selangkah demi selangkah menaiki tangga.

Sian Su belum pernah melihat bos mereka terlihat seperti itu, bahkan ketika dia melawan penjahat yang sengit, dia belum pernah melihatnya!

Sian Su: "Bos--!"

Riko Lu: "Hentikan semuanya! Tidak ada yang boleh naik, satu pun--!"

Riko Lu berteriak dengan marah, menyebabkan semua orang di bawah berhenti.

Mereka tidak tahu apa yang terjadi di atas, tetapi melihat situasi saat ini, mereka menduga bahwa situasinya lebih buruk dari yang diperkirakan.

Tapi, siapakah yang bisa membuat bos jadi terancam di lantai atas! ?

Setelah Riko Lu berjalan naik selangkah demi selangkah, Sian Du dan Gadro masuk ke dalan ruangan untuk menangkap penjahat yang lain.

Sian Su memandangi monyet emas yang dianiaya di dalam dan mayat beruang hitam besar di dalam tas hitam besar. Matanya memerah karena marah.

Sian Su: "Tidak, aku tidak bisa melihat bos naik sendirian, itu terlalu berbahaya!"

Sian Su bergegas keluar saat selesai berbicara. Gadro adalah pria dewasa berusia 30 tahun. Dia menghentikannya dan berkata dengan tegas: "Kamu tidak boleh main-main. Karena Kapten tidak mengizinkan kita naik, kita tidak boleh naik. jangan menambah kekacauan! "

Sian Su menggertakkan giginya dengan getir, dan berjalan beberapa langkah mondar mandir, dan akhirnya membanting wajah salah satu penjahat ke tembok, menyebabkan beberapa gigi lepas!

Dan di lantai atas.

Riko Lu mengikuti mereka ke atap selangkah demi selangkah.

Di sudut-sudut atap terdapat tumpukan pot bunga bobrok, ban bekas, kaca kusen pintu, dan beberapa batang kayu.

Angkor menodongkan pistol ke kepala Riani Wen, sambil mengawasi Riko Lu dengan tatapan serius, dan perlahan melangkah mundur.

Akhirnya sampai di pembatas tatap.

Pembatas atap itu sangat pendek, hanya mencapai paha.

Riko Lu menatap mereka berdua dan berteriak dengan tajam, "Jangan pergi ke sana jika kamu tidak ingin jatuh!"

Angkor tidak menanggapi dan hanya melihat ke wajah Riani Wen, dan berkata dengan ekspresi suram: "Melihatmu begitu gugup, sepertinya aku tidak menyandra orang yang salah. Wanita ini seharusnya tidak biasa, apakah dia wanitamu !? "

Setelah pria itu selesai berkata, Riani Wen tampak lemah tak berdaya, dan berbicara dengan putus asa, "Suamiku ... apa yang harus kulakukan, tolong selamatkan aku, ada anak kita di perut ku..."

Riko Lu: "..."

Ketika pria itu mendengarnya, tubuhnya terkejut dan dia menatapnya dalam-dalam.

Tampaknya Tuhan sangat peduli padanya, biarkan dia mengambil kartu truf sebesar itu, tidak hanya wanitanya, tetapi juga anaknya.

"Ternyata dia benar-benar istrimu, tak heran kamu begitu gugup."

Angkor menatap Riani Wen yang berlinang air mata, wajahnya pucat, tubuhnya lemah.

Wajah Riko Lu sangat suram, dia tidak bisa membantah apapun, jadi dia hanya menatapnya dengan tegas: "Aku berjanji akan mengikuti apa pun yang kamu katakan, selama kamu membiarkan dia pergi!"

Angkor: "Oke! Aku sudah menunggu kata-kata itu!" Ucapnya sambil mengangkat dagu, tatapannya tertuju pada pisau militer yang tajam.

Detik berikutnya, dia berkata dengan darah dingin: "Tusuk perutmu sendiri, aku ingin kamu mati, jika tidak, orang yang mati adalah wanitamu!"

Riani Wen: "...!"

Riko Lu: "..."

Angin di atap sangat kuat, dan rambut Riani Wen agak berantakan.

Mata keduanya bertemu di udara, dan mereka saling memandang.

Setelah itu, Riko Lu menunduk, matanya tertuju pada belati, : "Oke."