Pangeran Rhysand mengantarkan kepulangan Pangeran Cladius di depan istananya. Kereta kencana yang sangat indah itu telah bertengger di depan istana Pangeran Rhysand.
Di tengah-tengah itu, Pangeran Cladius mengatakan kepada Pangeran Rhysand, "Jangan lupa pesanku kepadamu, Rhysand. Janganlah terlalu kejam kepada maidmu sendiri. Bagaimana pun, mereka adalah pelayanmu, dan juga orang yang penting di keluarga mereka."
Pangeran Rhysand hanya berdeham singkat, "Sana, pulanglah, aku tak mau Kerajaan Saffrod mencari pangerannya sampai ke sini."
Pangeran Cladius sedikit tertawa. Untungnya jarak kerajaan mereka cukup dekat, hanya berkisar satu hingga dua jam saja, sehingga Pangeran Cladius tak terlalu risau. Apalagi, dia memang sering ke kediaman Pangeran Rhysand.
Walaupun Rhysand adalah sosok yang kejam, lelaki itu juga bisa berubah sangat lembut dan pengertian. Untuk itu, Pangeran Cladius tetap senang di sampingnya, padahal banyak yang heran dengan pergaulannya itu.
"Ya sudah, aku kembali dulu." pamit Pangeran Cladius.
Tak lama kemudian, kereta kencana yang membawa Pangeran Cladius pergi meninggalkan kediaman Pangeran Rhysand.
Saat berbalik, Pangeran Rhysand mendapati Mademoiselle Edeva. Dengan sikap angkuhnya, Pangeran Rhysand mengatakan, "Ikutlah denganku, Mademoiselle Edeva."
Mereka berdua pun berjalan. Mademoiselle Edeva sedikit kebingungan, tetapi ia tak menolak perintah dari Pangeran Rhysand.
Sebenarnya, Mademoiselle Edeva ini senang apabila dapat secara intens berada di dekat Pangeran Rhysand. Malah, ia pernah bermimpi menjadi maid pribadi Pangeran Rhysand!
Dia bekerja keras, malah berada di posisi Kepala Pelayan. Impiannya itu malah jatuh ke sosok Audrey yang entah mengapa, sangat mengganggunya!
Namun saat ini, yang terpenting adalah mendengarkan titah Pangeran Rhysand, pasalnya, tatanan di rumah ini bisa berubah-ubah.
Tak berapa lama kemudian, mereka berdua telah ada di kamar Pangeran Rhysand. Pangeran Rhysand duduk di kursi, sementara Mademoiselle Edeva berdiri.
"Aku ingin kamu menjadi pelayanku beberapa waktu ini." pinta Pangeran Rhysand, cukup datar.
Namun, itu menciptakan getaran luar biasa di jiwa Mademoiselle Edeva! Bagaimana tidak, karena baru saja, ia bermimpi menjadi maid pribadi Pangeran Rhyand!
Akan tetapi, Mademoiselle Edeva tak langsung mengiyakan, ia merekayasa tak tahu, "Bagaimana mungkin? Apakah aku pantas berada di sisi Pangeran Rhysand?"
"Kamu tahu sendiri kondisi Audrey saat ini. Tak mungkin aku memerintahkannya untuk menjagaku beberapa waktu ke depan." jelas Pangeran Rhysand.
Sontak, mata Mademoiselle Edeva membeliak. "Maksudnya? Bukankah setelah ini, Audrey bisa masuk ke dalam pengasingan atau pun penghukuman lainnya? Dia telah menyalahi aturan kerajaan, membuat Pangeran berada di kondisi tak aman!"
Pangeran Rhysand menarik napas dalam. Semestinya begitu, ia bisa memulangkan Audrey, atau segala hal yang biasa dia lakukan.
"Aku sudah mencambuknya, itu lebih dari cukup untuk menghukumnya." tandas Pangeran Rhysand tegas.
Meski begitu, Mademoiselle Edeva tetap tak percaya, "Pangeran! Ini tidak seperti pangeran yang biasanya. Pangeran yakin tidak menghukumnya seperti biasa?"
Mademoiselle Edeva amatlah memahami karakteristik Pangeran Rhysand. Ketika dia menjatuhkan cambuk, maka orang itu akan berada dalam pengasingan.
Meskipun Pangeran Rhysand jarang mencambuk seseorang dengan tangannya sendiri, bahkan dapat dihitung jari. Baru kali ini, dia menghukum sendiri.
Bagi Mademoiselle Edeva, itu sangat tak adil, karena Audrey terbebas dari pengasingan!
"Pangeran Rhysand.. bagaimana jika ada beberapa selentingan kabar yang datang kalau Pangeran Rhysand tak adil?" tanya Mademoiselle Edeva hati-hati.
Pangeran Rhysand menyeringai, "Tak adil? Memangnya, kalau aku mengusirnya dari sini, ada yang bisa menggantikannya? Siapa pun mulut yang mengatakan itu, akan kuseret dia, dan kujadikan dia salah satu pesuruh kandang hewan di istana!"
Sekejap mata, Mademoiselle Edeva mengatupkan bibirnya. Salah bicara, bisa tamat riwayatnya.
Setelah pertemuan itu, Mademoiselle Edeva menggantikan posisi Audrey menjadi pelayan Pangeran Rhysand.
Sementara itu, Audrey baru saja terbangun dari kondisi pingsannya saat senja. Punggungnya terasa nyeri, lengket akibat darah yang mengering, dan juga perih tak tertahankan.
Audrey melirik ke samping, Miss. Adaline membereskan baskom yang baru saja dipakai. Saat kembali, Miss. Adaline cukup terkejut karena Audrey sudah bangun. "Kamu sudah bangun?"
Dengan susah payah, Audrey mencoba duduk.
"Hati-hati!" seru Miss Adaline membantu Audrey duduk. Ia meringis, nyeri itu menjalar teramat kuat.
"Beberapa hari ke depan, kamu diperbolehkan untuk istirahat oleh Pangeran Rhysand." kata Miss. Adaline.
"Benarkah?" tanya Audrey, serasa mimpi, yang tak mungkin! Karena mestinya, para maid tak mendapatkan jatah libur! Namun, ia mendapatkannya?
Miss. Adaline menghembuskan napasnya, "Iya, kamu diperbolehkan libur, menunggu lukamu itu sembuh."
Rasanya, luka di punggungnya itu tak terasa lagi! Membayangkan, kalau dia bisa berlibur, pulang, beberapa hari ke depan sangat menyenangkan!
Audrey hendak berdiri, dan tentu saja ditahan oleh Miss Adaline, "Kamu mau ke mana?!"
"Bukankah aku boleh libur?" sahut Audrey kebingungan.
"Iya, kamu libur." timpal Miss Adaline.
"Ya sudah, Miss Adaline, aku mau bersiap dan pulang …"
Audrey sudah tidak tahan dan pengap berada di kediaman Pangeran Rhysand secara terus menerus! Padahal rasanya belum ada sebulan, tapi seperti sudah terpenjara seabad!
'Ini karena si Bayi Besar itu amat merepotkan dan juga kejam, jadi waktu berjalan lebih lama dari seharusnya!'
Tatkala Audrey tertatih-tatih hendak mengambil tasnya, Miss Adaline segera merebut tasnya. "Audrey! Libur bukan berarti pulang!"
Audrey tersentak, otaknya serasa korslet, tak bisa berpikir dengan baik, "Eh? Kamu maksudnya?"
"Kamu tetap berada di istana ini, bahkan liburanmu bisa saja bukan liburan, sebab akan menjadi neraka baru untukmu." Miss Adaline memperingatkan.
"Neraka?" Audrey ternganga. Ba-bagaimana mungkin, liburan yang mestinya menyenangkan, dan penuh kebebasan, berubah menjadi sebuah neraka? Ada apa sebenarnya?
Saat hendak menanyakan lebih lanjut, Miss Adaline bergeming, tak mau membeberkan apa pun. Miss Adaline justru memberikan makanan dan minuman kepadanya, serta obat pereda nyeri.
"Ini semua untukmu. Setelah ini, aku mau kembali ke dapur, sebelum mereka memprotesku terlalu lama merawatmu." katanya cepat, dan meninggalkan Audrey begitu saja yang bertanya-tanya.
Audrey menatap obat itu dengan hening, tak tahu petaka apa yang menantinya besok.
***
Basement Kamar Para Pelayan, saat pagi mulai datang, para maid mulai sibuk dengan urusannya masing-masing. Mulai dari mandi, membereskan tempat tidur, atau pun mempersiapkan segala perlengkapan mereka.
Hiruk pikuk dan derap langkah kaki mereka membangunkan Audrey. Audrey masih tertidur dengan telungkup, supaya lukanya tak tergores dan tertindih.
Ia melihat sampingnya, maid lainnya sibuk bolak-balik. Lamat-lamat, dia tersenyum, 'Ah senangnya, aku tidak tergabung dengan mereka…'
Audrey sedikit mengulet, dan mengambil tempat nyaman di kasurnya. Ia kembali menutup matanya, hendak memasuki alam mimpi yang lain. Mungkin saja, ia bisa bertemu dengan pangeran kuda putih …
Betapa menyenangkannya …
Namun tiba-tiba, terdapat sebuah suara yang amat melengking.
"HEI PEMALAS! Kamu pikir, hari ini kamu libur?!"
****