Jane berjalan menuju kamar mandi hal pertama yang akan ia lakukan sesuai dengan kertas yang bibi berikan adalah menyiapkan air hangat untuk Denzel mandi. Dan saat bersamaan Denzel terbangun karena ingin buang air kecil. Saat membuka pintu kamar mandi keduanya pun menjerit secara bersamaan.
"Aaaaaaaa."
"Apa yang kau lakukan disini?" tanya Denzel sambil berkacak pinggang saat melihat Jane berada dalam kamar mandinya.
"Untuk apalagi tentu saja untuk bekerja." Denzel teringat akan kesepakatan mereka kemarin siang. Terdengar bunyi sesuatu yang keluar dari salah satu bagian tubuh Denzel seketika ruangan tercium bau yang tidak sedap. Jane mengendus bau itu dan berucap " Kau sungguh jorok." kemudian wanita itu keluar dari kamar mandi Denzel tersenyum menyadari apa yang terjadi bukanlah suatu kesengajaan. Itu hanya reaksi alami yang perutnya rasa sangat mulas pagi itu.
Jane berlalu melewati Denzel keluar dari kamar mandi. Di kamar Denzel, Jane mengamati setiap sudut yang berada di ruangan itu. Kamar yang cukup luas untuk seorang diri. Ia duduk di tepi ranjang milik Denzel membaca kembali tugas yang harus ia lakukan. Jane mencari letak almari Denzel untuk mempersiapkan pakaian yang akan lelaki itu gunakan hari ini.
Membuka tempat penyimpanan baju yang besar dan dilengkapi dengan cermin. Jane melihat begitu rapi jas tersusun dan tergantung disana beserta kemeja. Namun warna gelap lebih mendominasi pakaian Denzel. Jane mengambil sebuah jas,kemeja warna terang yang ia lihat diujung lemari beserta dasi yang senada dengan kemeja yang ia pilih.
"Sepertinya ada yang kurang." Jane mengamati barang-barang yang baru saja ia ambil.
"Astaga, apa harus aku juga yang mengambil." gumam Jane dalam hati.
"Baiklah kamu pasti bisa Jane." wanita itu menyemangati dirinya sendiri.
Kembali Jane berjalan menuju almari mencari benda keramat laki-laki yang belum pernah ia sentuh seumur hidupnya. Jane memejamkan matanya saat melihat dan hendak mengambil pakaian dalam Denzel. "Ini pertama kali aku memegang benda ini sungguh menodai tanganku yang masih suci." umpat Jane dalam hati.
Tiga puluh menit kemudian Denzel keluar dengan rambut yang masih basah dengan handuk yang melilit di pinggang hingga diatas lutut. Memperlihatkan otot-otot perut yang sixpack seperti roti sobek yang selalu ia beli untuk sarapan. Jane menelan salivanya secara kasar kemudian berteriak sambil menutup matanya.
"Aaaaaa." Denzel terkejut dengan teriakan wanita itu.
"Hei kenapa kau berteriak sekencang itu membuat gendang telingaku hampir pecah." kesal Denzel mengusap telinganya yang pengang.
"Kenapa tuan keluar dengan seperti itu menodai mata suci saya saja." ucap Jane masih dengan menutup mata sambil menunjuk handuk yang Denzel pakai.
"Apa kau bodoh bajuku ada disitu." Denzel melihat baju yang disiapkan oleh Jane diatas tempat tidurnya.
Terdengar langkah kaki mendekat. Jane begitu gugup ini kali pertama ia berada di kamar bersama seorang pemuda meskipun Denzel tidak akan berbuat macam-macam dengannya tetap saja ia merasa takut.
"Kenapa kau pilih warna seperti ini, cepat ganti aku tidak terbiasa pakai pakaian yang cerah." Denzel melempar kemeja itu ke muka Jane yang masih tertutup dengan kedua tangannya.
Tentu saja Jane terkejut dengan hal itu. Bukannya ia mengambil kemeja yang lain Jane justru mendekat dan memakaikan kemeja pada tubuh Denzel. Entah kenapa lelaki itu tidak menolak bahkan ia terdiam saat Jane mulai mengancingkan kemeja itu.
"Sudah." ucap Jane yang menyadarkan Denzel.
"Aku bilang ganti kenapa kau memakaikannya ditubuhku." Denzel menarik secara paksa kemeja itu hingga membuat semua kancing terlepas secara paksa. Denzel melempar kemeja itu ke sembarang arah.
"Ambil kemeja lain." Jane masih terdiam dengan apa yang baru saja ia lihat.
"Cepat!!!" teriak Denzel membuat Jane tersentak kaget. Ia segera mengambil kemeja lain sesuai keinginan lelaki itu dengan cepat dan menyerahkan nya pada Denzel.
Setelah memakai kemeja Denzel hendak membuka handuk yang melilit dipinggangnya.
"A-pa tu-an akan ganti celana disini." tanya Jane terbata. Membuat Denzel menarik kedua sudut bibirnya keatas memdengar ucapan wanita itu.
"Tentu saja." ucap lelaki itu begitu santai mengambil celana yang hendak ia pakai. Seketika Jane membalikkan badan membelakangi tubuh Denzel. Setelah beberapa menit berlalu Jane pun bertanya tanpa menoleh. "Apa sudah selesai?" Denzel hanya diam ditepi ranjang sambil memakai sepatu fantofel hitam miliknya.
"Hei tuan apa sudah selesai?" Jane bertanya kembali namun masih tidak mendapat jawaban dari laki-laki yang berada di belakang tubuhnya.
"Tuan." panggil Jane memastikan Denzel masih berada ditempatnya.
"Hem." jawab Denzel yang sudah duduk di tepi ranjang memperhatikan tubuh wanita yang membelakangi dirinya. Jika wanita lain yang berada disini pasti mereka sudah mulai menggoda dan memanfaatkan keadaan yang ada. Kenapa wanita ini berbeda. Apa aku kurang tampan untuknya atau mungkin dia sudah memiliki kekasih. Denzel menggelengkan kepala, mengusir pikirannya tentang Jane. Tidak mungkin dirinya menyukai gadis seperti ini.
Perlahan Jane memutar tubuhnya dengan tangan yang masih menutup mata. Membuka jari-jari tangannya untuk melihat Denzel. Dan ternyata lelaki itu sudah selesai memakai semuanya.
"Kenapa tuan tidak bilang kalau sudah selesai." kesal Jane mencebikkan bibirnya.
Membuat Denzel harus melihat bibir pink Jane yang terlihat alami. Entah kenapa tiba-tiba Denzel bangkit lelaki itu mendekat ke arah Jane. Wanita itu berusaha menghindar dengan memundurkan langkahnya ke belakang. Denzel terus mendekat hingga langkah Jane terhenti saat dibelakang tubuhnya ada sebuah almari.
"Tu-an mau apa." ucap Jane yang mulai ketakutan. Seketika Denzel tersadar akan kelakuannya. Ia pun berbalik mengambil dasi melemparkannya ke arah Jane membuat ia terkejut kembali dengan perlakuan Lelaki itu yang suka berubah-ubah.
"Pakaikan, cepat!!!" teriak Denzel membuat Jane berlari dengan cepat ke arah lelaki itu namun kakinya menginjak kemeja Denzel yang sempat ia buang tadi. Keseimbangan tubuh Jane tidak seimbang hingga ia jatuh diatas tubuh Denzel yang terlempar ke kasur karena menerima tubuh Jane secara tiba-tiba. Kedua manik perak mata mereka saling bertukar pandang. Cukup lama tubuh Jane berada diatas tubuh Denzel sebelum lelaki itu membalikkan tubuh Jane dan bangkit dari kasur sebelum Jane menyadari detak jantungnya yang berdebar kencang.
"Kau mau menggodaku ya, dasar perempuan murahan." ucap Denzel membuat Jane hampir menangis namun sebisa mungkin ia tahan.
Jane segera berlalu keluar dari kamar Denzel. Lelaki itu mendesah frustasi dengan apa yang baru saja ia ucapkan. Namun pantang bagi dirinya untuk meminta maaf. Denzel keluar dengan setelan kerja yang sudah rapi dengan sepatu dan tas kerja yang ia pegang.
"Ini kopinya tuan." Jane membuat kopi untuk Denzel pagi ini. Begitu meminum lelaki itu menyemburkannya karena dirasa terlalu manis.
"Apa kau ingin membuat aku diabetes?"
"Ganti." Jane pun mengganti kopi Denzel dengan kopi baru. Namun lagi-lagi ia menyemburkannya kali ini kopi itu kurang manis karena memang Jane hanya memberi sedikit gula. Jane memang belum pandai membuat kopi karena ayahnya bukan pecinta kopi bahkan tidak pernah minum kopi selama mereka hidup bersama.
"Apa kau tidak bisa bekerja." teriak Denzel membuat seluruh karyawan dirumah itu memandang Jane.
"Maaf tuan, saya tidak pernah membuat kopi sebelumnya." Baru Denzel akan menjawab ucapan Jane terdengar pintu bel berbunyi. Bibi segera membukakan pintu. Terlihat seorang lelaki dengan setelan baju kerja yang casual dan modis datang menghampiri Denzel yang berada di ruang makan.
Pandangan Jane bertemu dengan laki-laki itu. Keduanya pun berucap secara bersamaan.
"Kamu."