Chereads / The Cruel Denzel / Chapter 10 - Hukuman

Chapter 10 - Hukuman

Saat Julian sudah hilang di balik pintu Jane kembali duduk di dekat Denzel menemani lelaki itu menghabiskan sarapannya. Namun tatapan mata perak lelaki itu membuat makanan yang sudah berada di mulut Jane menjadi susah untuk ia telan. Karena tidak ingin berlama-lama dalam situasi seperti itu akhirnya Jane menyudahi sarapan yang kurang nyaman itu. Setelah menyilangkan sendok dan garpu yang ia pegang tadi diatas piring Jane pun menggeser kursi yang diduduki oleh dirinya. Baru saja berdiri dan bangkit ternyata Denzel lebih dulu bangkit dan pergi. Membuat Jane terkejut sekaligus terperangah dengan apa yang ia lihat. Gerakan lelaki itu sungguh tidak dapat Jane tebak. Namun baru beberapa langkah lelaki itu berhenti dan berkata pada Jane tanpa menatap wanita yang kini tengah memperhatikan punggungnya.

"Ingat jangan pulang sebelum aku mengijinkan mu untuk pulang atau kau tanggung sendiri akibatnya nanti." Setelah itu Denzel berlalu pergi dengan senyum yang menyeringai.

***

Perusahaan Benjima

Denzel baru saja tiba di perusahaan segera masuk ke dalam ruangannya. Saat membuka pintu ia melihat Julian dan Engin yang sedang duduk santai di sofa yang berada diruangan itu sedang asyik mengobrol entah apa yang mereka bicarakan. Saat mendengar pintu terbuka keduanya menoleh mendapati sang pemimpin perusahaan sudah tiba disana. Denzel pun mendaratkan tubuh di kursi kepemimpinan di perusahaan yang ia pimpin yaitu Benjima Corp. Diikuti oleh Julian dan Engin yang duduk dikursi depan Denzel.

"Sedang apa kalian disini, bukankah ini masih jam kerja?" Denzel berbicara sambil menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dengan tangan yang terlipat di dada.

"Kenapa bos tiba-tiba memperkerjakan gadis itu?" tanya Engin to the point tanpa basa-basi pada bosnya.

"Bukan urusanmu." jawab Denzel dengan ketus. Pasti Julian yang memberitahu dia jika Jane sekarang bekerja dengan dirinya.

"Ayolah seorang Denzel Benjima tidak mungkin menjilat ludahnya sendiri?" ucap Engin membuat wajah Denzel menahan amarah yang sudah terlihat di wajah tampan lelaki itu.

"Apa maksudmu Engin, kau sudah bosan bekerja disini!" nada bicara Denzel mulai naik satu oktaf. Namun hal itu malah membuat Julian dan Engin tersenyum. Membuat Denzel heran hingga memicingkan matanya.

"Kenapa kalian tersenyum seperti itu membuat mataku sakit saja." gerutu Denzel.

"Sekarang aku yakin kalo kau memang benar-benar sudah move on dari Jessica." ucap Julian dengan tenang dan acuh tak acuh.

"Aku rasa juga begitu." ucap Engin menanggapi perkataan Julian.

"Benar begitu tuan Denzel." Julian menggoda sahabatnya dengan mengatakan hal itu sambil menaik turunkan kedua alisnya.

Denzel mencebikkan bibirnya menatap sinis kepada kedua sahabatnya itu. Kenapa mereka seolah lebih tahu apa yang ia rasakan. Namun ia pun juga tak menyangkal dengan apa yang dikatakan oleh Julian dan Engin.

"Bagaimana gadis itu?" goda Engin yang melihat bosnya terdiam.

"Gadis yang mana?" jawab Denzel pura-pura tidak tahu.

"Tentu saja gadis yang bos pecat di saat hari pertama dia masuk kerja." Engin pun mengingatkan kekejaman bosnya kala itu.

"Oh." jawab Denzel singkat menanggapi ucapan asistennya itu.

"Ayolah Denzel kenapa kau justru hanya bilang Oh saja." kesal Engin yang memanggil bosnya dengan sebutan nama.

"Apa kau mau aku pecat supaya bisa menjadi CEO Mega Dominic." Engin adalah seorang anak pemilik salah satu perusahaan periklanan terbesar di Skotlandia. Dan karena suatu hal Engin enggan untuk menjadi pewaris perusahaan tersebut. Baginya papanya sudah tiada semenjak ia meninggalkan ibunya demi untuk bersama dengan mantan kekasihnya yang merupakan cinta pertama papanya.

"Jangan sebut nama itu lagi." Engin membuang pandangan ke luar jendela melihat gedung-gedung lain yang menjulang tinggi di luar sana. Tiba-tiba dadanya terasa nyeri saat mengingat bagaimana terpuruknya seorang wanita yang ia sayangai begitu terpuruk kala itu seorang yang telah melahirkan dan membesarkan dia merasa sedih dan kecewa saat lelaki yang ia cintai pergi hanya demi untuk mengejar cinta pertamanya. Sejak saat itu Engin selalu berkeyakinan jika ia akan menikahi seorang gadis kelak maka mereka harus menyelesaikan masalah cinta lama yang terjadi agar kelak tidak ada kata perceraian atau perpisahan diantara mereka.

"Maafkan aku." ucap Denzel menyesali perkataan yang membuat sahabatnya mengingat hal buruk.

"Sudahlah jangan membahas itu lagi." ucap Engin seolah sudah baik-baik saja.

"Apa kau tertarik dengannya?" tanya Julian.

"Jangan konyol, aku baru mengenalnya mana mungkin aku tertarik dengan gadis seperti dia bahkan wanita itu bukanlah tipeku." ucap Denzel tanpa ia sadari wanita yang ia maksud berada dibalik pintu mencuri dengar pembicaraan mereka bertiga.

Flashback on

Setelah tuannya pergi Jane segera menyelesaikan tugasnya. Ia disini hanya sebagai pelayan untuk Denzel saja. Tugasnya adalah mengurusi segala sesuatu yang berhubungan dengan Denzel.

Saat ini Jane sedang berada di dalam kamar tuan Denzel yang tampan sekaligus kejam menurut Jane. Dirinya membereskan dan membersihkan di setiap sudut di ruangan itu. Namun saat Ia ingin mengganti sprei lama dengan yang baru ia tidak sengaja mendengar bunyi ponsel yang sedang berdering. Menandakan sebuah panggilan masuk. Jane mencari dimana letak ponsel dengan mendengarkan bunyi nada yang dihasilkan. Ia pun menemukan benda itu di dalam laci meja samping tempat tidur Denzel.

"Bukankah tadi tuan Denzel sudah membawa ponsel ya tapi kok ini ..." Jane membolak balikkan ponsel yang ia pegang dan saat Jane masih memegang benda pipih berwarna hitam dengan logo buah apel dibelakangnya tiba-tiba ponsel itu kembali berdering membuat Jane terkejut dan hampir menjatuhkan ponsel mahal tersebut.

Jane menatap sebuah nama yang tertera disana. Sebuah nama yang tersimpan dengan emoticon love dibelakangnya.

"Mungkinkah yang menelepon adalah kekasih tuan Denzel kalo ia bagaimana ini? Aku biarkan saja atau aku harus angkat ya tapi kalo aku angkat nanti tuan Denzel marah tapi kalo aku tidak angkat kasian wanita ini?" Jane bimbang dengan keputusan apa yang ia harus ambil. Karena berdering lebih dari tiga kali akhirnya Jane memberanikan diri untuk mengangkat ponsel milik tuannya siapa tahu ini begitu penting. Jari jempolnya mengusap icon berwarna hijau dan segera menempelkan benda itu ke daun telinganya.

"Denzel akhirnya kau mau mengangkat telepon dariku." Tidak ada jawaban yang Jane berikan ia hanya mendengar dengan baik seorang wanita yang sedang berbicara dengan dirinya dalam sambungan telepon.

"Denzel maafkan aku sekali lagi. Datanglah ke pernikahan ku kalo kamu tidak sibuk." Jane masih terdiam ia tidak tahu harus menjawab apa.

"Denzel." wanita itu memanggil nama tuannya saat tidak mendapat respon apapun.

Denzel apa kau disana." tanya seorang wanita itu.

"Aku harus jawab apa, tapi suara ini sepertinya aku mengenalnya." batin Jane dalam hati.

"Aku harus apa?" gumam Jane.

"Denzel apa kau disana?" tanya wanita diseberang telepon sekali lagi karena tidak mendapat jawaban apapun.

"Halo nona." akhirnya Jane memberanikan diri mengeluarkan suara yang sempat tertahan di tenggorokan.

"Siapa ini?" tanya wanita itu.

"Saya pelayan disini nona, maaf jika saya lancang dan berani mengangkat telepon dari nona saya khawatir telepon ini begitu penting untuk tuan." Jane mengutarakan alasan dirinya berani mengangkat telepon tuannya.

"Baiklah, bolehkah aku minta tolong?" ucap wanita itu yang terkesan tidak ada kemarahan didalam ucapannya.

"Minta tolong apa nona?" tanya Jane

"Bisakah kamu memberikan ponsel ini ke Denzel karena aku ingin berbicara dengannya. Please aku mohon." pinta wanita itu dengan suara yang memohon. Jane yang merasa tidak tega akhirnya mengiyakan permintaan wanita diseberang telepon itu.

Akhirnya Jane pun pergi ke perusahaan Benjima.

Flashback Off

Setelah menutup sambungan telepon Jane bergegas pergi ke perusahaan Benjima. Meraih tas dan jaketnya segera ia mengeluarkan kontak motor yang sempat ia simpan di dalam tas. Melajukan motor matic kesayangannya membelah jalanan yang sudah mulai lengang. Jane tidak membutuhkan waktu lama untuk tiba di parkiran perusahaan milik Denzel. Ia segera bergegas ke ruangan Presdir. Namun langkahnya terhenti kala ia mendengar suara lelaki yang membicarakan dirinya. Mengurungkan niatnya untuk masuk ia memilih untuk mencuri dengar apa yang para lelaki itu bicarakan. Saat mendengar kalimat yang keluar dari mulut Denzel tentang dirinya entah kenapa ada rasa sesak didada yang begitu sakit. Jane memejamkan matanya sambil meremas baju dan memegang dadanya yang terasa sesak.

Saat ingin berbalik dan mengurungkan niatnya untuk masuk tiba-tiba pintu terbuka.

"Nona Jane." ucap Engin yang melihat Jane berdiri sambil memegang dada yang terasa sakit tadi. Mendengar nama gadis itu disebut Denzel bangkit dan menghampiri mereka.

"Apa nona baik-baik saja." Engin melihat sesuatu yang aneh dengan Jane karena tidak ada jawaban Engin pun berucap kembali.

"Apa nona sudah lama berdiri disini?"

"Ehm A-ku ehm..." ucap Jane terbata.

"Pasti dia menguping tadi." gumam Engin dengan menaikkan sudut bibirnya.

"Kenapa kau kemari?" suara Denzel mengagetkan Jane seketika ia bersikap seolah baik-baik saja.

"Tuan, ehm..."

"Bicara yang benar!" ucap Denzel dengan nada yang dingin.

Jane langsung merogoh sesuatu di dalam tasnya. Mengeluarkan benda pipih yang ia simpan sebelumnya disana.

"Ini tuan sepertinya ponsel tuan ketinggalan dikamar. Saat saya membersihkan kamar tuan ponsel itu selalu berdering jadi saya pikir mungkin itu sesuatu yang penting jadi saya hanya ingin mengantarkan ini saja." ucap Jane menjelaskan maksud kedatangan dirinya saat menyerahkan ponsel tersebut kepada Denzel.

"Jangan berani menyentuh barangku!!! teriak Denzel membuat Jane terlonjak kaget pun dengan Engin yang berada tepat disamping bosnya. Jane menahan bulir-bulir air mata yang sudah menggenang dimatanya agar tidak terjatuh membuat Engin merasa iba.

"Cepat pulang." perintah Denzel.

Julian yang dari tadi hanya diam mendengarkan akhirnya mengeluarkan suara saat sahabatnya mengusir gadis polos yang ia tolong waktu itu. "Tunggu."

Seketika semua orang menatap Julian yang berjalan menghampiri mereka. "Mari aku antar nona Jane." tawar Julian saat melewati Denzel dan Engin. Denzel membulatkan mata tidak menyangka jika Julian akan berkata seperti itu. Denzel mulai mengeraskan rahangnya saat Jane mengangguk. Engin bisa melihat sesuatu yang menarik dari wajah bosnya. Ia pun tersenyum saat Jane dan Julian mulai pergi meninggalkan ruangan Presdir. Menyandarkan punggung pada pintu Engin masih setia menemani bosnya yang belum beranjak dari tempatnya berdiri. Mata Denzel masih ingin berlama-lama menatap kepergian dua orang berlawanan jenis tadi. Entah kenapa Denzel merasa kesal ada kekhawatiran tersendiri didalam hatinya bagaimana kalau dua orang berbeda jenis itu akan saling tarik menarik.

Cukup lama berkutat dengan pikirannya Engin pun berdehem hingga membuat Denzel tersadar dan menoleh ke arah bawahannya itu. Melihat tatapan tajam dari bosnya Engin hanya memberi senyuman.

"Kenapa?" tanya Denzel yang merasa kesal.

"Sampai kapan bos menatap mereka padahal mereka sudah hilang dari pandangan." ucap Engin dengan santai.

"Siapa yang melihat mereka kurang kerjaan." sangkal Denzel padahal apa yang diucapkan Engin adalah benar.

Melihat bosnya berbohong Engin kembali melebarkan senyumannya seolah mengejek bosnya itu.

"Jadi bos hanya melihat tembok perusahaan, apa perlu saya cek sudah retak atau belum atau bos ingin mengecek yang lain?" Engin semakin suka menggoda bosnya saat sedang seperti sekarang ini.

"Diam jika kau ingin melihat matahari besok."

"Oke-oke aku akan keluar untuk kembali bekerja." saat berjalan Engin membisikkan sesuatu pada telinga bosnya.

"Saya rasa Jane mendengar semua ucapan bos tadi karena sepertinya ia sudah lama berdiri di depan pintu."

"Sial." teriak Denzel dalam hati. Lelaki itu segera menutup pintu dan kembali berkutat dengan pekerjaannya. Namun ia tidak dapat fokus pada apa yang sedang ia kerjakan. Pikirannya sedang dipenuhi oleh Jane dan Julian yang pergi bersama.

"Awas kau aku akan memberimu hukuman saat pulang nanti." Denzel menyeringai saat terlintas dipikirannya hukuman seperti apa yang akan ia berikan pada gadis itu.