Leyna memandang kedua mata Raiden dengan lekat, entah mengapa Leyna merasakan sebuah kenyamanan di hatinya, saat menatap mata itu. Dan entah mengapa pula, Leyna seakan mengenal sosok Raiden.
Padahal Leyna sangat menyadari, bahwa tidak mungkin dirinya mengenal Raiden sebelum saat ini. Karena seingat Leyna, teman sekolahnya sejak SD hingga kuliah, tidak ada yang berparas seperti Raiden. Sekeras apa pun Leyna berpikir, tentang sosok Raiden. Tetap saja Leyna tidak dapat, menemukan jawabannya. Di mana dia bertemu, dengan Raiden sebelumnya.
"Bagaimana Leyna? Kenapa kau malah memandang wajah tampanku, dengan terpukau seperti itu? Hehehee," seloroh Raiden sambil tersenyum menggoda.
"A-aku sebenarnya, tidak mau Raiden! Aku tidak mau, menikah denganmu. Karena aku ingin menikah dengan seorang lelaki, yang sangat aku cintai. Bukan karena keterpaksaan seperti ini," jawab Leyna dengan cepat.
"Kenapa kau tidak mau menikah, dengan aku Leyna? Bukankah sebuah kebanggaan, bagi seorang wanita. Jika bisa menikah dengan seorang lelaki, yang sangat tampan dan juga kaya raya seperti aku ini? Hehehe," ujar Raiden lagi kembali tertawa kecil. Sungguh kesal sekali Leyna, mendengar perkataan Raiden tersebut.
"Dasar cowok sok ganteng! Kalau memang kau mudah, mendapatkan setiap perempuan. Kenapa tidak bersama dengan mereka saja, jangan mengganggu kehidupanku! " umpat Leyna dengan kesal di dalam hati.
"Bagaimana Leyna? Jika kau diam saja, aku anggap kau setuju dengan perjanjian bisnis kita ini?" tanya Raiden lagi, dengan wajah yang mulai nampak kesal. Dengan sikap Leyna yang terlihat, masih saja belum dapat memutuskan.
Leyna masih terdiam membisu, tangannya menggenggam erat. Sebuah serbet berwarna putih, berbahan lembut tersebut. Dalam hatinya terus melakukan pertimbangan, mengenai segala sesuatunya jika Leyna menikah dengan Raiden.
Pada saat yang bersamaan, tiba-tiba saja handphone Leyna. Yang di simpan dalam tas kecil miliknya, berbunyi dengan lembut.
"Maaf Raiden, boleh aku menerima telepon masuk ini, terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaanmu?" tanya Leyna sambil menatap Raiden dengan ragu.
"Silahkan!" jawab Raiden singkat, sambil mengambil segelas air minum di hadapannya. Kemudian meminum air yang ada, di dalam gelas tersebut.
Mendengar jawaban dari Raiden, Leyna langsung mengambil handphone dari dalam tas kecilnya. Kemudian melihat, siapa yang menghubunginya saat ini. Ternyata telepon tersebut, berasal dari Ibunya.
"Hallo, assalamu'alaikum. Ada kabar apa Ibu?" sapa Leyna dengan suara, yang di buat bahagia dan riang.
"Hallo, waalaikumsalam. Leyna, maaf jika Ibu mengganggumu, karena Ibu benar-benar membutuhkan uang saat ini nak. Untuk menebus resep obat untuk Gendis, beberapa jam yang lalu sudah diberikan oleh Dokter. Juga untuk membayar, biaya perawatan Gendis selama di rumah sakit. Ibu sendiri sudah berusaha, mencari uang kemana pun Leyna. Tetapi Ibu tidak dapat memperolehnya, apakah kau memiliki uang nak. Untuk membayar biaya pengobatan, dan juga menebus obat buat Gendis?" tanya Ibu Leyna dengan suara yang terdengar ragu.
"Berapa biaya keseluruhannya, yang Ibu butuhkan saat ini?" tanya Leyna dengan suara yang bergetar, menahan perasaan hatinya saat ini.
"Semuanya jadi tujuh juta rupiah Leyna, maafkan Ibu ya Nak. Ibu dan Gendis, selalu merepotkan dirimu," tutur Ibunya, dengan suara yang terdengar sangat sedih sekali.
"Tidak ada seorang Ibu, yang merepotkan anaknya Bu. Tunggu sebentar ya Bu, nanti aku akan segera menghubungi Ibu lagi. Untuk memberikan kabar, apakah aku bisa mendapatkan uang tersebut atau tidak," jawab Leyna akhirnya.
"Baiklah kalau begitu Leyna, kau jaga diri baik-baik ya nak," pesan Ibunya sambil tersenyum tipis.
Setelah itu hubungan komunikasi telepon mereka pun terputus. Dengan sekujur tubuh yang terasa lemas, Leyna menatap ke arah Raiden. Dengan pandangan mata, dan senyuman penuh kesedihan.
"Raiden, a-apakah kau mau memberikan aku uang, sebesar tujuh juta rupiah? Jika kau mau, aku bersedia menikah denganmu?" tanya Leyna dengan tatapan mata memohon.
"Untuk apa uang tersebut Leyna?" tanya Raiden sambil mengerutkan keningnya.
"Untuk biaya pengobatan adikku, dan uang itu dibutuhkan sekarang juga," jawab Leyna dengan suara tercekat.
Raiden hanya tersenyum tipis. Kemudian mengambil handphone, dari dalam saku jas yang dikenakannya.
"Berapa nomor rekening Bank, Ibumu Leyna?" tanya Raiden sambil menatap lembut kepada Leyna.
Mendengar pertanyaan Raiden tersebut, Leyna segera melihat ke handphonenya. Karena Leyna menyimpan nomor rekening Bank, milik Ibunya di dalam handphone. Kemudian Leyna pun segera menyebutkan, nomor rekening Bank tersebut. Lalu seketika itu juga, Raiden terlihat mengetik di handphonenya. Setelah itu Raiden pun berbicara, sambil tersenyum menatap Leyna.
"Aku sudah mengirimkan uang, sebesar dua puluh juta rupiah. Untuk biaya pengobatan adikmu Leyna, katakanlah sekarang kepada Ibumu!" perintah Raiden dengan santai.
"Kenapa uang yang kau kirimkan, banyak sekali Raiden? Bukankah aku memintanya, hanya tujuh juta rupiah saja?" tanya Leyna.
"Tidak masalah Leyna, biarkan saja aku memberi kepada Ibumu lebih. Dari pada nanti Ibumu, jadi kekurangan uang lagi," jawab Raiden menjelaskan.
"Ba-baiklah ...." Jawab Leyna memahami maksud Raiden.
Kemudian Leyna langsung kembali, menelpon Ibunya saat itu juga. Kali ini ada binar kebahagiaan, di mata Leyna.
Tuut ... tuut ... tuut!
"Hallo, Ibu. Alhamdulillah, aku sudah mengirim uang kepada Ibu, untuk biaya pengobatan Gendis. Sekarang Ibu cek saja ke ATM ya, lalu segera bayarkan ke rumah sakit," ujar Leyna sambil tersenyum penuh kebahagiaan.
"Hallo Leyna, alhamdulillah. Akhirnya kau bisa mendapatkan uang tersebut nak, ya sudah kalau begitu. Sekarang Ibu mau ke ATM dulu ya, untuk mengambil uang dan membayarkannya. Oh ya, dari mana uang tersebut kau dapatkan Leyna?" tanya Ibu nampaknya ingin tahu.
"Dari uang tabungan Leyna Ibu, sudahlah Ibu. Untuk hal tersebut, Ibu tidak perlu memikirkan. Yang penting sekarang, Gendis bisa segera sehat kembali," jawab Leyna dengan sedikit berbohong.
"Baiklah, kau jaga diri ya nak. Assalamu'alaikum!" pamit Ibu Leyna.
"Waalaikumsalam!" jawab Leyna kemudian menyimpan kembali, handphone miliknya ke dalam tas.
"Sekarang, giliran bisnis kita Leyna, apa jawabanmu?" tanya Raiden sambil memperbaiki posisi duduknya.
"Seperti yang aku katakan tadi Raiden, jika kau memiliki uang, Untuk membantu adikku yang sedang sakit, aku mau menikah denganmu!" jawab Leyna dengan pasti, sambil tersenyum tipis.
Kali ini Leyna sudah merasakan ikhlas, dengan segala takdir yang telah terjadi. Asalkan dia dapat terus, membantu Ibu dan adiknya Gendis. Leyna siap melakukan apa pun saat ini, sekali pun harus mengorbankan masa depannya.
"Baguslah kalau begitu, sekarang kita pulang dulu Leyna. Karena hari sudah semakin malam. Oh iya, mulai besok kau tidak perlu lagi, bekerja di "Edward Vista" Leyna. Karena kau akan segera menjadi istriku, besok hari kita akan kembali melanjutkan pembicaraan kita ini," perintah Raiden sambil tersenyum puas.
"Baiklah Raiden, apa saja katamu," jawab Leyna sambil tersenyum gamang.