Malam semakin gelap, tidak terasa jarum jam menunjukan angka 11.00, Kaneki bergegas membereskan barang-barang digudang dan menumpuknya di sisi kanan, lantai disisi kiri yang sedikit kotorpun ia bersihkan dengan sapu. Mau tak mau malam ini dirinya harus tidur dilantai yang dingin.
Kaneki menghela napas sejenak, tubuh yang kekar itu terbaring dilantai yang hanya beralaskan jaket yang ia bawa. Kedua tangannya ia lipat kebelakang untuk menyangga kepalanya agar tidak terlalu sakit saat mengenai lantai, mata itu terus menatap ke atas flapon. Tanpa Kaneki sadari bibirnya perlahan tersenyum tipis saat membayangkan senyuman seorang wanita yang ia temui tadi siang, senyuman itu seperti terlihat jelas dimatanya, Kaneki memang belum mengetahi siapa namanya, tapi ia yakin, dirinya pasti akan segera bertemu lagi dengan wanita pemilik senyuman manis itu cepat atau lambat.
***
Malam seperti berlalu begitu saja, tanpa kita sadari, matahari perlahan muncul dan bersiap memberikan sinarnya untuk hari ini. Pagi hari tepatnya pukul 07.00 seperti biasa lalu lintas di perkotaan mulai dipadati kendaraan, suara kelakson seperti menggema dimana-mana, trotoar jalan penuh dengan orang lalu lalang yang pergi kesana kemari dengan tujuannya masing-masing.
Beginilah suasana pagi hari diperkotaan, kemacetan sudah seperti sarapan pagi bagi para pekerja yang berlomba-lomba berangkat paling awal ketempat kerja mereka. Kecuali bagi pria yang masih tidur tengkurap dikasurnya, kipas angin yang menyala disebelahnya, serta gorden yang masih ditutup rapat dikamarnya. Seperti tidak peduli dengan matahari yang sudah muncul dari tadi.
Bugh!
Seorang pria pekerja keras sedang merapikan beberapa barang ditoko, sepatu-sepatu itu ia berjejer rapi dirak depan, barang-barang yang sudah diperbaiki siap untuk dijual kembali, satu persatu barang dibersihkan dari debu. Suara bising kendaraan itu cukup membuat Kaneki terganggu. Tapi mau bagaimana lagi, toko pak Hendry berada tepat dipinggir jalan tempat lalu lalang kendaraan, sesuatu seperti ini sudah cukup biasa baginya, tapi memang benar, suara kelakson itu sangat mengganggu siapapun yang mendengarnya.
Tittttt titttt titttt!
Terdengar suara kelakson yang terus berbunyi tanpa henti, membuat emosi seorang pria yang sedang tertidur lelap meluap!.
"Berisik!" teriak seorang pria yang masih berada ditempat tidur, dengan bantal yang melingkar di belakang kepalanya untuk menutupi kedua telinganya, dan mencoba untuk tidur kembali dengan tenang.
"Apa kau sedang pamer suara kelakson mobil mu itu! menyebalkan!"
Inilah pagi hari yang selalu Jean lalui, pagi hari yang cukup membuat emosinya meluap setiap hari saat mendengar suara kelakson itu terus berbunyi, mau bagaimana lagi, rumah sewanya sangat dekat dengan jalan raya. Sehingga setiap paginya Jean seperti dibangunkan suara kelakson tanpa henti.
Drrrrtt drrrrtt drrrtt!
Ponsel Jean yang berada disampingnya terus bergetar, beberapa panggilan masuk dari Kaneki memenuhi notifikasinya.
"Siapa lagi ini!" ucap jean yang langsung mengambil ponsel disampingnya.
"Yayaya Kaneki aku akan pergi bekerja!" ujar Jean yang melihat notifikasi panggilan dari Kaneki dan langsung menaruh ponsenya kembali, Jean berdiri dan bergegas pergi kekamar mandi dengan mata yang masih sayu dan rambut yang berantakan "Oaaahhh!" sesekali mulutnya menguap karna rasa kantuk yang masih berasa kuat dimatanya.
"Selamat pagi pak," ucap Kaneki yang melihat pak Hendry menghampiri dirinya yang sedang membereskan beberapa barang ditoko.
"Selamat pagi Kaneki, dimana Jean?" tanya pak Hendry
"Sepertinya dia masih dijalan, aku sudah beberapa kali menghubunginya tadi," jawab Kaneki.
"Kaneki, bagaimana dengan barang yang kau perbaiki kemarin apa sudah selesai?" tanya pak Hendry.
"Beberapa barang sudah siap untuk dijual, dan sisanya masih sedang kuperbaiki," ujar Kaneki.
"Baiklah, aku akan pergi kebelakang dan memeriksa beberapa barang disana." Ucap pak Hendry dan pergi meninggalkan Kaneki.
Sudah 30 menit Kaneki merapikan barang-barang yang akan dijual dan membersihkan toko, tapi Jean si pemalas itu masih belum datang juga.
"Kenapa Jean belum datang juga, 5 menit lagi toko akan segera dibuka!" ujar Kaneki berdiri didekat kasir.
Dari luar toko terlihat seorang pria berjalan menggendong tas dipundaknya, memakai jaket berwarna hitam, dan mukanya itu! terlihat seperti orang yang terlilit hutang!.
"Selamat pagi!" ucap Jean yang dengan santainya berjalan melewati Kaneki.
"Jean apa kau tertidur di bus? mukamu itu sangat lesu. Pergilah kebelakang dan cuci mukamu itu Jean, sebentar lagi toko akan dibuka dan wajahmu itu bisa membuat pelanggan merasa tidak nyaman!" perintah Kaneki.
Setiap pagi Jean memang selalu terlihat seperti itu, muka yang lesu dan kaki yang seperti diseret paksa berjalan menuju toko. Jean yang baru sampaipun menaruh tasnya dan membuka jaketnya bersiap-siap untuk bekerja, dia bergegas duduk dikursi yang berada dimeja kasir. Ya memang begitulah pekerjaannya, duduk disana seharian. Tapi anehnya dia selalu mengeluh kecapean menjaga toko sendirian!.
Memangnya apa yang kau lakukan ditoko seharian Jean?! Jungkir balik diantara rak yang berjejer rapi ditoko? atau salto di depan pintu toko setiap kali pembeli datang?!. Dasar pria pemalas!.
"Mukaku memang seperti ini Kaneki sudahlan, suara kelakson itu terus saja menggangguku, dan kau! berhentilan membangunkanku setiap pagi! jangan berteriak padaku dipagi hari saat dirumah dan jangan menelponku saat kau menginap ditoko, kepalaku benar-benar pusing!" ucap Jean yang duduk di kursi kasir.
"Kau selalu mengeluh tentang kelakson, ya beginilah suasana pagi hari! dan kenapa kau tidak pindah dari sana kita bisa pindah kerumah sewa yang lainkan?" tanya Kaneki yang berdiri dihadapan Jean.
"Masalahnya harga sewa disana sangat murah, kalau kita pergi dari sana kita tidak akan menemukan tempat tinggal semurah itu dikota besar seperti ini!" ujar Jean.
"Kaneki kemarilah!" teriak pak Hendry di ruang belakang.
"Ada apa pak?" tanya Kaneki.
"Tolong kau rapikan beberapa barang yang sudah tidak bisa diperbaiki dan menaruhnya dipintu belakang, aku akan menjualnya lagi untuk didaur ulang kembali, lagi pula barang-barang itu sudah tidak bisa diperbaiki kembali" ujar pak Hendry.
***
Toko pak Hendry sudah dibuka sekitar 3 Jam yang lalu, pembeli mulai berdatangan satu persatu membeli barang dan membayarnya pada Jean yang berjaga dikasir, sementara Kaneki sibuk digudang dengan barang bekas yang ia tumpuk dan menaruhnya dipintu belakang.
Terlihat seorang wanita memasuki toko dengan membawa barang belanjaan ditangannya. Nuna Marlyna, seorang perempuan berusia 32 tahun itu berjalan mendekati kasir toko, tubuhnya yang ramping dan kulit yang masih kencang membuatnya terlihat seperti wanita berusia 25 tahun. Padahal dia sudah menikah dan memiliki satu anak berusia 7 tahun. Marlyna memang sudah tidak asing bagi Jean dan Kaneki, ibu muda yang satu ini adalah pelanggan tetap paporit Jean ditokonya.
"Permisi," ucap Marlyna dengan suara lembutnya.
"Bibi, sudah lama kau tidak datang kemari," ucap Jean dengan tersenyum lebar melihat pelanggan paporitnya itu datang penghampirinya.
"Kau ini, bukannya minggu lalu aku datang kemari," ujar Marlyna dengan senyuman diwajahnya.
"Benarkah? tidak melihatmu seminggu, serasa berbulan-bulan bagiku. Datanglah setiap hari agar aku selalu bersemangat seperti ini," ujar Jean dengan rayuan mautnya.
Jean aslinya bukan orang yang selalu menggoda wanita seperti itu, tapi Marlyna sangat berbeda dengan wanita lain, sikapnya yang lemah lembut, nada suaranya yang rendah saat berbicara, dan wajah cantik alami dengan bibir yang natural dan tidak dipoles dengan lipstik belebihan seperti ibu-ibu pada umumnya.
"Jean jangan menggodaku seperti itu, mau kuadukan pada suamiku?" ucap Marlyna dengan senyuman tipis diwajahnya.
"Bibi aku hanya becanda hehe..." ujar jean dengan tangan yang menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal.
"Jean, apa aku bisa bertemu dengan Kaneki sebentar, dimana dia?" tanya Marlyna.
"Dia digudang sedang merapikan barang, mau aku panggilkan?"
"Tidak usah, biar aku saja yang pergi kegudang, kau pasti sibuk melayani pembeli. Maaf karna telah mengganggumu" ucap Marlyna dan pergi kegudang belakang.
Tanpa Kaneki sadari, Marlyna berdiri dipintu gudang dan terus memperhatikannya, bibirnya tersenyum indah dengan dengan mata yang terus menatap seorang pria pekerja keras dihadapannya. Tubuh yang kekar itu sepertinya penuh dengan keringat, terlihat tetesan demi tetesan keringat menetes membasahi leher dan membuat bajunya sedikit basah, sesekali Kaneki menghela napas panjang dan menyekat keringat yang menetes memebasahi dagunya dengan tangan. Seperti inilah pria yang semua wanita inginkan, pekerja keras dan petanggung jawab.
"Kaneki!" ucap Marlyna yang sedang berdiri dipintu gudang, Kaneki yang sedang membereskan barang seketika menoleh saat mendengar ada seorang memaggilnya dari arah belakang. "Bibi! sedang apa disini?" tanya Kaneki yang langsung menghampiri Marlyna.
"Kaneki apa kabarmu?, oh iya Kaneki, aku ingin mengucapkan terimakasih banyak karna sudah memperbaiki mesin cuci Yuriko. Dia bilang padaku katanya kamu tidak mau menerima uang darinya kemarin, jadi dia menitipkan uang ini untukmu. Ini ambilah," ucap Marlina dengan beberapa lembar uang ditangannya.
"Jadi bibi tetangga wanita itu, dan apa ini? aku tidak mau menerimanya! aku senang bisa membantunya, dia tidak perlu membayarku utuk itu. Aku ingin membantu orang lain tanpa imbalan sedikitpun dari mereka, lagi pula aku punya pekerjaan dan pak Hendry juga menggajiku. Jadi yang kulakukan itu hanya sekedar bantuan saja" ucap Kaneki.
Mendengar hal itu Marlyna sontak meraih tangan kanan Kaneki dan membuka telapak tangannya. "Ini Kaneki ambilah!" Marlyna menaruh sejumlah uang di telapak tangannya dan dengan cepat jari jemarinya ia lipat kedepan. "Simpan uangnya!" ucap Marlyna.