"Bibi tapi ini..." Kaneki hanya bisa terdiam dengan tangan yang mengepal sejumlah uang yang Marlyna berikan.
"Ambilah Kaneki, simpan uangnya. Tunggu bukankah itu kipas anginku yang kemarin kujual pada pak Hendry? Kau sudah memperbaikinya?" ucap Marlyna yang perlahan mendekati kipas angin yang berada di dekat meja.
"Aku sudah memperbaikinya tadi malam. Kipas angin itu masih bagus, hanya ada sedikit kerusakan pada mesinnya. Kenapa bibi menjualnya?" tanya Kaneki.
"Tidak papa, aku hanya ingin menjualnya saja, lagi pula aku sudah jarang menggunakan kipas angin," ujar Marlyna dengan senyuman kecil diwajahnya.
"Baiklah Kaneki, aku pergi dulu. Sampai jumpa," ujar Marlyna dan bergegas pergi dari gudang, Kaneki hanya membalasnya dengan senyuman. Kaneki melihat kebawah, ia baru sadar, bahwa dari tadi tangannya mengepal sejumlah uang yang diberikan Marlyna padanya. Kaneki perlahan membuka genggaman tangannya dan menatap sejumlah uang ditangannya. Bagaimana bisa aku menerima uang ini, sedangkan kondisinya saja begitu memprihatinkan. Aku harus mengembalikannya lagi! batin Kaneki.
Marlyna berjalan melewati Jean yang sedang duduk santai dikasir. "Bibi kau mau kemana?" tanya Jean yang langsung berdiri dari kursi yang ia duduki.
"Aku harus pergi menjemput Ken disekolahnya, sampai jumpa Jean," ucap Marlyna dengan senyuman tipis diwajahnya dan pergi dari toko.
Melihat senyuman tipis Marlyna, membuat tubuh Jean oleng kebelakang, dengan postur tubuh yang sedikit membungkuk dan kedua tangan yang diletakan didada kirinya, seperti dipanah dengan busur yang menancab tepat didadanya. "Aww.... senyuman itu telalu manis untuk hatiku yang diabetes ini!" ujar Jean yang terpesona setiap kali melihat senyuman itu mengarah padanya.
"Ini! ini! ini! wanita seperti ini yangku cari untuk menjadi ibu dari anak-anakku nanti!" ucap jean.
Tanpa Jean sadari, Kaneki menghampirinya dan berdiri disampingnya. "Jean ada apa dengan mu?" ujar Kaneki, melihat Jean dengan postur tubuh yang aneh.
Jean yang kaget sontak berdiri dengan tegak seperti tidak terjadi apa-apa. "Ehemm, A--ku baik-baik saja, kau mau kemana Kaneki?" tanya Jean.
"Pekerjaanku dibelakang sudah selesai, aku akan pergi keluar sebentar," ujar Kaneki.
"Baiklah-baiklah, kau memang selalu seperti itukan, pergi dan kembali semaumu! aku yang selalu menjaga toko ini sendiri, kau memang tidak pernah merasakan betapa melelahkannya menjaga toko ini Kanedihalte ya jar Jean menatap mata Kaneki dengan penuh emosi.
Apa Kaneki peduli? tentu saja tidak! dia berjalan pergi meninggalkan Jean yang baru saja selesai berbicara tentang keluh kesahnya seperti biasa.
Kaneki berjalan pergi meninggalkan toko, terdengar Jean berteriak lantang memanggil-manggil namanya dari belakang. Kaneki tidak menoleh sedikitpun dan terus berjalan dengan langkah kaki yang dipercepat. Sekarang kakinya itu berlari menuju halte bus terdekat.
***
Menghela napas sejenak. Kaneki berdiri dihalte bus yang sepi, kepalanya terus menoleh kekanan dan kekiri melihat setiap ujung jalan, seperti tidak sabar menunggu bus yang akan datang. Kaneki sama sekali tidak tertarik dengan kursi panjang dibelakangnya, tempat orang biasa duduk menunggu bus disana.
5 menit berdiri sendirian dihalte yang sepi, bus yang ia tunggu akhirnya datang, bergegas kaneki masuk dan duduk didalam bus dan duduk dikursi sebelah kiri dekat jendela bus. Tangannya perlahan masuk kesaku celana dan mengambil uang yang diberikan Marlyna padanya.
Kau tau, aku sangat membencimu! karna dirimulah aku menjadi seorang penjahat, aku tidak peduli pekerjaan apa yang harus kulakukan saat itu, bahkan sampai membunuh seseorang untuk bisa mendapatkanmu! tapi hari ini, berkat dirimu aku bisa bertemu dengannya kembali. Batin Kaneki, yang seakan-akan berbicara dengan sejumlah uang ditangannya.
Bus melaju menyusuri jalanan kota, terlihat mobil dan kendaraan lainnya melaju dijalan yang sama, perlahan Kaneki menyenderkan kepalanya dekat jendela bus disebelahnya, angin musim panas yang musuk kejendela bus yang sedikit terbuka membuat Kaneki perlahan memejamkan mata dan terus merasakan angin yang menerpa wajahnya. Tidak terasa bus berhenti karna sudah sampai halte tujuan, Kaneki turun dari bus bergegas pergi rumah Yuriko untuk mengembalikan uangnya.
Setelah beberapa menit berjalan, langkah kaki Kaneki tiba-tiba berhenti saat sampai didepan rumah kecil dengan pintu kayu dan jendela dikedua sisinya, perlahan kakinya mendekati pintu. Menghela napas sejenak, Kaneki berusaha menghilangkan rasa gugupnya saat akan mengetuk pintu rumah seorang wanita yang membuat hatinya tidak tenang sejak pertama kali dia bertemu dengannya. Kepalan tangannya ia angkat untuk mengetuk pintu yang ada dihadapannya. Saat satu ketukan itu akan mendarat tepat dipintu yang berada dihadapannya, ia mendengar tawa yuriko dari luar.
"Riyu berhentilah menciumku, ini geli. Sekarang ganti pakaianmu, aku akan buatkan sup untukmu. Riyu hentikan hahaha..." diiringi dengan tawa kecil.
Tangan yang siap mengetuk pintu itu perlahan ia turunkan, Kaneki hanya terdiam seperti patung saat mendengar suara Yuriko dari dalam, saat ia mendengar kata "menciumku." Kaneki langsung berpikir bahwa ada seorang pria yang sedang bersamanya.
Apalagi yang ia lakukan! saat itu juga perlahan kakinya mundur kebelakang dan membalikan badan. Kaki itu berniat pergi meninggalkan rumah yang sudah ia datangi, tapi hati Kaneki memaksanya untuk berhenti, sehingga kaki itu perlahan mulai melangkah tanpa Kaneki sadari.
Ceklek!
Pintu yang yang berada dibelakang Kaneki terbuka, kakinya seketika berhenti melangkah dan terdiam.
"Aku akan berganti pakaian dan segera kembali. Daaaah." Teriak seorang anak laki-laki melambaiklan tangan dan pergi berlari.
Apa ini! kupikir seorang pria dewasa yang bersamanya tadi! batin Kaneki yang melihat anak itu berlari.
"Permisi, ada keperluan apa kemari?" ucap seorang wanita dari arah belakang yang tak lain adalah Yuriko. Kaneki perlahan membalik badannya. Lagi-lagi dirinya terdiam saat melihat wajah itu dihadapannya, rambut yang tergerai panjan, wajah yang putih pucat, dan mata mereka saling menatap satu sama lain.
"Bukankah kau yang kemarin memperbaiki mesin cuciku?" tanya Yuriko yang sedang duduk dikursi rodanya.
"A--ku ingin mengembalikan uang yang kau titipkan pada bibi Marlyna" ujar Kaneki yang perlahan mendekati Yuriko. Yuriko hanya bisa terdiam saat melihat Kaneki perlahan berjalan mendekatinya.
Sekarang pria tinggi itu berdiri dihadapannya, Kaneki menjulurkan tangannya pada Yuriko dengan beberapa jumlah uang yang ia pegang, Yuriko mengangkat kepalanya keatas, menatap wajah Kaneki yang berdiri dihadapannya dengan sorot mata yang kebingungan.
***
Tangan Yuriko perlahan menggerakan roda yang ada disisi kanan dan kirinya agar kursi rodanya itu bergerak ketempat yang ia tuju. "Tunggu sebentar, aku akunngambilkan air minum untukmu?" ucap Yuriko pada Kaneki, setelah mempersilahkannya masuk untuk berbicara didalam rumahnya.
Kaneki yang sudah duduk dikursi terlihat sedikit canggung, mengingat dirinya pergi kesana hanya untuk mengenbalikan uangnya dan lekas kembali ketoko, walaupun sebernarnya Kaneki ingin lebih mengenal sosok Yuriko, perempuan yang membuat hatinya tidak tenang sejak kemarin.
"Tidak usah, lagipula aku tidak akan lama disini, aku hanya ingin mengembalikan uangmu saja, setelah itu aku akan kembali ketoko," ucap Kaneki.
Mendengar hal itu Yuriko terdiam, perlahan Yuriko menggerakan kursi rodanya supaya mundur kebelakang, agar dirinya bisa melihat jelas wajah Kaneki yang berada disampingnya. Yuriko menatap wajah Kaneki dan berkata. "Apa kau berpikir orang lumpuh yang tinggal sendirian sepertiku tidak tidak punya uang dan hidup dengan mengandalkan uluran tangan orang lain. Jika itu yang kau pikirkan, kau salah besar" ucap Yuriko menatap wajah Kaneki dengan senyuman tipis diwajahnya.
"Tidak-tidak, aku bukan bermaksud seperti itu, aku hanya ingi--" Kaneki belum menyelesaikan kalimatnya, tiba-tiba Yuriko tertawa kecil dihadapannya.
"Kenapa, kua tertawa?" ucap Kaneki gugup.
"Sepertinya kita harus berkenalan, agar bisa saling mengenal satu sama lain dan tidak salah paham seperti tadi. Lagi pula kau pernah bilang padaku kita akan berkenalan saat bertemu kembali" ucap Yuriko menarik bibirnya setelah berbicara, sehingga senyuman manis terukir diwajahnya.
Kaneki mengulurkan tangannya "Namaku Kaneki Ozaki." Ucap singkat Kaneki.
Yuriko menatap Kaneki dengan bibir tersenyum, ia membalas uluran tangan Kaneki. "Namaku Yuriko, senang bisa berkenalan denganmu Kaneki," ucap Yuriko.
Telapak tangan Yuriko sedikit hangat, Kaneki bahkan bisa merasakannya saat jari jemari itu membalas uluran tangannya. Yuriko. Nama yang sangat indah, batin Kaneki.