'Pergi dari sini Killian!'
'Kau harus selamat meskipun hanya kau saja, itu sudah lebih dari cukup.'
'Sebagai seorang Salvatore, anda harus tetap hidup dan merebut Tourmaline My Lord.'
'Lari, Killian!'
Peluh membasahi kening seorang pemuda bermanik ruby, jantungnya masih berdebar kencang seolah baru saja dipacu di tengah arena balap kuda. Mimpi buruk yang sama setelah bertahun-tahun lamanya selalu kembali lagi dan lagi, tak pernah mengijinkan pria berusia 25 tahun itu terlelap sepulas sosok lain di samping tempat tidurnya. Seorang pria lain bersurai pirang masih sibuk mendengkur keras dengan air liur yang bergelantung di sudut bibir.
Menghela nafas lega menjadi hal pertama yang dilakukan sang pria bermanik ruby kala menemukan bahwa dirinya masih berada di ruangan yang sama dengan semalam. Tanpa berkata apapun selain melirik teman sekamarnya yang masih terlelap. Segera saja ia beralih menuju sebuah lemari dan mengambil beberapa lembar pakaian, sebuah jubah, serta handuk. Barulah ia melanjutkan langkahnya menuju ruangan di sudut kamar yang terbilang cukup sederhana.
Kemeja putih yang basah karena keringat sehingga tampak tembus pandangnya telah berpindah tempat ke dalam keranjang rotan di sisi kanan wastafel. Saat ini sang pria bermanik ruby itu tengah menyiram rambut legamnya di bawah derasnya aliran air dingin, berharap bayangan sisa mimpi buruknya malam tadi menghilang.
Pantulan paras tampan dengan surai hitam legam dan manik merah saga menatap tajam tampak mengkilat bak bara api. Ia menatap lekat pantulan indah dirinya sendiri pada cermin, rahangnya mengeras untuk beberapa saat sehingga untuk meredam amarahnya ia memilih segera menanggalkan sisa pakaiannya, menyisakan tubuh kekar penuh otot dan sebuah luka sayat sepanjang punggung putih yang telah dipenuhi carut marut.
Tak ingin terlalu lama merendam dirinya dalam dinginnya air sehingga sekitar 10 menit kemudian ia telah meninggalkan bathtub tua[1] tempatnya berendam. Tangannya terulur meraih handuk yang telah tergantung tepat di samping bathtub, setelahnya ia lilitkan pada pinggang sebelum mulai mengenakan setiap pakaian serta atribut yang harus dipasangnya agar tak ada yang tertinggal.
"Lorcan, apa kau sudah selesai? Aku harus segera mengeluarkan bom dalam perutku!" seru sebuah suara cempreng berat yang tak lain tak bukan adalah teman sekamarnya. Pria yang dipanggil Lorcan itu segera memilih meninggalkan kamar mandi, takut jika kamar mereka dipenuhi aroma telur busuk teman sekamarnya.
"Astaga, kenapa kau sudah rapi sekali Kapten?" tanya pria pirang yang masih berdiri memegang gagang pintu.
Tanpa menanggapi pertanyaan lagi sang teman sekamarnya Lorcan memilih mengambil sepasang sepatu miliknya dan mengikat simpul setiap talinya. Iris rubynya melirik sosok pira pirang yang masih terdiam, menanti jawabannya.
"Jade, sebaiknya kau cepat. Apa kau lupa pagi ini kita harus melakukan ekspedisi ke wilayah Agate?" balas Lorcan tanpa menoleh ke arah pria pirang yang pasti telah memukulkan kepalanya pada kusen pintu.
"Sialan, bagaimana bisa kau tidak mengingatkanku!" Bukannya menjawab Lorcan justru beralih memakai sarung tangan hitam kulitnya, tepat sebelum meninggalkan kamar derit pintu kembali terbuka menampilkan sosok pria pirang yang telah bertelanjang dada.
"My lord, jangan lupa merubah warna mata anda," seru Jade sembari memberikan gesture menyentuh kedua matanya. Lorcan yang telah berdiri di hadapan pintu mengurungkan niatnya untuk meninggalkan kamar. Ia segera kembali melangkah menuju cermin di kamar mandi, tak memperdulikan sumpah serapah teman sekamarnya karena telah menerobos masuk.
Lorcan menghela nafas pelan, bagaimana bisa ia lupa menyembunyikan kedua iris saganya. Benar, sepasang iris mata yang ditakuti dan tak akan ada yang mengira bahwa salah satu pemilik manik bak permata ruby itu masih bernafas.
"Apa mimpi itu kembali menerormu?" tanya Jade yang sepertinya telah kehilangan hasrat untuk menjinakkan bom dalam perutnya. Lorcan terdiam masih memperhatikan sepasang iris saganya, setelah mengerjap beberapa kali dan sebelah tangannya menutupi setiap iris rubynya bergantian, barulah warna yang terpancar dikedua matanya berubah menjadi abu-abu sedikit kehitaman nyaris seperti batu onyx.
Jade tak beranjak sedikitpun dari tempatnya dan masih berdiri menanti penjelasan dari Tuan mudanya itu. Akhirnya pria bersurai legam itu mengangguk lemah. Tak ingin membahasnya lebih lama pria itu memilih segera meninggalkan kamar mereka untuk segera mempersiapkan pasukannya.
"Tuan muda, semoga segalanya segera membaik," lirih pria pirang itu yang memperhatikan bayangan sang Tuan yang telah menghilang dibalik pintu kayu.
******
Derap langkah sepatu seolah menjadi alarm pagi yang terdengar di penjuru halaman kediaman salah satu bangsawan kerajaan Tourmaline, Duke William Grisha Vladmire. Beberapa orang tampak melangkah tergesa dengan tali-tali kuda pada genggaman mereka. Seorang pria bersurai legam dan manik abu-abu baru saja memasuki halaman sehingga setiap orang dengan setelan pakaian kesatria yang bertemu dengannya segera menunduk memberikan hormatnya pada sosok dingin itu.
"Kapten Lorcan, apakah semuanya telah siap?" tanya seorang pria dengan setelan zirah baru saja memasuki halaman. Tanpa aba-aba pria yang dipanggil Kapten itu segera berlutut diikuti puluhan orang di belakangnya, siapa lagi jika bukan pasukan dari sang Kapten. Seulas senyum terpatri di paras tampan sang pria bersurai legam. Sebelah tangannya diletakkan tepat di depan dada, menciptakan senyum pada sosok pria berzirah di hadapannya kala melihat salah satu pedang andalannya itu telah bersiap.
"Segala sesuatunya telah siap, My lord," jawab sang Kapten sembari melirik ke arah belakang, dimana bawahannya itu tampak siap dengan berbagai barang serta kuda-kuda yang telah berjajar rapi. Tak lupa dua buah pedati[2] berisikan para pelayan yang turut serta untuk mengurus kebutuhan pasukan. Beberapa kotak berisi obat-obtan juga bahan persediaan makanan juga menjadi muatan dari pedati-pedati tersebut.
"Bagus, kita akan berangkat sekarang untuk memulai ekspedisi ke wilayah Agate," jelas sosok tersebut memulai pidato sebelum memimpin pasukan elite miliknya untuk segera melakukan ekspedisi keluar wilayah kerajaan.
"Temukan ras terakhir Agate dan bawa kepala mereka kepada Yang Mulia Raja Kalisto. Kalian adalah bagian dari pasukan elite Tourmaline karena itulah sebagai yang terpilih kita memiliki hak mutlak melindungi mereka yang tak berdaya."
"Tunjukkan taring kalian pada Agate yang telah berani menghina kerajaan tercinta kita, jika tidak hari ini maka tak akan ada hari esok."
Setelah mengucapkan pidato singkat tersebut pria berzirah perak dengan jubah hitam yang berkibar menaiki kuda putih yang telah disiapkan. Masih dengan posisi berlutut dan serentak setiap pasukan Vladmir turut menaiki kuda-kuda mereka. Dan tepat di bawah langit biru ekspedisi yang dilaksanakan hari itu akan memperluas wilayah kekuasaan kerajaan dimulai.
Mimpi buruk lain yang sama dengan salah satu sosok di antara para ksatria akan kembali tiba mengunjungi manusia-manusia yang lain. Menebarkan benih penderitaan yang lain tanpa ujung menciptakan duka serta rasa sakit. Tanpa disadari siapapun sosok berambut legam sekelam malam dan raut tanpa emosi tengah menahan gejolak dalam dirinya. Meredam dengan setiap akal sehatnya agar tak menghancurkan setiap langkahnya selama bertahun-tahun.
Dan hari ini adalah prolog dari sebuah pentas yang telah ia siapkan.
[1] Bak mandi
[2] Sebuah kendaraan atau alat yang memiliki dua atau empat buah roda yang digunakan sebagai sarana transportasi. Gerobak dapat ditarik oleh hewan seperti kuda, sapi, kambing, zebu atau dapat pula ditarik oleh manusia.