"Ogah!" jawab Kiya dengan cepat.
Raka tidak ingin moment berdua dengan Kiya berlalu begitu saja. Tiba-tiba tanpa meminta persetujuan Kiya terlehih dahulu, tangan Raka terulur lalu menarik tangan Kiya dan digenggamnya dengan erat. "Ki, aku mau kasih tau kamu sesuatu."
Refleks Kiya menepis tangan Raka ditangannya. Kiya berdecak kesal. "Gak usah modus lo!"
"Aku gak modus! Itu tandanya cinta."
Alis Kiya terangkat sebelah. "Hah?"
"Engg...aku tau hanya beberapa orang yang percaya cinta pada pandangan pertama, termasuk aku! Sebelum ketemu kamu, Ki, aku pikir cinta itu butuh proses. Ta—"
"Berisik lo ah!" Kiya menghentikan ungkapan Raka yang tulus.
"Kalo calon suami lagi ngomong jangan suka dipotong dong, sayang!" tegas Raka.
"Bodo amat!" jawab Kiya ketus. "Gue ngantuk! Mau bocan dulu." Kiya berdiri lalu segera berlari pelan meninggalkan Raka yang terlihat frustasi.
Raka memekik sambil mengusap dahinya yang berkeringat akibat percakapan yang membuatnya menguras hati dan pikirannya.
"Gagal maning, gagal maning!" gumamnya pelan.
***
Kicauan burung di perbukitan Gunung membuat Raka mengerjap dan menggeliat dalam tidurnya.
"Woy, sempit! Sana dikit kek lo!" celetuk Aji. Walaupun matanya masih terpejam dan kesadarannya belum terkumpul. Bokongnya mendorong tubuh Raka agar menjauh dari tubuhnya.
Raka yang merasa terusik tidurnya akhirnya memutuskan untuk bangun. Dia menatap lurus kedepan. "Si Alan mana, Ji?"
Aji diam tak menjawab.
Beberapa detik kemudian Aji menggeliat hingga kakinya menindih paha Raka. "ANJIR, AJI! BEGO!" Raka tersentak lalu berteriak heboh.
Aji melotot dan terbangun dari tidurnya, "Berisik lo!"
"Geli gue! Ngapain lo nempel-nempel sama paha gue? Horny lo pagi-pagi?"
Aji mengernyit dan sedetik kemudian melempar bantal ke wajah Raka.
"Bau iler dongo!"
"Iler gue wangi, kaya si Kiya!"
Raka melotot, sebelah alisnya terangkat saat nama Kiya disebut dan di dzholimi oleh sahabatnya sendiri. "Kiya wangi kaya masakan Bude Citra! Iler lo mah bau got didepan kampus, njir!"
"Sialan lo!" kata Aji kemudian berbaring disebelah Raka dan memejamkan matanya, melanjutkan mimpi indahnya lagi.
Raka memutuskan untuk keluar dari dalam tenda. Matanya langsung menangkap sosok Kiya yang sedang berbincang dengan Anggota Mapala. Raka tersenyum tipis. Dia mengagumi Kiya yang sifatnya 180 derajat berubah saat sudah berada di hadapannya, membuat hati Raka semakin mantap untuk terus menggapai hati cewek itu.
"Raka," Alan sedikit berteriak memanggil namanya. Kiya refleks menoleh ke arah Raka yang ternyata sedang menatapnya. Raka segera mengalihkan pandangannya mencari Alan saat matanya dengan Kiya bertemu.
Sambil berjalan, Alan memegang perutnya.
"Kenapa?" tanya Raka saat mereka sudah berhadapan.
"Bantuin gue dong! Perut gue sakit banget! Sumpah!"
"Gue bukan dokter!"
"Mintain obat, kek. Buat sakit perut nih. Tapi gue lupa siapa yang pegang kotak obat. Lo tanya aja satu-satu, atau tanya bini lo si Kiya! Dia kayaknya tau."
Raka tersenyum lebar. Dalam hatinya bersyukur, Alan memang benar-benar mengerti hatinya. Lagi sakit saja dia bisa membuat Raka lebih dekat dengan Kiya, bagaimana jika dia sembuh?
"Cepetan setan! Duh, perut gueee..." Alan meringis kesakitan. Raka masih saja terdiam, seperti sedang membayangkan sesuatu yang....jorok, pikiran Alan.
Raka segera melangkah dengan cepat menuju Kiya. Jantungnya kembali berdetak dengan ritme yang cepat, lebih cepat dari biasanya ketika Raka menatap mata Kiya yang juga sedang menatapnya kesal. Kiya yang merasa sedang diperhatikan langsung memutar bola matanya dan segera beranjak pergi dari perkumpulan Anggota Mapala cewek yang sedang asyik bergosip.
Raka terdiam hingga Kiya melewatinya. Tangannya refleks menahan tangan Kiya. "Kamu kenapa kabur?"
Kiya menatap tangannya yang digenggam oleh Raka. Dia berdehem, lalu Raka semakin mempererat cekalan tangannya pada pergelangan tangan Kiya. "Lepasin!" serunya.
"Raka!" tuntutnya karena Raka hanya tertawa melihat reaksi Kiya. Sambil masih menggenggam tangannya, Raka mengajaknya berjalan. Kiya tidak mau membayangkan akan seperti apa reaksi para Anggota Mapala saat melihat mereka berdua.
"Aku cuma mau tanya, yang pegang kotak P3K siapa? Alan lagi sakit perut butuh obat." jelas Raka sambil berjalan.
Kiya menghembuskan napas. "Lepasin dulu!"
Raka segera melepaskan cekalan tangannya.
Kiya berjalan mendahului Raka yang sekarang berjalan dibelakangnya. Kiya tersenyum tipis sambil memegang tangannya yang tadi digenggam Raka. Dia juga merasa malu karena berpikir untuk kabur. Kiya mengajak Raka ke depan tendanya, karena yang dicari oleh Raka berada didalam tendanya. Riri semalam meminjamnya untuk membaluri minyak kayu putih sebagai penghangat dimalam hari.
Kiya berhenti berjalan saat sudah sampai didepan tenda. "Lo tunggu sini! gue ambil dulu didalam."
Raka menganggukkan kepalanya, kemudian Kiya masuk ke dalam dan mencari kotak obat yang tergeletak disebelah tas Riri.
Kotak obat sudah berada digenggamannya, dia segera keluar dari tenda lalu memberikan kotak P3K nya pada Raka. "Bilang sama Kak alan, sorry gue lupa balikin."
Raka tersenyum tipis. "Iya, sayang!" Kiya memutar bola matanya kesal, lalu berjalan melewati Raka dan meninggalkannya.
Saat Kiya sudah bergabung lagi bersama teman-temannya, Raka segera berbalik dan berjalan menghampiri Alan dan Aji yang sedang duduk didepan tenda. Tangan Raka terulur kedepan wajah Alan. "Nih," Raka memberikan kotaknya pada Alan.
"Gak jadi!" Alan merebut botol yang ingin diminum Aji kemudian ditenggaknya hingga habis, lalu memberikan botol kosongnya kepada Aji.
"Bagus lo! Emang gue pemulung, botol kosong dikasih ke gue!" Aji mendumel lalu melemparkan botol kosong ke tempat sampah disebelah tendanya.
Raka duduk dibatang pohon besar di depan Aji."Udah gak mules?"
Aji tertawa kecil. "Emang gak mules kali, Rak,"
Mata Raka melotot. "Maksud lo?"
"Males nih gue! Pura-pura bego si Raka mah!" celetuk Alan.
Raka berpikir beberapa saat, "Kurang ajar lo!" ujarnya sambil melemparkan kotak P3K nya yang mengenai kepala Alan.
"Lo juga seneng kan pagi-pagi udah pegangan tangan sama Kiya, hehehe.." Kata Alan terkikik. Kemudian mata Alan memandang Kiya yang sedang heboh bercerita dengan Riri dan Amel, sesekali Kiya tertawa hingga menampilkan lubang dikedua pipinya. "Kayaknya lo tertarik banget sama Kiya, ya?" tanyanya.
Aji mengangguk-angguk sambil memandang Raka. "Iya, Rak, tumben banget lo sampai rela ikutin kegiatan begini. Lo kan anti banget!" timpalnya.
Raka terkekeh. "Dia tuh beda—"
"Power Ranger kali..." Aji memotong perkataan Raka, membuat Raka menjitak kepalanya keras.
Raka melempar beberapa daun kering di hadapannya ke arah kaki Aji yang bersila. "Dia galak! Tapi, seksi."
Aji berdiri, menepuk-nepuk pahanya yang kotor akibat kotoran dari daun yang dilempar Raka. "Hidup lo nyampah aja kerjaannya, Rak," kata Aji ketus, lalu kembali duduk lagi. "Percuma seksi kalau galak! Gak bisa diajak—"
Raka menendang kaki Aji. "Apaan lo?"
Tangan Alan terulur mengambil handphonenya didalam tenda, lalu membuka satu pesan masuk.
Jangan capek-capek, ya! Kalau udah ada signal hubungin aku, babe!
Alan tersenyum tipis saat membaca pesan dari Jessica, pacar barunya beberapa hari yang lalu. Sehubung Alan sibuk dengan Kegiatannya dan Tanggung jawabnya, membuat Alan tidak memedulikan handphonenya. Padahal pesan yang Jessica kirim sudah dua hari yang lalu, sebelum dia berangkat ke Gunung Slamet, tapi Alan baru membukanya sekarang. Ditambah lagi, tidak ada signal di atas bukit seperti ini. Alan sedikit menyesal tidak menghubungi Jessica terlebih dahulu sebelum melaksanakan kegiatannya kali ini.
Raka menyenggol kaki Alan, membuat Alan tersadar dari lamunan panjangnya. "Bantuin gue dong!"
Alan mengerutkan keningnya bingung. "Bantuin apa?"
"Mak comblang! Biasa lah Raka mah." celetuk Aji.
"Berjuang sendiri itu lebih terasa bahagia diakhirnya, Rak," Alan terkekeh. "Jangan agresif! Itu aja sih pesannya kalau mau deketin cewek galak!" lanjutnya.
"Njir, Mario Tegal!" Aji terbahak. "Cocok emang jadi Penanggung Jawab."
"Oh ya, kita lanjut jam berapa?" tanya Raka, Alan bangun dari duduknya dan disusul oleh Aji yang ikut berdiri.
"Setengah jam lagi. Mandi sana! Bau bangke lo!" perintah Alan lalu pergi meninggalkan Raka dan Aji.
Aji langsung masuk ke dalam tenda mengambil perlengkapan mandi disebelah tas Raka lalu keluar dan berlari. "Gue pinjem ya Raka ganteng!"
Mata Raka membelalak ketika melihat handuk, dan alat mandi nya dibawa oleh Aji, kemudian Raka mengejar Aji dengan langkah besarnya. "Kurang ajar lo curut!"
Riri dan anak Mapala lain yang tidak sengaja melihat aksi kejar-kejaran dua sahabat itu, lalu terbahak. Kecuali, Kiya.
***
Aku membutuhkan vote dan comment kalian silent readers :')