"Dari dulu, Papah udah tau kalau Kanaya itu baik. Papah seneng sih kalau ternyata Evans juga Deket sama dia. Papah pengen suatu saat nanti, Kanaya bisa jadi kerabat kita. Mungkin saat dia udah nikah nanti, dia masih bisa kita anggap sebagai anak kita," kata Anggara.
"Iya, Pah. Mamah juga pengen banget kayak gitu," jawab Risma.
Nindy berlari menyusul Devan, matanya dengan jeli menelusuri semua tempat yang ada di sekitar rumah sakit itu.
"Devan ke mana sih?" tanya Nindy kepada dirinya sendiri. Sejauh mata memandang tak ada sosok suaminya. Padahal rumah sakit itu dalam keadaan yang tidak terlalu ramai karena berada di area kelas atas atau PIV.
"Apa jangan-jangan Devan pergi ke taman? Dia kan biasanya kalau lagi marah kayak gitu butuh waktu sendiri dan harus liat yang hijau-hijau biar bisa tenang," pikir Nindy.
Tak ada salah mencoba, Nindy segera berlari ke taman rumah sakit. Ternyata benar dugaannya, Devan ada di sana. Laki-laki itu sedang duduk termenung.