Alika membuka pintunya pelan agar tidak menimbulkan suara yang pastinya akan terdengar oleh kedua orangtuanya. Kakinya mengendap-ngendap seperti seorang maling, keadaan rumah pun sudah gelap karena saat ini sudah waktunya tidur. Tangan gadis itu meraba-raba sekitarnya, takut menyenggol sesuatu. Saat akan menaiki tangga, lampu yang awalnya mati pun berubah menjadi nyala.
"Bagus banget, anak gadis baru pulang jam 11."
Deg
Alika menelan salivanya susah payah, ia mendengar suara Mamanya di belakangnya. Walaupun takut tapi ia memberanikan diri untuk menoleh ke Mamanya.
"Meet and Greet selarut ini pulangnya?"
"Maaf, Ma." cicitnya tanpa melihat ke arah Linda.
Ia juga hampir saja lupa jika Linda membatasi dirinya pulang bermain maksimal pukul 9 malam, dan sekarang sudah menunjukkan pukul 11 malam. Tidak tahu nanti akan terjadi apa pada dirinya, ia harap masih ada keberuntungan untuknya.
"Masih inget kan peraturan yang Mama kasih ke kamu?" tanya Linda dengan bersedekap dada, Sedangkan Alika hanya bisa mengangguk dengan kepala yang tertunduk
"Sekarang kamu tidur, kita bicarain ini besok sama Ayah kamu!" ujar Linda lalu meninggalkan Alika yang masih menundukkan kepalanya.
Ia tahu ini salahnya yang lupa akan waktu, Alika menghela napasnya pelan lalu kembali melangkahkan kaki menuju kamarnya.
Wajar saja jika Linda membuat peraturan untuk Alika, karena Alika merupakan anak tunggal. Ia ingin benar-benar mendidik Alika dengan baik, ketika ia menikah dengan Wahyu, Linda sulit mempunyai anak. Tapi, karena penantiannya bersama sang suami, setelah menikah selama 3 tahun akhirnya mereka dikaruniai Alika. Makannya dari itu, Linda sangat menyayangi Alika. Ia akan memberikan yang terbaik untuk putri semata wayangnya, walaupun dengan cara tegas seperti tadi.
Setelah membersihkan diri, Alika merebahkan tubuhnya ke kasur besarnya. Pandangannya menatap ke langit-langit kamar, menerawang jauh. Memikirkan apa yang akan dilakukan Linda besok, walaupun ia yakin Linda tidak akan menghukumnya. Hanya diberi nasihat.
Tangannya meraba sampingnya untuk membawa ponsel, setelah mendapatkannya ia membuka instagram dan mengetikkan sesuatu pada bagian Direct Message.
Ia mengirim DM pada Alfie, walaupun ia tahu bukan hanya dirinya saja yang memberikan pesan pada cowok itu sehingga bisa saja membuat pesannya tenggelam dengan cepat. Ia cukup sadar diri akan itu.
Setelah mengirim sederet pesan pada Alfie ia menyimpan ponselnya di atas nakas lalu menarik selimutnya dan masuk ke alam mimpi, semoga saja ia bermimpi indah.
***
Hari ini adalah hari bebasnya para pelajar, yaitu hari Minggu. Ada sebagian orang yang bermalas-malasan di kasurnya, tapi ada juga sebagian orang yang bersemangat untuk olahraga. Dan Alika tidak termasuk kedua opsi di atas, Alika sudah mandi dan menggunakan pakaian rumahannya tapi gadis itu tidak berniat untuk berolahraga.
"Alika, sarapan!" suara Linda mengintrupsi Alika untuk segera turun.
Alika beranjak dari kursi riasnya dan berjalan keluar dari kamarnya, helaan napasnya terdengar dari mulut Alika. Jujur saja ia sedikit gugup pagi ini karena ia yakin pasti Linda akan memarahinya seperti tadi malam, terlebih saat ia melihat Ayahnya yang sudah duduk di kursi makan. Perasaannya semakin tidak karuan.
Tangan Alika menarik salah satu kursi lalu menghempaskan bokongnya dan mulai memakan sarapannya, sedari tadi ia tidak berani mengeluarkan suaranya dan menatap kedua orangtuanya.
Setelah habis memakan sarapannya Wahyu berdeham memecahkan keheningan yang melanda mereka bertiga.
"Tadi malem ada yang baru pulang." Ujar Linda dengan membereskan piring kotor.
Wahyu melirik ke arah istrinya lalu beralih menatap Alika, "Kenapa bisa lupa waktu?" tanyanya dengan menatap Alika teduh.
Alika memilin jemarinya, mulutnya mulai membuka walaupun sulit, "M-maaf, Yah. Alika keasikan ngobrol,"
"Yaudah, lain kali gak boleh di ulangin!" perintah Wahyu tegas, nadanya menunjukkan bahwa tidak boleh melanggar ucapannya.
"Kamu gak boleh ngeidolain lagi si Alfie Alfie itu!" sahut Linda.
Alika menatap Mamanya yang sudah berada di hadapannya kembali, "Ma, kenapa gitu?"
"Gak ada protes! Karena idola kamu itu, kamu jadi lupa waktu!"
"Kamu ngobrol sama dia, kan? makannya kamu bisa lupa waktu kayak gini, pokoknya Mama gak mau kamu ngeidolain dia lagi. Dia juga bawa pengaruh buruk buat kamu, contohnya tadi malem kamu pulang telat gara-gara dia!"
"Mama, Alfie gak bawa pengaruh buruk buat Alika." Elaknya dengan menatap Linda tak percaya, bukankah Mamanya itu mendukung apapun yang dilakukannya selagi itu bisa membuatnya bahagia. Alika tahu, sangat tahu bahwa semalam ia berbuat kesalahan. Tapi, apa Linda sekecewa itu padanya?
"Sekarang kamu belain cowok itu? liat, Mas! apa dia gak berlebihan?"
"Udah-udah. Alika, untuk saat ini Ayah juga mohon sama kamu, jangan dulu ikut acara Alfie ya?"
Alika menatap kedua orangtuanya tak percaya, matanya sudah berkaca-kaca, "Ma, Yah, Alika tahu Alika salah. Tapi, Mama dan Ayah gak boleh nyalahin Alfie gitu aja! karena ini salah Alika, semuanya salah Alika."
Bersusah payah ia menahan air matanya agar tidak terjatuh, tapi ia gagal. Air mata itu sudah meluncur begitu saja tanpa seizinnya.
Gadis dengan rambut sebahu itu mengusap air matanya kasar, "Padahal salah satu kebahagiaan Alika ada di Alfie, aku pikir Mama dan Ayah bakalan maafin aku. Oh mungkin kesalahan Alika sangat besar, Alika minta maaf banget sama kalian,"
Linda dan Wahyu menatap Alika dengan perasaan bersalah, sebenarnya bukan maksud mereka berdua untuk mengambil kebahagiaan putrinya.
"Tapi, maaf. Kalo kalian nyuruh Alika untuk berhenti mengidolakan Alfie, Alika gak bisa, gak akan pernah bisa." lirih Alika dengan isakan tangisnya, ia buru-buru berlari menuju kamarnya dan menutup pintunya tak lupa juga ia menguncinya, untuk saat ini ia benar-benar ingin sendiri.
Dibalik pintu Alika menangis tersedu-sedu, air matanya terus mengalir, hidungnya sudah memerah, ia memukul dadanya saat merasakan sesak. Alika menahan tangisannya agar tidak menimbulkan suara, kakinya melangkah pelan menuju nakasnya untuk mengambil segelas air dengan harapan bisa menghilangkan sesak di dadanya saat meminumnya.
Alika menetralkan napasnya, tatapan kosong Alika menuju balkon kamarnya. Apakah jika ia menangis saat ini terlalu berlebihan?
Untung saja hari ini adalah hari libur, mungkin jika bukan hari libur ia tidak akan masuk sekolah dan meninggalkan materi pelajaran begitu saja. Alika terduduk di pinggir kasurnya, ia memikirkan apakah dirinya menuruti kemauan kedua orangtuanya atau mengikuti kata hatinya?
Tring!
Suara notifikasi dari ponselnya membuat Alika tersadar dari lamunannya, ia mengambil ponsel yang dilapisi case berwarna hijau army itu lalu melihat isi ponsel yang menyebabkan ponsel itu berbunyi.
Pesan yang dikirimkan oleh Chika membuat hatinya teriris, lagi dan lagi air matanya kembali meluruh. Ia tidak tahu harus melakukan apa saat ini, hatinya benar-benar sakit dan otaknya dipaksa untuk berpikir apa yang harus ia lakukan selanjutnya. Tangannya meremas bed cover guna melampiaskan rasa sakitnya.
"Lo kuat Alika!" ucap Alika pada dirinya sendiri.
Tring!
Ponselnya kembali berbunyi, Alika mengambil kembali ponselnya dan melihat si pengirim pesan. Ternyata Davi yang menanyakan kabarnya, Alika tidak membalasnya ia hanya melihat di bagian pop-up.
"I'm okay."
***