Makan malam digelar. Ke delapan orang yang merupakan satu keluarga itu tengah berkumpul dalam balutan kecanggungan. Makanan-makanan yang seharusnya lezat pun menjadi terasa hambar. Kebersamaan memang terlihat harmonis, tetapi tidak dengan kenyataan yang menunjukkan adu kebencian.
Belinda—sang Nyonya besar yang bijak—berangsur menghela napas. Prihatin dan miris berbaur menjadi satu meliputi hatinya yang selembut kapas. Impiannya untuk mendapatkan keluarga yang hangat, sampai sekarang tak dapat menjadi kenyataan. Yang ada justru perseteruan, miris, bukan?
"Di mana kamu selama ini, Putra Ayah?" tanya Javier sesaat setelah menatap Edward yang masih sibuh mengunyah makanan.
Edward menghentikan aktivitasnya. "Bekerja, Ayah." Ia menjawab dengan dingin seperti sikapnya selama tujuh tahun terakhir.
"Bekerja?" Dahi Javier mengernyit. "Setiap siang kamu abai dengan pertemuan, lalu, kamu bilang bekerja, Anak pertamaku?"