Raut wajahnya berubah drastis, dari yang sebelumnya tampak tertekan kini justru menekan. Urat hijau bermunculan, bahkan meski tanpa lipstik merah menyala, paras ayu itu begitu menyeramkan. Kedua jemarinya terkepal erat, senada dengan gemelutuk gigi yang kerap kali terdengar. Ia bagaikan singa betina yang kelaparan selama tujuh hari dan siap menerkam mangsa di hadapannya.
Benar, sampai si mangsa mulai menelan saliva. Peluh dan kecemasan mendadak meliputi dirinya. Betapa ia menyesal dan merasa bersalah. Sejak semalam pergi dari rumah, dan ketiduran di apartemen pribadinya, kini nasib sial akan menghadangnya. Saat niat hati memutuskan pergi agar tidak ada pertengkaran, justru berubah menjadi malapetaka ketika kekhilafan tak sengaja ia lakukan.
"Kamu dari mana semalam suntuk, hah?! Se-begitu kecewanya sama aku, sampai mau menghilang?!" Suara Febiana keras, menggelagar dan penuh warna merah menyala tanpa amarah sudah mencapai titik klimaks.