Arvin bergerak mendekat ke sisi Davin yang masih bekerja. Dengan lagak sok ingin tahu dan penasaran, ia merundukkan badan kemudian berbisik, "Apa Kak Davin mendapatkan rencana baru?"
Davin langsung menghentikan gerakan tangannya yang masih menulis dengan menggunakan pena hitam. Matanya yang abu-abu menatap lurus ke depan. Sesaat setelah menghela napas, ia menoleh dan menatap Arvin.
"Sudah pasti!" ucap Davin dengan tegas. "Kamu bilang kamu sudah menyerah, tapi kenapa lagakmu sangat ingin tahu?"
Arvin menarik tubuhnya lagi. Ia mendongakkan kepala, menghela napas, serta berangsur memasukkan kedua telapak tangannya ke dalam saku celana. Detik berikutnya, Arvin berjalan ke seberang meja. Lantas, ia duduk di hadapan kakak keduanya itu.
"Menyerah? Mm, aku memang sudah menyerah untuk mendapatkan posisi Edward. Tapi, tidak dengan melengserkannya," ungkap Arvin.
Davin memicingkan matanya. "Apa kamu serius, Arvin?" tanyanya.