"Mama...," teriak Stella saat melihat Bulan memasuki rumah. Ia segera turun dari pangkuan Anas.
"Opa gimana, Ma?" tanya Stella.
"Opa istirahat, jadi mama Pulang. Nanti kalau opa bangun Mama ke rumah sakit lagi," jelas Bulan.
"Stella ikut." Stella tiba-tiba kembali merengek pada Bulan.
"Hmmm. Kalau opa sudah pulang kerumah ya sayang. Kata bu dokter anak kecil nggak boleh kerumah sakit." bujuk Bulan.
"He.em." Stella menganggukkan kepalanya.
Sadangkan Bintang yang langsung menghampiri Anas menjelaskan keadaan Wibowo. Anaspun meminta Bintang untuk memberikan fasilitas terbaik pada perawatan Wibowo. Bulan yang mendengar percakapan Anas dan Bintang menghampiri mereka.
"Terima kasih, Pa," sahut Bulan yang duduk di sebelah Bintang.
"Papa sangat baik dengan saya dan papa saya." Bulan melanjutkan ucapannya dengan mata yang berkaca-kaca.
"Apa yang papa lakukan memang harus di lakukan. Karena tidak ada Saya saat ini jika tidak ada ayahmu." Anas menenangkan Bulan.
Bintang memeluk Bulan yang hampir menangis, sedangkan Stella hanya menatap mereka bergantian. Kemudian Bintang memangku Stella yang terlihat bingung.
***
Di rumah Wibowo, Johan memberanikan diri untuk datang. Ia menghentikan motornya dan segera mengetuk pintu rumah Wibowo, namun tidak ada jawaban.
"Sial, kemana sih!" umpat Johan dalam hati.
Johan berjalan dengan kesal meninggalkan pintu Rumah Wibowo. Namun belum jauh dia melangkah suara kunci pintu terbuka. Dan munculah sosok wanita.
"Siapa?" tanya Bu siti dengan sapu di tangannya.
"Oh maaf mengganggu, Benar kah ini rumah Bulan?" tanya Johan dengan sopan.
"Benar, tapi non Bulan lagi di rumah sakit," jawab bu Siti.
"Siapa yang sakit?" johan mengerutkan keningnya.
"Ayahnya, tadi pagi tiba-tiba pingsan." "Emm. Mas ini siapa?"
"Oh, saya teman Bulan dari surabaya."
"Iya-iya, tapi Non Bulan nya sedang tidak ada." Bu siti terlihat kasihan mendengar Johan dari luar kota,
"Kalau begitu bisa minta nomor handphone Bulan?" tanya Johan.
"Aduh, saya nggak berani ngasih mas. Mending mas kesini saja lain waktu." Bu siti menolak permintaan Johan
"Oh nggak apa-apa, kalau begitu saya pamit." Johan memasang senyum palsu yang menutupi kekesalannya.
"Iya, hati-hati." Bu Siti mengantar Johan hingga keluar dari pintu gerbang. Dan segera menutup pintu gerbang yang memang lupa ia tidak tutup.
Johan dengan kesal mengendarai motor dengan mengebut. Pikirannya terngiang-ngiang tentang Bulan. Ambisinya untuk memiliki Bulan muncul setelah pertemuan itu. Semakin ia pikirkan semakin ia tidak bisa fokus dengan pekerjaannya, seperti saat ini. Ia sedang menyetir tapi pikirannya kepada Bulan.
"BRaakkkkkk"
Tiba-tiba Johan menabrak Mobil yang berhenti karena lampu merah. Ia terpental beberapa meter dari motornya. Semua orang berkerumun menolong Johan yang merasa kesakitan pada bagian kaki dan tangannya. Ia di pindahkan ke trotoar untuk di beri minum agar lebih tenang.
"Arrrgh" pekik Johan yang kesakitan dengan menyentuh lengannya.
"Bawa saya kerumah sakit pak," ucap Johan paada seseorang yang menolongnya.
"Ba-baik," laki-laki paruh baya itu terbata-bata. Ia segera mencari taxi untuk mengantar Johan kerumah sakit yang kebetulan tidak jauh dari tempat kejadian tersebut.
"Mas, ayo bawa ke taxi itu," ucap laki-laki itu setelah mendapatkan taxi. Ia mengantar Johan hingga ke rumah sakit. Sedangkan Motornya di titipkan ke salah satu bengkel terdekat. johan sadar dan bisa merasakan sakit yang luar biasa. Sehingga ia berteriak-teriak seperti orang kesurupan, hal itu membuat sopir taxi dan orang yang membantunya cemas sendiri.
Setelah 15 menit perjalanan, taxi yang membawa Johan sampai di depan rumah sakit. Segera Johan di bawa ke UGD. Sopir taxi itu di bayar oleh orang yang menolongnya. Ia pun menunggi hingga Johan selesai penanganan. Cukup Lama menunggu. Cemas dan takut menyelimuti pria paruh baya itu. Bahkan ia duduk, berdiri dan duduk kembali. Hingga perawat memanggilnya, dan menanyakan data-data Johan. Ia kebingungan karena ia memang tidak mengenalnya. Namun tak lama seorang dokter keluar dan mengajaknya bertemu dengan Johan.
"Pak, terima kasih sudah menolong saya. Ini kartu nama saya. Dan untuk semua biaya disini saya sendiri yang tanggung." Johan menyodorkan satu lembar kartu nama dengan tangan bergetar.
"Sama-sama nak, keadaanmu bagaimana?" tanya pria itu.
"Saya lebih baik, oh iya, siapa nama anda?" johan mulai kehilangan kesadaran.
"Nama saya Toni."
"Baik pak Toni. Anda tidak perlu khawatir akan biaya. Saya tidak akan merepotkan lagi. Saya akan membayar semua setelah proses ini selesai." Dan tiba-tiba Johan tidak sadarkan diri.
"Dok, ini kenapa?" tanya Pak Toni dengan cemas.
"Anda tidak perlu khawatir, ini efek dari obat bius pak," jawab dokter yang menangani Johan.
"Sebenarnya anda tidak boleh masuk kesini, namun karena permintaan pasien jadi saya ijinkan." Dokter itu menggiring Toni keluar.
Toni di hadapkan dengan formulir persetujuan tentang tindakan operasi. Tidak berfikir panjang ia menanda tanganinya. Namun saat suster meminta DP awal biaya operasi Toni mulai bingung, dan saat barsamaan suster menitipkan dompet milik Johan. tangan Toni bergetar memegang dompet itu, namun ia segera membuka dompet itu dan mengeluarkan beberapa lembar uang dari dompet Johan dan menyerahkan pada bagian administrasi.
Setelah melakukan pembayaran, Toni menunggu hingga hari mulai gelap. Ia mondar mandir mengelilingi ruang tunggum memang ia tidak Kenal dengan Johan namun ia merasa tidak tega untuk meninggalkan Johan sendiri.
Hingga pukul 19:00 Toni melakukan sholat Isyak. Ia mendokan khusus untuk Johan. Ia berdiam diri di sebuah masjid fasilitas Rumah sakit. Hingga pukul 20:00 ia kembali dan melihat Johan di bawa ke sebuah ruangan observasi. Toni mengikuti para suster dan dokter itu namun saat hendak masuk di tahan oleh salah satu suster.
"Maaf pak, pasien harus berada di ruangan observasi dulu, dan tidak boleh ada yang menjenguk," ucap suster itu.
"Bagaimna keadaannya sus?" taya kon dengan nada Bergetar.
"Pasien pasca operasi jadi masih di bawah pengaruh obat bius. Anda tidak perlu khawatir karena operasinya berhasil dan berjalan dengan lancar," jelas suster tersebut dengan sopan dan sabar.
Toni mendengar penjelasan Suster tersebut bernafas lega, namun tidak bisa di pungkiri ia masih terlihat khawatir. Bahkan ia rela tidur di ruang tunggu menunggu Johan sewaktu-waktu tersadar dari tidurnya. Namun hingga adzan subuh berkumandang ia melihat dari jendela ruangan observasi Johan tidak berubah posisi. Ia memutuskan untuk sholat subuh dan membersihkan diri. Hingga matahari muncul dan menunjukan pesonanya Toni kembali melihat Johan. Dan ia melihat pergerakan pada tangan Johan.
"Sus, lihat dia bergerak," ucap Toni pada suster yang berjaga.
Segera Suster itu menghampiri Johan, dan Benar ia mulai membuka mata secara perlahan. Suster memanggil dokter untuk melalukan pemeriksaan pada Johan. toni pun terlihat sangat senang dan lega. Sehingga ia bisa pulang sebentar untuk melihat warung yang ia tinggalkan begitu saja saat menolong Johan Kemarin.
Author Note:
Haii.... Karena pada minta Creazy up. Selain author yang di challenge, readers juga di challenge. Kalau powerstone sampai 10 jika tembus dalam sehari akan ada tambahan bab. Oh iya karena maraknya plagiat, jika ada yg melihat karya saya ini di aplikasi lain bisa langsung kabarin ya.. Thank you...