POV Nadia
Setelah peristiwa di villa itu, aku menjadi tersadar. Perlahan aku mulai menjauhi Roni.
Yang aku lihat, awalnya dia nampak senang bisa lepas dariku. Begitupun aku, aku mulai bisa terbiasa hidup tanpa Roni. Maksudku mengejar cinta Roni.
Aku mulai menjalani hidup bahagia bersama Adit, pacarku,-
Tapi lambat laun sikapnya padaku berubah. Aku merasa dia seperti orang lain. Dia seperti bukan Roni.
Roni menjadi berubah menyebalkan. Dia lebih suka mengerjai aku. Dan yang lebih menyebalkan lagi, dia suka sekali menjadi pengganggu, saat aku bersama Adit.
Seperti siang ini. Adit dan aku pergi ke pantry untuk makan siang. Aku membawa bekal sendiri dari kost untuk diriku sendiri, dan tak lupa untuk Adit juga.
Tiba-tiba Roni datang dengan tatapan sinis. "Waktu makan siang udah mau abis, cepetan kalian makannya," cibir Roni.
"Malah asyik-asyikan pacaran lagi." Imbuhnya.
"Ya ampun Pak Roni ini masih jam berapa? Belum juga dibuka pak kotak makannya," keluhku. Sementara Adit hanya diam. Iya Adit diam karena tidak ingin punya masalah dengan CEO kantor ini. Adit memang adem, dan lebih memilih mengalah.
"Nadia, tolong segera habiskan makan siangmu, lalu berikan laporan yang saya minta tadi pagi."
"Nancepin gunting ke kepala bos nggak dosa kali ya?" desisku pelan.
Tapi celakanya Roni dengar.
"Kamu bicara apa tadi?" Roni bertanya sambil memajukan telinganya.
"Enggak Pak, enggak,- ini saya mau cari gunting kok, nancep dimana gitu tadi?" jawabku celingukan.
Lagian, orang masih jam makan siang, makanan juga belum habis, sudah tanya soal kerjaan.
Selang beberapa menit saat makanan kami kebetulan telah habis Roni datang lagi dengan gelas kosongnya. Sebagai pegawai yang inisiatif aku menawarkan diri membuatkan kopi untuknya. "Mau kopi lagi Pak?"
"Nggak terimakasih, lagipula saya bisa nyuruh OB, kopi buatan kamu nggak enak."
"Ya syukurlah kalau tidak enak, lagian itu memang tugas OB," jawabku sinis. Dia tidak tahu saja, kalau aku yang dulu selalu membuatkan kopi untuknya. Sekarang, aku tidak mau.
"Saya kesini cuma pengen negor kalian, apa kalian sudah bekerja dengan baik kok masih ngobrol disini?" sindirnya.
"Bagaimana dengan jadwal saya hari ini apa udah disiapin?" tambahnya.
"Sudah Pak," jawabku singkat.
"Kalo gitu jadwal buat besok," imbuhnya.
"Udah juga," aku jawab malas. Setelah itu tanya jawab kami bersahutan seperti acara cerdas cermat anak SD.
"Buat laporan mingguan?"
"Kan sudah saya kumpulkan Pak kemarin,"
"Lupa," dia melengos.
"Laporan bulanan?"
"Sudah juga di meja saya Pak," jawabku kali ini tengil sambil membersihkan dan mengecek jari kuku.
"Kalo bahan presentasi?" jangan bilang juga udah?" tanyanya sambil menunjukku.
Aku sunggingkan senyum terbaikku seraya berkata, "presentasi harian mingguan bulanan sudah semua Pak."
"Kalau semua sudah kamu kerjakan ngapain masuk kerja tidur aja sana dirumah!" Dia menatap kesal.
"Lho gimana sih Pak? kemarin aja saya sakit ijin nggak boleh, nanti kalo saya di rumah dimarahin lagi?" jawabku. Adit yang mendengar percakapan kami menahan tawa.
Roni menatap tajam pada Adit yang tidak bersalah. "Kamu mau menertawakan saya?"
Adit tersenyum tipis, "Nggak kok pak," jawab Adit.
Sebelum kami membubarkan diri kami membuat janji akan pulang bersama nanti sore. Setelah pulang kerja kami akan nonton di bioskop. Selesai nonton kami akan dinner.
Hari ini ada film bagus untuk ditonton. Aku bersedia karena ku pikir ini weekend. Aku merasa penat dengan pekerjaan kantor. Lagipula pekerjaan kantor sudah selesai, begitupun Adit. Waktunya quality time dengannya.
Waktu sudah menunjukkan pukul 17.00 wajahku begitu riang dan berseri-seri. Senyum merekah di bibir. Juga hati yang berbunga-bunga karena senang mau berkencan dengan kekasih hatiku.
Mataku beredar ke seluruh ruangan menunggu kedatangannya. Sesekali aku bangkit dari tempat duduk untuk mengecek. "Tapi kenapa belum datang?" Berkali-kali pula aku mengecek jam tanganku. Padahal sudah lewat 30 menit, biasanya Adit selalu on time. Aku mencebikkan bibir kesal.
"Haaa iya itu dia." Senyumku mulai merekah melihat Adit datang. Sama sepertiku Adit juga datang dengan wajah yang terlihat bersemangat. Aku meraih tasku yang sedari tadi sudah ku persiapkan.
"Kok tumben lama yank?" Aku memulai percakapan.
"Iya tadi suruh revisi laporan. Maaf ya sayang aku telat." Adit mengusap rambutku lembut.
"It's okay honey, yuk pergi sekarang," aku menggandeng tangannya.
Tiba-tiba Roni keluar dari ruangannya, "kalian mau kemana?"
"Waduh kalau si Rahwana keluar bakalan bikin huru-hara ini pasti," aku berbisik dibalik punggung Adit.
"Sudah jam pulang kantor pak, saya dan Nadia mau pulang," jawab Adit.
"Nggak bisa, Nadia ada lembur malam ini, buat persiapan meeting dengan PT. Investama besok," jelas Roni.
Aku mengernyitkan dahi bingung kan meetingnya masih seminggu lagi, "Pak bukannya masih seminggu lagi?" Aku berusaha mengelak, karena seharusnya masih bisa dikerjakan esok, proyeknya masih lama.
"Mereka mempercepat kontraknya, ya udah terserah mereka dong."
"Yahhhh, kok mereka nggak konfirmasi ke saya dulu Pak?" Aku mengeluh menepuk jidat.
"Mereka menghubungi saya langsung, udah nggak usah protes!"
"Ya udah kita reschedule ulang ke bioskopnya besok ya Nad?" Adit membujuk kasihan padaku.
Aku menarik nafas kesal,mulutku sudah terbuka ingin memakinya tapi itu akan percuma saja. Aku tidak ingin membuang energi untuk berkilah dengan Roni. "Si Bos rese yang super duper bozy nyebelin ngeselin."
Aku sudah bersiap di meja kerjaku, lalu Roni datang membawa setumpuk berkas untuk aku kerjakan "Nih kerjain!" Suruhnya meletakkan berkas dengan kasar.
Tak memakan waktu lama untukku mengerjakannya. Aku sudah terbiasa mengerjakan banyak tugas dan semua bisa cepat aku selesaikan.
Aku membuka pintu Roni untuk mengumpulkan tugas. Masih ada waktu. Aku berharap masih bisa pergi dengan Adit ke bioskop malam ini. Paling tidak kalau tidak bisa ke bioskop bisa dinner bareng.
"Ini pak, semua sudah saya kerjakan, saya sudah boleh pulang kan sekarang?" Decihku mengernyitkan dahi.
"Padahal berkasnya cukup banyak tadi,bisa cepet juga ya kamu kerjainnya? hebat," Pujinya sambil menyunggingkan senyuman.
"Iya, dan sekarang anda tinggal tanda tangan aja disini, udah beres, besok kita presentasi. Sudah ya pak , saya mau pulang?" Aku berbalik badan mencoba melangkah pergi.
"Tunggu, jangan pergi dulu, sebenarnya saya sudah terlalu capek hari ini Nad, saya juga sudah terlalu malas buat baca sebanyak ini malam-malam gini." Ungkapnya sambil duduk bersandar di kursi kerjanya dan memainkan bolpoin.
"Ya terus, saya mesti ngapain?" Aku membalikkan badan lagi ke arahnya.
Dia mendekat dan wajahnya semakin mendekat ke wajahku. Akupun waspada dan menjadi takut. "Mau ngapain?" Aku beringsut mundur.
"Ya kamu bacain itu buat saya, terus baru saya mau tanda tangan dan kamu boleh pulang," Perintahnya.
"Huft." Aku menghela nafas sambil melihat ke langit-langit malas. "Oke."
Bagaimanapun aku tetap harus menurutinya. Karena dia bosku. Aku harus sabar. Aku menenangkan diriku sendiri.
Aku mulai membacakan berkas-berkas yang ku sodorkan tadi. Selang beberapa menit Roni sudah mulai menguap. Sepertinya sudah mulai mengantuk. Padahal belum semua berkas aku baca sampai habis. baru dapat separuh.