Chereads / Nadia Secret Admire si Boss / Chapter 7 - BAB 7 POV Roni

Chapter 7 - BAB 7 POV Roni

POV Roni

Aku senang sekali sekarang hidupku jauh lebih bebas dari sebelumnya. Tidak ada lagi wanita aneh yang membuntutiku setiap saat. 

Tidak ada lagi yang cerewet memaksaku untuk makan pagi, makan siang. Dia memperlakukan aku seperti anak kecil saja.

Aku tahu alasan dia melakukan itu semua padaku. Dia menyukaiku semenjak aku menjadi kakak kelasnya di SMA.

Entah apa yang ia sukai dariku. Aku sendiri merasa tidak ada yang istimewa dariku. Aku tidak pernah bersikap baik padanya, bahkan bisa dibilang sikapku padanya dingin. 

Tiba-tiba suara ketukan pintu. Ternyata itu Nadia.

"kamu pasti mau bertanya saya sudah makan atau belum gitu ya?" tebakku.

"atau mau tanya, mau makan apa gitu?" imbuhku.

Nadia menghela napas, "sayangnya bukan pak, saya cuma mau minta file, yang saya kasih tadi."

"tumben, biasanya kamu sok tau,"

"nih filenya," jawabku pura-pura tenang, padahal malu, karena tebakanku tadi salah.

Nadia mengambil file dengan ekspresi wajah datar.

Setelah Nadia pergi, aku membayangkan lagi perjalanan hidupku, sampai saat ini, aku belum pernah mempunyai pacar. 

aku sulit sekali untuk menyukai seorang gadis. Hanya sekali aku pernah menyukai seseorang. Namanya 'Amira' 

Waktu itu kami kelas 3 SMP, dan kami sekelas. 

Tidak ada yang bisa menggantikan posisi Amira di dalam hatiku. Dia cinta pertamaku. Dia adalah gadis yang sangat cantik, pintar dan ceria. Dialah semangatku.

Dia adalah gadis yang sederhana. Dia bahkan tidak tahu kalau keluargaku punya pabrik garmen.

Amira yang telah mengubah hidupku. 

Dulu aku adalah orang yang tidak percaya diri. Aku pemalu. Tidak banyak bicara.

Aku jarang belajar. Nilaiku juga tidak ada yang bagus. Semua itu karena aku sudah patah semangat. Orang tuaku bercerai sejak aku kelas 1 SMP.

Namun Amira datang, dan mengubah semuanya. Dia memberi warna baru pada hidupku. Dia membuatku semangat. Darinya juga aku menjadi mempunyai tujuan hidup.

Namun sayang Tuhan lebih menyayanginya. Tuhan memanggilnya di usia yang masih sangat muda. Kelas 3 SMP.

Ketika aku menemukan arti cinta, ketika itu pula Tuhan memanggilnya. Padahal aku sangat mencintainya.

Amira adalah alasan kenapa sampai saat ini aku tidak mau punya pacar. 

Dulu waktu kami kelas 3 SMP, aku pernah menyatakan cinta pada Amira.

Namun cintaku ditolak waktu itu. Amira bilang dia belum bisa menerimaku, kalau aku belum sukses bekerja. Dan dia juga akan menjadi wanita yang sukses. Dengan begitu kami akan menjadi pasangan yang sama-sama sukses.

"Amira, aku udah lama suka sama kamu, boleh nggak kamu jadi pacarku?" Aku beranikan diri ungkap perasaanku padanya waktu itu. Meski akhirnya aku ditolak.

Aku bahkan masih mengingat kata-kata penolakan darinya, "Ini bukan suatu penolakan Ron, tapi aku belum berpikir tentang cinta. Aku masih fokus belajar, untuk mengejar cita-cita."

"Tapi aku tidak akan menggangu konsentrasi belajarmu Ra," jawabku tidak mau kalah.

"kita fokus belajar dulu ya? Nanti kalau udah sama-sama sukses, aku akan menerima cintamu," jawabnya lembut.

Sejak saat itu aku belajar lebih giat, agar nanti aku sukses dan bisa memiliki Amira. Dia adalah juara umum di sekolahku. Kami sering belajar bersama.

Lalu sesuatu terjadi. Amira meninggal saat kami sekelas berlibur ke sebuah air terjun. Dia terpeleset, lalu meninggal.

Karena itulah. Ketika aku melihat genangan air aku selalu teringat pada Amira. 

Seperti waktu acara gathering di villa waktu itu. Saat ke danau ada air terjun kecil, tiba-tiba aku jadi teringat pada Amira. Aku bahkan marah ketika Nadia menyusulku dengan payung merahnya itu.

"Pak, ayo ikut saya, nanti anda sakit," ajaknya. Tapi aku malah membentak wanita malang itu.

Amira kenapa kau ingkar janji? Bukankah kau akan menerima cintaku kalau aku sudah sukses?

Sekarang aku sukses bukan? Tanpa sadar aku meneteskan air mata, ketika melihat fotonya, yang sedari pagi aku ratapi.

Raganya sudah tidak ada di dunia. Namun dia tetap hidup di hatiku. Meski aku belum sempat memilikinya. Bagiku dia masih hidup.

Aku belum bisa melupakan Amira. Aku sudah bertekad tidak akan punya pacar sebelum aku bekerja.

Kemudian Nadia datang ke hidupku. Aku selalu merasa nyaman di dekatnya. Tapi bukan berarti aku menyukainya. Itu hanya karena dia seumuran dengan adikku Rena. Dia adalah sahabat Rena.

Dia sudah salah mengartikan sikapku selama ini padanya. Dan akhirnya dia menyukaiku. 

Aku kira setelah lulus SMA dan hilang komunikasi, perasaannya padaku menjadi berubah. Aku kira dia sudah tidak suka lagi padaku.

Tapi takdir berkata lain. Justru mamaku sendiri yang menyuruhnya menjadi sekertarisku. Aku pernah mengusulkan untuk menggantikan posisinya. Tapi mama tidak setuju.

Iya aku akui Nadia memang bagus kerjanya. Dia selalu bisa diandalkan.

Aku pikir, jika aku bersikap dingin padanya, dia akan berhenti mengejarku. Tapi ternyata aku salah. Dia justru masih mengejar cintaku.

Nadia bahkan memperhatikan hal-hal kecil mengenai apa yang aku butuhkan.

Aku sendiri tidak tahu kapan persisnya Nadia menyukaiku. Yang aku tahu, sejak Rena masuk SMA, Nadia sering main ke rumah. Rena juga sering ke rumah Nadia.

Mereka bersahabat dekat. Akrab sekali, mungkin karena mereka berdua mempunyai  hobi yang berkaitan. 

Iya berkaitan. Nadia hobi  memasak. Sedang Rena hobi makan.  Masakan Nadia selalu enak, aku tahu karena aku adalah orang pertama yang akan menjadi juru cicip mereka.

"kak Roni, masakanku udah Mateng, nih cobain," kata yang selalu Nadia ucapkan, ketika masakannya matang.

Kemudian Nadia dan Rena mengikuti jejakku masuk ke organisasi pengurus OSIS di sekolah kami. Dan kami menjadi semakin sering bertemu.

Aku sangat dekat dengan adikku. Aku sangat menyayangi Rena. Berbeda dengan kakak adik pada umumnya, yang tidak akur, bahkan sering bertengkar.

Aku dan Rena justru begitu dekat. Aku selalu bersikap lembut padanya. 

Aku tidak ingin Karena perceraian orang tua kami Rena menjadi kekurangan kasih sayang seorang ayah. kami tinggal bertiga dengan mama. Sementara papa tinggal sendiri. Jadi anggap saja aku pengganti papa.

Aku pikir, mungkin Nadia menjadi suka denganku karena sering ke rumahku. Aku juga sudah menganggap Nadia seperti adikku sendiri. Tapi dia mungkin  menganggapku lebih dari itu. Entahlah, itu hanya perkiraanku saja.

Dulu dia masih bersikap wajar padaku. Dan aku sangat terkejut ketika, Rena bilang Nadia menyukaiku. Dan itu tepat di depan aku dan Nadia langsung.

Kasian Nadia, sepertinya dia belum siap menyatakan cinta hati itu. Tapi Rena malah bilang langsung padaku. Muka Nadia waktu itu memerah. Dia pasti sangat malu waktu itu. Terlebih aku menolak cintanya. 

Padahal Nadia sudah gigih mengejar cintaku. Dia yang sebelumnya manja dan tidak pernah belajar, semenjak dekat denganku menjadi rajin belajar. Nilai akademiknya  juga menjadi meningkat pada waktu itu.

Waktu acara kelulusanku, dia bahkan memamerkan nilainya. "nih kak nilaiku bagus semua, sekarang mau kan jadi pacarku? kan kita dah sama."

"aku tetep nggak bisa Nadia, maaf kamu terlalu baik."

"jawaban macam apa itu kak? kalau gitu aku juga bisa jadi begal," jawabnya kesal. Dalam hatiku waktu itu mau tertawa.

Bahkan yang aku tahu. Di CV nya melamar kerja, dia lulus sarjana dengan predikat cumlaude.

Selain cerdas, dia juga cekatan.

Tapi itu semua tidak mampu membuat hatiku tersentuh untuk menerima cintanya. 

Kalaupun aku paksakan, aku hanya akan menjadikannya pelampiasan bukan?

Mungkin aku masih terbelenggu oleh bayangan masa lalu. Aku masih belum bisa menerima kepergian Amira sampai saat ini.

Sudah sekian tahun. Aku Pun lelah dan tersiksa dengan hal ini. Tapi aku juga belum bisa melupakan Amira.