Chereads / COUPLE WORLD FOR 'JOMLO' / Chapter 4 - CWFJ 04 : Usia Ideal Menikah

Chapter 4 - CWFJ 04 : Usia Ideal Menikah

Klek!!

Nea baru saja membuka pintu apartemennya. Hendak saja ia ingin tersenyum dan menyambut kedua orang tuanya dengan pelukan, namun kedua telinga Nea yang ada mendengar omelan dari ibu negara.

"Password pintu itu jangan diubah-ubah kenapa sih? Mama sama Papa kan juga biar mudah masuknya, gak nungguin kamu bukain pintu."

Nah kan, Nea paling malas kalau sudah begini. Gadis itu langsung berbalik saja dan kembali menuju meja makan.

"Anak kamu tuh Pa.. kalau dibilangin kayak gitu." Gerutu Hana lagi.

Dika hanya bisa terkekeh dan menggelengkan kepalanya. "Ya kamu juga salah. Harusnya kita minta maaf udah ganggu waktu Nea sore-sore begini pasti dia juga baru aja pulang kerja. Masalah password pintu gak ada salahnya juga kalau diganti, Ma.. itu aman juga buat Nea."

Nah, Nea tersenyum ketika mendengar ayahnya membela dirinya. Memang yang paling klop dengannya adalah sang Papa.

Gadis itu kemudian menuju ke ruang keluarga dengan membawa nampan kayu yang lebar. Di atas nampan kayu itu terisi sepiring makanan dan tiga gelas air putih.

"Nea ganti baju dulu yah.. nitip makanannya. Nea belum makan." Ujar Nea.

Hana dan Dika mengangguk saja seraya mengambil gelas berisi air putih masing-masing.

"Kamu tuh ke sini jangan dadakan. Nea pasti juga lagi urusin dua kafenya itu kalau sore. Kayak nggak kenal sama anakmu aja." Omel Dika pada istrinya.

Hana kemudian sedikit ngambek dan mendengus pelan. "Kalau gak gini, kapan bisa ketemu? Nea pulang ke rumah cuman dua minggu sekali. Tetangga sampe ngira kalau kita itu gak punya anak. Mana tetangga kita udah ganti tiga generasi!!"

Mendengar hal itu Dika terkekeh geli. Mereka memang tinggal di sebuah perumahan residence. Jadi posisi rumah memang sangat berdekatan.

Yang dibilang Hana memang benar. Tetangga mereka sudah ganti tiga generasi. Setiap enam atau tujuh tahun sekali, pasti penghuni sekitar mereka tiba-tiba berganti saja.

Dan tentu saja para penghuni sekitar yang sekarang, mengira bahwa Hana dan Dika dengan dua kemungkinan. Yang pertama, mereka tidak memiliki anak. Yang kedua, mereka memiliki anak tapi sudah menikah dan tinggal di lain tempat tanpa pernah pulang.

Hmm, tetangga memang jago dalam hal mengira-ngira ya?

"Mama sama Papa kok gak ngabarin aku dulu sih kalau mau ke sini? Perihal password kan bisa aku kash tahu juga kalau kalian hubungin aku sebelum ke sini." Ujar Nea saat baru saja keluar dari kamarnya dan sudah mengenakan setelan piyama panjang warna gelap.

Dika yang mendengar itu langsung menyemburkan kata, "tuh!!"

Hana melengos saja dan langsung menggerutu lagi. "Lama kalau hubungin kamu duluan!! Nih, Mama masakin udang balado kesukaan kamu." Ujarnya sambil menaruh kotak tupperware di atas meja.

Nea terkekeh saja melihat itu. Padahal kini ia sedang makan berupa nasi dengan lauk capjay sayuran.

"Makasih Mama.."

"Sama-sama. Kamu udah dua minggu loh Ney, gak pulang. Kapan pulangnya?" Tegas Hana.

"Ya kan besok Ma weekendnya. Aku pulangnya besok. Lagian aku juga gak ada ke mana-mana selain kerja dan istirahat di sini." Gadis itu berbicara sambil makan.

Dika hanya bisa diam saja. Lelaki itu memang begitu, sangat sabar ketika menunggui istri dan anaknya mengobrol.

Namun pria itu menyahut sejenak. "Mama kamu itu sebenernya mau ngomel lebih banyak. Dengerin aja ntar.. Papa udah capek nyuruh Mama kamu nahan diri untuk gak bertanya ke kamu."

Nea mengernyit. "Emang kenapa Ma?"

"Ck, Mama gemes aja sama kamu. Kamu tuh udah punya dua kafe. Pada dua kafe itu kamu punya dua manager khusus yaitu Lita sama Rasyid yang menjalankan. Kamu punya dua chef handal. Dan kamu juga punya karyawan sekitar tiga puluh orang loh. Sebentar lagi kafe pertama kamu juga mau dijadiin lantai tiga. Berhenti aja kerja dari CS bank kenapa sih nak!! Buang-buang tenaga kamu. Umur udah 26 tahun dan kamu udah sukses sama dua kafe kamu itu. Kenapa sih disembunyiin kayak gitu?"

Nea menghembuskan napas panjangnya ketika mendengar omelan itu.

"Ma, ada alasan tersendiri aku kayak gitu. Lagi pula dua kafe itu lancar-lancar aja. Aku gak suka nganggur dan cuman jadi pemantau aja. Aku masih suka kok kerja di bank. Pikiran tentang kafe gak terlalu menguras otakku. Ada Lita dan Rasyid. Mereka amanah kok sejak dulu, Mama juga tahu sendiri mereka seperti apa." Kata Nea.

"Mama bilangin kayak gitu, karena mama pengen fokus kamu sekarang diganti. Bukan cuman sukses dan berhasil ngumpulin banyam uang dari hasil kerja keras kamu aja."

"Ya terus apa lagi Ma?"

"Pulang dan bawakan kami calon menantu! Bisa? Kamu dari dulu kalau ditanyain itu sejak umur 23 tahun selalu aja diem. Umur kamu tuh udah 26 tahun nak. Perempuan tuh gak boleh nikah telat. Baiknya ideal perempuan nikah itu maksimal 25 tahun. Karna perempuan itu punya rahim yang suatu saat nanti bisa menopause. Kamu bukan laki-laki, dan terus menerus nunda nikah itu gak berlaku buat perempuan." Omel Hana.

Dika hanya bisa diam saja. Sebagai seorang ayah, ia tidak pernah menuntut Nea apapun. Namun Hana yang selalu berprinsip dan memberikan Nea target demi target di hidup Nea.

Kali ini, Hana ingin mencapai target bahwa putrinya harus segera menikah. Sudah dua bulan terakhir ini Hana selalu merajuk tentang hal itu pada Nea. Seolah memang mewajibkan putrinya harus segera membawakan calon menantu untuknya.

Nea diam. Nafsu makannya mendadak hilang. Bicara tentang menopause dan telat menikah, dua hal itu sangat Nea benci ketika ia mendengar dari mulut Mamanya sendiri.

Gadis itu meletakkan piring makannya ke atas meja. Padahal masih berisi setengah.

Nea minum sejenak dan termenung sejenak.

"Tuh kan. Diem lagi kalau ditanyain. Hidup itu harus ada goalsnya. Target. Laki-laki mau nikah kapan aja terserah karena emang gak akan terlalu kentara perihal usia. Lah kalau perempuan? Gak bisa ditunda, Nea." Tambah Hana lagi.

Yang awalnya hanya menatap lantai marmer, kini kedua kata Nea menatap Mamanya.

"Ma, tahu gak sih kalau apa yang Mama omongin ke Nea itu hal yang menyakitkan? Nea juga tahu kok. Nea setiap hari juga tahu diri bahwa Nea ini masih banyak kurangnya. Terutama perihal pasangan. Tapi kalau ngomongin goals dan target dalam hidup, perihal menikah bagi perempuan itu hal yang sangat sensitif Ma..

"Mama boleh aja ngomong gitu ke Nea. Nea tahu maksud Mama itu hanya menasehati Nea. Tapi itu kalimatnya bikin Nea sedih. Jujur, Nea belum punya pasangan. Nea berusaha buka hati, tapi Nea belum bisa. Nea masih menikmati ini semua yang udah menjadi kesibukan Nea. Salah? Fatal? Nea rasanya selalu sendirian Ma, ketika Mama ngomelin kayak gitu. Rasanya Nea udah bersalah banget. Padahal apa saja yang udah Nea tempuh sampai ke titik ini tuh gak mudah. Sama sekali gak mudah. Cuman Papa yang ngerti aku." Tandas Nea panjang.

Mendengar hal itu, Hana terdiam. Wanita itu baru saja mendengar semua kalimat tegas itu dari putrinya.

Selesai mengatakan hal itu, Nea bangkit dan masuk ke kamarnya. Kepalanya pusing, padahal ia juga harus memantau grand opening kafe keduanya yang terletak di Depok.

Dika menghembuskan napas panjangnya dan merangkul istrinya. "Maa, direm dong ucapannya. Nea itu perempuan, kamu juga sebagai perempuan seharusnya malah lebih paham Nea dari pada aku kan?"

"Ya tapi umur dia tuh udah 26 tahun Pa!! Papa mau Nea itu jadi perawan tua?!!"

"Huusshh!! Omongan kamu tuh mulai gak bener ya. Ucapan itu adalah do'a loh Han. Kamu itu seorang ibu, jangan nyumpahin kayak gitu."

Hana merengut. "Iya, aku tarik omongan aku. Tapi aku tuh kesel sama dia. Masa belum juga punya pasangan?"

Kemudian Dika mengelus tangan kanan istrinya. "Kamu gak inget apa perjuangan Nea buat kita? Kamu yang hanya dosen, dan aku yang hanya seorang mandor di pabrik. Kita bisa pensiun awal karena siapa? Kita bisa duduk manis di rumah sambil merawat ibu kamu, juga karna siapa? Berhasil punya rumah masuk ke perumahan residence, karena siapa? Punya motor, sepeda, dan mobil. Karena siapa? Semua itu karena Nea, Maa.. kita cuman punya satu anak perempuan aja tapi dia udah mengangkat derajat kita. Perihal usia menikah? Harusnya kamu jangan bikin Nea tertekan. Iya kalau Nea punya pasangan, setidaknya ada alasan untuk mendesak agar dia menikah. Nea belum ada pasangan atau calon. Bisa kasih dia waktu? Dia anak kamu loh. Anak kita berdua dan dia anak satu-satunya kita. Tega nyakitin perasaan dia cuman karena usia ideal menikah?"

*****