Masih pukul empat sore. Di hari Minggu yang terasa hening namun menyesakkan.
Tadi, ada tiga puluh menit lebih Kinan menangis pilu di dalam dekapan David. Menumpahkan segala resahnya, sedihnya, kesalnya, marahnya, sesaknya, semuanya.
Hingga permukaan kemeja polos warna abu muda yang David kenakan itu dipenuhi air mata sekaligus ingus encer di bagian bahu kanannya. Tak masalah, sekarang sudah hampir kering karena terkena angin yang semilir.
Dua manusia itu duduk diam mengamati pemandangan dari atas tebing. Pemandangan kota, rumah-rumah desa, persawahan, dan jalanan yang penuh kendaraan itu terlihat kecil dari atas situ. Pemandangan kesukaan Kinan, adalah alam dan kota.
Mereka berdua sudah saling diam sejak sepuluh menit yang lalu. Jarak duduk mereka hanya setengah meter saja.
Kinan duduk dengan kedua kaki di depan seperti hampir memeluk lutut. Kalau David duduk bersila dengan kedua tangan yang sejak tadi tidak diam. Ia mencabuti beberapa rumput dan memainkannya asal.