Pertarungan masih berlangsung sengit.
Lantai yang menjadi arena pertarungan pun tak lagi mulus. Pukulan dan terjangan sang monster merusak dan menghancurkannya. Membiarkan banyak bongkahan beton berserakan di atas lantainya. Begitu pula dinding – dindingnya, penuh dengan retakan dan lubang.
Acap kali sang Assassin berhasil memberikan luka, sang monster dengan cepat membalas serangannya. Natt berusaha untuk menghindar, tetapi kombinasi serangan lengan depan dan ekor ularnya yang berbisa membuat sang Assassin kerepotan.
Natt selalu mencari celah agar ia bisa memberikan kerusakan fatal pada lawannya. Tetapi kegesitan MantiRat membuatnya sulit mendapatkan kesempatan itu.
Decitan berdesis sang monster kembali digaungkan. Tubuh besarnya semakin diselumuti oleh aura kemerahan yang pekat. Berserk Mode yang telah diaktifkan dapat menaikkan daya serang MantiRat secara terus menerus. Meski pertahanannya juga berkurang, tetapi jika tidak bisa menyerangnya balik, maka akan percuma.
Dari sekian banyak kesempatan, Natt hanya bisa menyerang dengan kombinasi skill [Penetration Blade], [Hidden Burst], [Silent Ambush 2], dan [Target Marked]. Setelah dua menit berlalu, Bar HP MantiRat hanya turun ke 78%. Sementara Bar HP Natt telah berkurang hingga 50% saat berusaha melancarkan serangannya.
Saat ini, hampir semua skill Natt masuk ke masa cooldown. Mau tidak mau dia harus menjaga jarak sampai skillnya bisa digunakan kembali. Ia masih memiliki [Recovery of Ash] sebagai kartu as serangannya. Tetapi ada persyaratan khusus untuk bisa digunakan.
"Baru lima puluh dua stack," bisik Natt, ia menggunakan [Monocle of Libra] yang masih aktif. "Kalau begini terus, aku bisa kehabisan HP lebih dulu sebelum bisa mencapai seratus."
Dalam sekejap, tinju sang monster kembali tiba di depan Natt. Tetapi Natt yang telah melempar belatinya lebih dulu berhasil menghindar berkat skill [Switch Blade] miliknya. Kemudian ia memberikan serangan balasan pada sang monster untuk menaikkan stack Superior Bleed pada lawannya.
"Cih! cuma bertambah empat," batin Natt.
"Oi oi oi! Jangan kabur terus, Rexhea. Aku mendukungmu!" Sorak sorak berupa kicauan burung menggema dalam pengapnya ruangan. "Rachel akan terus mendukungmu lho!"
"Diamlah GM tidak berguna," tukas Natt spontan.
"Kalau kasar begitu, aku tidak akan beritahu kelemahan MantiRat kepadamu."
"Aku tidak membutuhkannya."
Natt kembali memusatkan fokus. Ia tetap menjaga jarak dan menunggu cooldown skillnya selesai.
Sebuah teriakan terdengar keras dibarengi dentuman yang menggema. Sang monster sedang menepuk – nepuk lantai sembari mengeluarkan suara yang terdengar seperti sebuah provokasi. Setidaknya itu yang dapat dirasakan oleh sang Assassin.
"Dasar tikus karbitan!" Terpancing, Natt langsung merangsek maju. Kedua belatinya siap untuk menerkam mangsa.
Seolah tikus jadi – jadian itu telah memperkirakan langkah sang lawan, tepukan terakhirnya dihantamkan dengan sangat kuat hingga menimbulkan getaran yang dahsyat dan hempasan angin yang deras. Sampai menerbangkan bongkahan lantai, mendorong air ke belakang, juga membuat sang Assassin terhempas ke dinding dan menerima kerusakan.
Natt langsung bangkit dan kembali melompat ke dalam arena pertarungan. "Monster ini terlalu cerdik jika dibandingkan dengan tikus got biasa."
Natt pun memasang kuda – kuda. Ia mengencangkan pegangan pada belatinya dan sekali lagi melesat maju. Kedua belatinya terlihat bersinar dan sedikit memanjang. Itu artinya dia telah mengaktifkan skill [Penetration Blade] yang meningkatkan status penetrasi sebesar 500 sekaligus menaikkan daya serangnya.
Sang Assassin berlari sembari menghindari serangan MantiRat. Kemudian ia menyerang menggunakan skill [Silent Ambush 2] sekaligus memberikan debuff silence pada lawannya, guna mencegah sang monster untuk mengaktifkan skill-nya yang mematikan. Meski hanya sesaat, itu sudah memberikan celah bagi Natt agar dapat masuk ke wilayah pertahanannya.
Dengan langkah yang gesit, Natt berlari menaiki tubuh sang monster sembari memberikan tebasan beruntun. Natt terus melancarkan serangan tanpa menghentikan langkah maupun ayunan belatinya. Sedikit demi sedikit Superior Bleed semakin banyak bertumpuk pada tubuh sang monster.
MantiRat tampak kewalahan saat kedua lengan tak bisa mencapai musuh kerdilnya tersebut. Saat debuff silence pada dirinya lenyap, Ia pun melompat – lompat sembari menggoyangkan tubuhnya agar sang Assassin dapat terhempas dari tubuhnya.
Sayangnya hal itu percuma. Natt telah menancapkan satu belatinya pada daging sang monster sebagai penahan. Sementara belati yang lain ia gunakan untuk memberikan tusukan bertubi – tubi.
Sang monster yang terus merasakan kesakitan hanya bisa menjerit. Hingga insting memandunya untuk mengguling – gulingkan tubuh besarnya pada lantai yang amburadul tersebut.
Natt dengan sigap melompat dan menjauh dari lawan. Terlambat sedetik saja bisa memberikan pengurangan yang besar pada Bar HP miliknya. Kemudian, ia mundur secukupnya, menjauhi sang monster yang masih berguling – guling di lantai.
Saat MantiRat berhenti berguling dan kembali berdiri, sorot mata tak dapat menemukan makhluk kerdil yang menjadi lawannya. Seolah lenyap ditelan udara.
"Hidden Burst!" teriak Natt tiba – tiba. Skill yang dilancarkan sang Assassin langsung menancapkan belatinya ke salah satu bola mata sang monster.
Sebelah pandangan sang monster menghitam diiringi sensasi perih yang menyerbu deras. Ia spontan menjerit tak karuan dan berusaha menggapai sang penusuk untuk membalaskan rasa sakit yang dialaminya.
Lengan yang hendak meremukkan tubuhnya itu memaksa Natt untuk mundur dan menjaga jaraknya lagi.
Serangan beruntun yang baru saja dilancarkan itu membuat Bar HP sang monster turun hingga ke 51%. Tetapi, Natt masih memerlukan sepuluh stack lagi agar bisa mencapai seratus dan mengaktifkan skill pamungkasnya.
Decitan berdesis sang monster kembali menggetarkan udara. Sesuatu yang baru telah terjadi. Dua tangan manusia yang menyerupai sayap kalelawar muncul dari pundaknya yang berbulu. Meski berlendir, kekekaran ototnya dapat terlihat dengan jelas.
"Kau hanya punya tiga puluh detik sebelum ia melancarkan skill ultimate-nya, Rexhea," ujar Rachel, suaranya dipenuhi kekhawatiran.
"Aku mengerti."
Natt sekali lagi melesat maju. Tetapi bongkahan yang terbang ke arahnya membuat langkah sang Assassin terpaksa mengubah jalur penyerangan.
Itu adalah serangan MantiRat. Dua buah tangan baru milik sang monster memanjang dan mengambil bongkahan lantai lalu melemparkannya ke arah sang Assassin. Lemparan itu terus dilakukan hingga bongkahan tak lagi tersisa di dekatnya.
Natt berhasil menghindari semua lemparan lawannya. Langkah kecilnya telah tiba di dekat sang monster. Ia langsung melemparkan satu belatinya ke arah mata, tetapi dua lengan baru sang MantiRat menepis serangan sang Assassin. Belati Natt terpental dan menancap di lantai.
Meski begitu, langkah sang Assassin tidak berhenti. Ia berhasil mendekat dan belati yang tersisa langsung menebas secara beruntun sembari menghindari empat tangan yang berusaha menghancurkannya.
"Satu, dua, tiga … sembilan, sepu—" Natt terbungkam. Lengan sang monster berhasil mengenai tubuhnya dan membuatnya terpental jauh hingga menimbulkan retakan pada dinding.
Natt berusaha bangkit sembari menyingkirkan bongkahan dinding yang menimpa tubuhnya. Sesegera mungkin Natt berdiri dan kembali fokus.
Ia melihat Bar HP miliknya tersisa 5%. Meski mendapatkan pemulihan HP dari lifesteal melalui tiap serangannya, tetap saja sang monster dapat mengurangi Bar HP miliknya begitu banyak hanya dalam satu kali serangan. Sementara itu, Natt membutuhkan satu stack lagi agar bisa menggunakan skill pamungkasnya.
"Sial!" gerutunya.
Sang MantiRat tak mungkin menunggu perasaan Natt membaik. Ia meletakkan keempat lengannya di lantai. Sebuah getaran perlahan muncul hingga menimbulkan retakan besar pada arena pertarungan. Tepat seperti yang diduga oleh Natt, sang monster berusaha merobek lantai dalam potongan yang besar.
"Kesempatan!" batin Natt.
Ia merangsek maju selagi keempat lengan sang monster berfokus pada satu hal. Meski begitu, semburan beracun dari ekor berkepala kobra membuat Natt kesulitan untuk mendekat.
Sang Assassin berpacu dengan waktu. Semakin lama ia mendapatkan satu serangan penentu, maka semakin besar kesempatannya untuk kalah.
Jantung Natt semakin berdetak kencang. Insting berteriak agar langkahnya menembus semua kabut keraguan. Adrenalin yang membanjiri seisi kepala, membuatnya tak lagi merasakan luka pada tubuhnya, tak lagi merasakan gemetar dan kekhawatiran yang percuma. Ia hanya berusaha maju meski harus menghindar dengan kelincahan seperti rusa gila.
Sayangnya, kegelapan mendadak menyelimuti. Sang MantiRat telah berhasil mengangkat bongkahan besar lantai ke atas dan langsung melemparkannya ke arah sang Assassin.
Ada jeda sebelum bongkahan raksasa itu dapat menghantamnya. Dalam sepersekian detik itu, Natt melihat secercah harapan pada kaki belakang sang monster. Di dekatnya terdapat belati Natt yang menancap kuat.
"Switch Blad—"
Sebuah dentuman bergema keras dan menimbulkan kepulan asap yang tinggi. Beruntungnya, Natt berhasil berpindah tempat. Dengan secepat kilat sebuah tebasan mendarat pada kaki belakang sang monster. Saat tujuannya tercapai, Natt langsung bergegas menjauh hingga semburan racun dari ekor MantiRat tak lagi dapat menjangkaunya.
Sebuah tawa terdengar. Mulut sang Assassin akhirnya tersenyum tanpa beban.
"Aku akan menghabisimu dalam satu serangan, Tikus Got!"
MantiRat membalas ucapan makhluk kerdil itu dengan tawa yang lebih keras.
Rachel sebagai penonton hanya bisa diam menyaksikan. Jantungnya juga ikut berdegup kencang. Ia tidak tahu bagaimana pertarungan akan berakhir. Sebab, keduanya telah memenuhi syarat untuk menggunakan skill pamungkasnya masing – masing.
Natt berdiri tegak. Kedua belatinya disilangkan ke depan. Kemudian bibirnya pun memulai mantra dari ritual penghabisan. "Recovery of Ash, diaktifkan!"
Tiba – tiba angin berhembus kencang. Kilauan cahaya dari kehampaan muncul dan berkumpul mengelilingi belati sang Assassin. Kemudian kemilau cahaya berwarna kemerahan juga keluar satu demi satu dari tubuh sang monster dan ikut menyertai kemilau cahaya yang lain—mengitari belati sang Assassin.
Namun apa yang sedang terjadi membuat siapa pun yang belum pernah menyaksikannya akan terkejut bukan kepalang. Bahkan rekan – rekannya dulu juga bereaksi sama seperti Rachel saat ini.
+53.400.000. Angka itu berwarna kehijauan dan muncul di sekitar sang monster secara terus menerus.
"Eh?" Paruh Birdie tak mau tertutup. "EHHHH?! Kenapa Bar HP MantiRat malah terisi kembali? Jangan – jangan skill Recovery of Ash memberikan efek pemulihan pada lawannya? Tapi buat apa? Bahkan debuff Superior Bleed nya juga semakin turun drastis?! Kalau begini, buat apa semua usahamu tadi, Natt?"
Selagi Rachel masih kebingungan tak menentu, sang monster malah semakin tertawa terbahak – bahak. Pemulihan yang ia dapatkan membuatnya merasa perkasa. Seluruh energi dalam diri seolah berkumpul dan menguatkan setiap ototnya yang maha kekar. Meski begitu, ia tak bisa menahan diri untuk tertawa terbahak – bahak. Sorot matanya memancarkan rasa kasihan kepada makhluk kerdil yang tampak begitu bodoh baginya.
Sang monster kembali mengeluarkan decitan berdesisnya yang menggema. Bersamaan dengan itu, keempat tangannya mengepal pada satu titik di atas kepalanya dan memusatkan energi dari setiap sel dalam tubuhnya.
Keempat lengannya menghitam. Seolah unsur pembentuknya telah berubah, dari daging menjadi logam. Lagi, sang monster tertawa terbahak – bahak. Tetapi, sorot mata remeh dari sang Assassin membuatnya tersentak kaget.
"Silakan lanjutkan tawamu yang tidak berguna itu, Tikus Got."
Merasa terprovokasi, sang monster lekas mengambil ancang – ancang dan melesat tinggi. Keempat tangannya hampir menyatu membentuk sebuah lengan raksasa. Dalam hitungan detik, sebuah dentuman maha dahsyat pun menghancurkan lantai tersebut dan menyisakan kawah dalam yang lebar. Dampak serangan itu juga menimbulkan kepulan asap dan riak air yang mencapai setengah dari tinggi dindingnya.
Sesaat kepulan asap menipis, sang monster hendak menertawakan mayat dari makhluk kerdil itu, tetapi raut wajahnya mendadak pucat. Tengkuknya menjadi dingin seperti es. Serangan pamungkasnya berhasil mengenai sang Assassin. Tetapi sang Assassin masih dalam keadaan utuh tanpa terluka. Meski belati itu menahan serangannya, maka seharusnya Bar HP lawannya akan terkuras habis.
"Bagaimana mungkin?" Pertanyaan itu tergambar jelas dalam ekspresi sang monster.
Selagi sang monster bingung dengan semua yang terjadi, bulir cahaya yang mengorbit di kedua belati Natt pun menyatu ke dalam bilahnya. Hingga mengubah warna belatinya menjadi merah darah dibalut dengan aura kehancuran.
Pengumpulan debuff Superior Bleed telah selesai.
"Kalau begitu, sekarang giliranku." Natt yang telah memasang kuda – kuda itu bersiap untuk maju.
Sang monster yang dipenuhi ketakutan pun melompat mundur jauh ke belakang. Kemudian ia menggunakan setiap lengannya untuk meremukkan lantai, membulatkan serpihan beton itu menjadi bola dan melemparkannya pada sosok yang mengeluarkan aroma kematian.
Natt dengan mudah menghindar. Bukan, ia bahkan telah berada di belakang tengkuk sang monster. Penguasa saluran air bawah tanah itu tak sempat memalingkan pandangannya.
Dalam sekejap mata—
"Rasakan kematianmu, MantiRat! Recovery of Ash, Burnout!!" Tusukan dari kedua belati Natt menimbulkan gelombang energi yang berkecamuk. Serangan itu tak hanya menembus daging, tetapi juga meremukkan tulang hingga mengurai setiap partikelnya menjadi ledakan energi dahsyat yang menjalar ke setiap sel tubuh targetnya.
Serangan itu menguras satu Bar penuh HP sang MantiRat menjadi tak tersisa.
Dalam sepersekian detik itu pula, sebuah ledakan spektakuler terbentuk dan menerangi saluran air bawah tanah bak mentari di siang hari.
Skill [Recovery of Ash] memberikan kerusakan tambahan sebesar 10% setiap jumlah Superior Bleed yang diambil dari tubuh target, ditambah setengah dari Bar HP target yang telah dipulihkan oleh skill tersebut. Juga, skill tersebut membuat Bar HP penggunanya tidak akan turun di bawah 1% oleh serangan dari target (single enemy only) selama proses pengambilan debuff Superior Bleed.
Tubuh MantiRat yang telah menjadi bulir – bulir cahaya pun lenyap. Menyisakan drop item yang lekas masuk ke dalam inventory Natt.
100.000.000 Exp telah didapatkan!
Level 71 → 77
1.200.000 Gold didapatkan!
Title [MantiRat Slayer] didapatkan!
[MantiRat Shield] didapatkan!
Quest Spesial kedua telah berhasil diselesaikan!
Quest Spesial ketiga telah terbuka!
3rd Quest : Temukan Seraphine dan dapatkan Air Mata Kebijaksanaan (0/1)
[Natt Level 77
Max HP → 4.750.000
ATK → 825.000
P.DEF → 35.000
M.DEF → 22.000]
"Pertarungan yang luar biasa!" puji Rachel yang terbang turun menuju Natt.
"Lupakan dengan basa basimu. Yang lebih penting, bagaimana memperbaiki kekacauan ini?" Natt menoleh sekelilingnya yang sudah hancur lebur bak dihujam meteor.
"Fufufu! Tidak perlu khawatir. Sistem Crown of Six akan memperbaikinya sendiri dalam jangka waktu tertentu. Ini bukan game lima tahun yang lalu, kau tahu?"
"Ini memang game lima tahun yang lalu, Rachel," desah Natt, kemudian ia teringat akan questnya yang baru. "Oh ya, Apa maksudnya dengan Seraphine? Apa itu NPC baru?"
"Iya, Rexhea. Itu NPC baru dan kamu akan bisa menemuinya jika telah berlevel 80."
"Grinding lagi ujung – ujungnya. Aku kira akan berupa story quest, huh."
"Memangnya kamu mau story quest apa lagi? Kamu sudah menamatkan game ini, kan? Jadi buat apa mengikuti story quest lagi?"
"Aku kira akan ada penambahan main quest … ternyata tidak ada." Natt menggaruk – garuk kepalanya sebentar. "Jadi apa yang harus aku lakukan sekarang, Rachel?"
"Ten … ja … grin … vel." Suara Rachel mendadak keruh seperti radio rusak.
Natt menepuk – nepuk Birdie yang sedang terbang di depannya dan berharap itu akan memperbaiki sinyalnya—sungguh pemikiran yang primitif, Natt.
Alih – alih rusak maupun kembali, Birdie malah tiba – tiba lenyap entah ke mana.
Saat mata Natt berkedip sekali, sekelilingnya berubah drastis. Seluruh kerusakan dan kehancuran yang ada telah menghilang—seolah tidak pernah tercipta sama sekali. Bukan. Semua itu diganti oleh pemandangan yang hanya bisa dilihat di dalam istana kerajaan yang maha mengagumkan.
Benar saja. Natt seolah berada di sebuah lorong dari istana yang agung. Tiang – tiang perkasa berjejer tinggi di samping dalam jarak yang sama. Dan setiap celahnya diisi oleh patung – patung ksatria raksasa berwarna keperakan yang membawa panji – panji berwarna merah dengan simbol kerajaan asing di tengahnya.
"Di mana ini?" ujar Natt, ia mengernyitkan dahi.
Natt sadar bahwa ada sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Ia lekas memberikan perintah suara kepada sistem, "Ascend Out!"
Namun, Natt masih berada di dalam game. Ia gagal untuk log out. Ia terus mencobanya lagi dan lagi, tetapi hasilnya tetap sama.
"Apa yang sebenarnya terjadi di sini?" Keraguan yang amat menyeramkan mulai merasuk ke dalam batin sang Assassin.
—Kasus orang hilang terus bertambah!
—Kesadaran mereka tidak kembali, Natt.
—Aku ingin meminta bantuanmu menyelasaikan kasus ini.
Seluruh diskusinya dengan Rachel kembali menguap di dalam kepalanya. Keraguan di dalam batin perlahan berubah menjadi rasa takut. Namun, ia tidak bisa berdiam diri saja. Jika benar bahwa dirinya telah menjadi korban dari insiden itu, maka ia harus mencari penyebabnya dan jalan keluar—atau setidaknya mencari petunjuk tentang korban ataupun pelakunya.
Natt berlari menuju ke penghujung lorong megah itu. Di sana ia mendapati sebuah aula yang maha luar biasa indah dan mulia. Ukiran para dewa dewi menghiasi kaca dan dinding – dindingnya. Karpet merah yang terbentang lebar seolah menerima Natt masuk ke dalam pertemuan yang agung. Atau mungkin lebih dari pada itu.
Sebuah tepuk tangan terdengar. Satu dua kali hingga sosoknya terlihat jelas berada di atas—melayang di dekat lampu gantung aula yang berkilauan.
Sosok itu perlahan turun dan memberikan penghormatan pada Natt yang telah waspada dengan kedua belati di genggamannya.
"Akhirnya saya menemukan Anda, Wahai Yang Maha Mulia LD.Rexhea. Saya ucapkan selamat datang ke lantai para dewa."
Sosok yang ada di hadapan Natt itu berpakaian layaknya kepala pelayan. Dengan warna dasar putih disertai corak bunga mawar dan tulip menghiasi setiap helai pakaiannya. Sepatu hak tinggi yang ia pakai sangat tidak cocok dengan posturnya yang gagah.
Wajahnya ditutupi oleh topeng tanpa ekspresi. Hanya terdapat dua lubang yang menjadi tempat kedua mata dapat melihat lawan bicaranya. Selain itu tidak ada, kecuali putih yang bersih.
"Siapa kau? Apa maksudmu dengan lantai para dewa?" Natt mengencangkan pegangan pada belatinya.
"Tenang dulu, Wahai Yang Maha Mulia. Saya bukanlah sosok yang bermaksud jahat."
"Jawab pertanyaanku!"
Sosok itu gelagapan dan kemudian berdehem sekali. "Ini adalah lantai para dewa. Lantai yang hanya boleh dimasuki oleh mereka yang terpilih sebagai kandidat penguasa terhadap alam raya."
"Apa maksud ocehanmu itu? Di mana ini sebenarnya?" Sorot mata Natt mulai gentar.
Sosok yang terlihat seperti lelaki itu mulai mengelus – elus dagunya. Dengan mempertimbangkan kegentaran pada player yang disebutnya sebagai Yang Maha Mulia, ia pun mulai memperbaiki cara bicaranya—menjadi lebih sopan. "Ehem! Yang saya maksud adalah, tempat ini disebut Istana Galacta. Sebuah tempat yang hanya bisa didatangi oleh sosok yang telah mencapai level seratus."
Natt tersentak kaget. Ia masih tak percaya, bagaimana dirinya bisa masuk ke dalam wilayah level 100 sementara ia tadi baru saja berada di saluran air bawah tanah di kota Eldoria.
"Itu karena saya yang memanggil Anda kemari, Yang Maha Mulia LD.Rexhea."
Mata Natt membulat. Sosok lelaki yang ada di depan seolah bisa membaca pikiran terdalamnya.
"Kau tidak perlu berbohong," tukas Natt, "lagi pula, siapa kau sebenarnya? Jika kau adalah GM yang usil, konsekuensi yang akan kau terima tidaklah kecil."
"Saya tidak berbohong, Yang Maha Mulia. Dan saya mohon dengan sangat, untuk tidak menyamakan diri saya dengan makhluk hina seperti mereka." Ujarannya yang sopan di kalimat pertama, tiba – tiba dipenuhi luapan kekesalan setelah melontarkan kalimat selanjutnya. Hingga Natt bisa merasakan seolah tempat itu bergetar hebat.
Tetapi ….
"Maafkan atas ketidaksopanan hamba, Yang Maha Mulia. Saya akan memperkenalkan diri." Sosok itu kemudian menundukkan kepalanya sejenak. "Nama saya adalah Prothaleya, salah satu dari Great Primordial Entity. Saya memiliki peran dalam menjaga kemuliaan Empat Belas Bintang Agung yang memberikan petunjuk pada seluruh penghuni alam raya."
Great Primordial Entity? Apa itu sebutan bagi developer Crown of Six?
Tidak mungkin. Jika memang Prothaleya adalah bagian dari tim pengembang, maka tidak perlu menggunakan cara rumit seperti ini untuk menemuiku. Juga, sebutan Yang Maha Mulia itu sangat tidak mungkin diujarkan oleh developer kepada pemain game-nya.
"Great Primordial Entity? Apa itu sebutan kalian yang ingin merusak Crown of Six?" culas Natt, matanya mulai memancarkan aura permusuhan.
Prothaleya kebingungan dengan reaksi LD.Reaxhea. Tetapi, sebelum ia sempat menjawab pertanyaan sang Assassin, sebuah awan hitam muncul dari balik dinding dan dengan cepat turun mendekati mereka. Gumpalan hitam itu seketika membentuk siluet lelaki berjubah hitam dengan sorot mata merah yang memancarkan arogansi.
"Prothaleya! Apa yang sedang kau rencanakan?" Nada suaranya meninggi. "Mengapa engkau memanggil-Nya kemari?"
"Jangan menunjukkan ketidaksopananmu di depan Yang Maha Mulia, Aggreanos!" balas lawan bicaranya dengan nada yang lebih mendominasi.
Sosok yang disebut Aggreanos itu terdiam. Kemudian ia menghadap Natt dan berkata dengan lancang, "Bagi diriku, hanya ada satu yang pantas disebut sebagai Yang Maha Mulia, Prothaleya. Bukan makhluk lemah seperti dia!"
Seketika aura dahsyat keluar dari balik jubah Aggreanos dan menyesakkan seisi aula. Itu membuat Natt tertunduk—seolah dirinya menerima debuff yang menyerupai Paralyze dan Poison secara mutlak.
"Apa yang kau lakukan, Aggreanos!" Suara penuh amarah yang lain mulai mendominasi bersamaan dengan aura yang memancarkan kekuatan yang seimbang dengan Aggreanos. "Hentikan kebodohanmu ini sekarang juga!"
Tiba – tiba, sebuah badai angin yang membawa kelembutan menyerbu seisi ruangan, mengimbangi dua kekuatan yang bergejolak sekaligus menenangkan pihak yang sedang berseteru.
Di angkasa terbentuk anak tangga cahaya yang diikuti langkah anggun dari siluet wanita. Natt tidak dapat melihat wujudnya. Tetapi dari porsi tubuhnya, Natt sangat yakin bahwa sosok itu adalah wanita dewasa dengan segenap keanggunannya.
"Apa yang kalian berdua lakukan? Bertengkar di hadapan Yang Maha Mulia? Sungguh tidak sopan," ujar sang wanita.
"Benar sekali apa yang kau katakan, Graciexa," sahut Prothaleya, lelaki itu menyambut tangan sang wanita untuk menurunkan langkahnya menyentuh lantai. "Aku hanya ingin mengajarkan kepada Aggreanos untuk memberikan kesopanan yang layak diterima oleh Yang Maha Mulia."
"Apa kamu masih memegang teguh prinsipmu itu, Aggreanos?" tanya Graciexa.
"Itu bukan urusanmu. Lagi pula, kita bisa membuktikan apakah pendapatku benar atau tidak sekarang juga."
"Apa maksudmu?" tanya Prothaleya.
"Jika sosok yang ada di depan kita bertiga memanglah layak untuk sebutan itu, kita bisa mengadakan ujian untuk membuktikan kelayakannya," jelas Aggreanos.
"Sungguh tidak tahu sopan santun dirimu, Aggreanos!" Prothaleya hendak menggunakan kekuatannya untuk membungkam Aggreanos, tetapi Graciexa menghentikannya.
"Daku tidak bermaksud untuk merendahkan Yang Maha Mulia." Mata sang wanita sempat melirik Natt sebentar. "Tetapi usulan Aggreanos memang ada benarnya, Prothaleya."
"Apa kau juga sependapat dengan Aggreanos, Graciexa?"
"Tentu saja tidak. Daku adalah faksi netral, yang menginginkan keseimbangan dalam memenuhi tujuan kita, Prothaleya. Hanya saja, dengan mengadakan ujian ini, Aggreanos pasti akan dapat menerima hasilnya. Bukankah begitu, Aggreanos?"
"Hah! Jika sosok lemah di hadapan kita bertiga mampu menyelesaikannya, maka aku akan mengakuinya tanpa syarat."
Mendengar pendapat kedua individu di dekatnya, Prothaleya pun berpikir dalam – dalam. Di satu sisi tindakan itu adalah wujud keraguan. Di sisi lain, itu adalah cara yang bagus untuk menundukkan Aggreanos.
Natt sedari tadi kebingungan melihat ketiga makhluk yang tampak sangat mengagumi keberadaannya. Hanya saja, sebuah kengerian merasuk ke dalam benak saat Natt tidak dapat melihat status dari mereka bertiga meski [Monocle of Libra] masih aktif.
Itu membuktikan bahwa mereka adalah sesuatu yang bukan monster, bukan player, dan bukan pula NPC—sesuatu yang tidak terdaftar dalam aliran data Crown of Six. Itulah kesimpulan di dalam kepala sang Assasin.
"Apakah kalian adalah pemimpin dari Devox dan Rafatar?" Pertanyaan yang menyesakkan itu akhirnya berhasil dilepaskan dari benaknya. Natt bersiap dengan resiko terburuk dari pertanyaannya tersebut.
"Mohon maaf, Yang Maha Mulia LD.Rexhea. Tetapi kami tidak ada sangkut pautnya dengan Devox dan Rafatar," jawab Graciexa dengan penuh rasa hormat.
"Berarti kalian mengetahui tentang mereka?"
"Tentu saja, Yang Maha Mulia."
Natt terkesiap mendengar jawaban sang siluet wanita. Ini adalah sebuah kesempatan emas.
"Beritahu aku di mana bisa menemukan keduanya, Nona Graciexa."
Sesaat Graciexa hendak menjawab, mulutnya ditutup oleh awan hitam milik Aggreanos.
"Buktikan dulu kelayakanmu!" sela Aggreanos, nada suaranya meninggi. "Setelah itu kau bisa menanyakan segalanya kepada kami semua."
Prothaleya berdehem. Kemudian menengahi perbincangan yang nyaris memanas.
"Baiklah. Aku menyetujui usulan Aggreanos." Prothaleya maju beberapa langkah kemudian memberikan penghormatan kepada Natt. "Hamba mohon maaf, Yang Maha Mulia LD.Rexhea. Tetapi sebelum hamba mengirim Anda kembali ke rumah, sepertinya ada tantangan yang harus diselesaikan lebih dahulu."
"Kalian akan memberitahuku apa pun tentang Devox dan Rafatar sebagai imbalannya?" tanya Natt.
"Bahkan hamba akan menghadiahkan sesuatu yang lebih berharga dari pada keduanya."
Natt terkesima dengan jawaban Prothaleya yang penuh keyakinan.
"Kalau begitu lakukan," jawab Natt, kepercayaan dirinya kembali penuh ketika mengetahui bahwa ketiga sosok di depannya tampak tidak jahat, meski tidak baik pula. Atau mungkin karena adanya sebuah tantangan membuat darah sang Assassin bergejolak?
Jawaban lugas dari Natt menorehkan senyuman yang memanjang di wajah ketiga sosok yang mengaku sebagai Great Primordial Entity. Namun arti dari tiap senyuman itu tidak bisa Natt mengerti.
"Kalau begitu hamba akan memulai ujian kelayakannya." Lelaki berpakaian kepala pelayan itu menyatukan kedua tangannya. Kemudian sebuah gempa muncul dan menggetarkan istana megah tersebut. "Wahai Child of Celestial, datanglah dan penuhi panggilan dari leluhurmu!"
Dinding aula pun gemeretak diiringi gempa yang tiada mereda. Retakan itu menjalar dan menjadi semakin parah hingga menjatuhkan dindingnya ke lantai dan menimbulkan kepulan asap yang tinggi. Dari balik celah yang tercipta, Natt melihatnya. Sesosok dewi kolosal berwajah sangat cantik dengan enam sayap di punggungnya. Serta tujuh bola kristal melayang—mengelilingi tubuhnya.
"Dia yang akan menjadi lawan Anda, Yang Maha Mulia," ujar Prothaleya dengan wajah yang penuh keyakinan, "Anda pasti bisa menyelesaikan ujian ini dengan mudah."
Mereka bertiga pun lenyap tanpa jejak, menyisakan Natt bersama sosok dewi raksasa yang bergerak masuk ke dalam aula.
Entah apa yang terjadi, Natt benar – benar tidak mengerti. Tetapi sosok yang menjadi lawannya akan sangat menyulitkan—Bukan!
Natt sudah pasti akan kalah dengan perbandingan yang tidak perlu diperlihatkan.
[Name : ??????, The Child of Celestial.
Race : Undefined
Level : 120
Max HP : 12.000.000.000.000
P.DEF : 532.500
M.DEF : 1.260.000]
***