"Analbie..."
Oiren berusaha membuat rekan kerjanya itu membuka lagi mata yang entah sejak kapan terpejam. Ia telah membaringkan tubuh Analbie di lantai helicopter sebelumnya, menahan segala ketakutan pada dirinya seraya mendekatkan tangan bergetarnya pada hidung Analbie. Mengendalikan dirinya yang ingin sekali marah dengan keadaan namun tak bisa, hanya bisa memastikan semua ini benar-benar terjadi sebelum nantinya ia akan melapor pada Tuannya. Tidak, ia mengajak Analbie ke sini bukan untuk menghilangkan nyawanya, tapi membuatnya tertawa dengan keberhasilan mereka. Memangnya apa yang bisa ia lakukan jika Tuhan berkehendak lain? Hanya bisa pasrah bukan?
"Tidak, jangan berpikir kau bisa membodohi ku, Analbie. Kau suka sekali melihatku dimarahi Tuan?"