Lucas langsung keluar dari mobil begitu mereka sampai di Mansion. Hari masih pagi mengingat ia keluar saat ayam masih belum berkokok. Ya ... mereka telah merencanakan taktik sebelum keluar menemui pria ingusan yang mengaku sebagai musuh Lucas. Ah … mengingat pria itu Lucas sedikit kasihan karena umurnya yang baru tumbuh dewasa sudah menjadi mayat dan sayangnya ia sendiri yang mengibarkan bendera perang pada tuan agung di negerinya. Jadi jangan salahkan Lucas jika ia membunuh pria bodoh itu.
Brakk!
Sontak semua orang yang ada di dalam mansion melihat ke arah pintu yang di buka kasar. Alangkah terkejutnya mereka mendapati wajah tuannya yang berlumuran darah. Astaga ... apa yang terjadi?
Lucas tak memperdulikan tatapan khawatir para pelayan dan anak buah yang melihat ke arahnya. Ia hanya melewati mereka seolah tak terjadi apa-apa. Hei ... memang tidak terjadi apa-apa, kan?
"Luc."
Lucas menoleh saat namanya dipanggil. Ia mengerutkan kening bingung lantaran gadis di depannya ini tak segera bicara dan malah melihat ke arahnya dengan tatapan yang … entahlah. Ia tak begitu mengerti bahasa mata dari gadis itu.
"What's wrong?" tanyanya kemudian. Hei … ia lelah sekarang dan gadis ini hanya melihatnya dan tak segera mengeluarkan suaranya. Dia pikir Lucas punya banyak waktu hanya untuk ia tonton? Menyebalkan sekali. Apalagi semua orang tengah menatap kepada mereka berdua.
Zoa tersadar dari lamunannya. Ia tadi terpaku melihat banyak darah di wajah Lucas tapi pria itu seakan tak merasakan sakit. Apa ia sudah kebal dengan rasa sakit hingga tak merasakan apapun dengan wajah buruk seperti itu? Oh ayolah ... yang benar saja.
"Kau tak apa?"
Lucas semakin mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan gadis itu. Ia menggeleng ragu menanggapi. Memangnya ada apa?
Zoa menarik kemeja bagian lengan Lucas agar mengikutinya. Ia tak mau Lucas sakit lagi karena pria itu kurang hati-hati dengan sekitarnya. Bukankah ia memang harus berhati-hati karena dia orang penting? Tapi kenapa pria itu selalu saja mengeluarkan darah dari tubuhnya dan tak mencoba mengobati. Apa semua pria penting sama sepertinya? Sementara Lucas hanya diam mengikuti di belakang gadis tersebut dengan satu lengannya yang tertarik ke depan mengikuti langkah Zoa.
"Tunggu sebentar di sini," ucap Zoa sebelum pergi meninggalkan Lucas di ruang atas. Ya ... ia sengaja mengajak Lucas menjauh dari para pelayan dan anak buah agar mereka berhenti menatap khawatir pada Lucas. Sebenarnya ia juga khawatir melihat wajah babak belur dan banyak darah di wajah Lucas, tapi ia lebih tak tega melihat banyaknya orang-orang Lucas yang melihat pria itu. Seperti ingin mengatakan kekhawatiran mereka, tetapi takut jika menyinggung Lucas.
Lucas. Pria itu mengedikkan bahu tak acuh sebelum mengambil ponselnya dan melihat satu pemberitahuan baru dari salah satu anak buahnya.
"Tuan, berkasnya tertinggal."
Lucas menoleh pada Mike yang baru saja datang dengan beberapa map di tangannya. Ia lantas mengambil berkas-berkas itu dan menaruh ponselnya sembarang. Berkas pengambilan wewenang dari perusahaan Giolson lebih menarik minatnya ternyata karena pria itu sudah tidak bernyawa, jadi sayang jika tidak mengambil kesempatan atas kekayaan pria itu bukan?
"Astaga ... kau juga terluka?" tanya Zoa yang baru saja kembali dan mendapati anak buah Lucas yang bertugas menyetir juga terluka parah. Sementara David bingung harus menjawab apa karena tuannya juga diam saja memperhatikan berkas itu. Apa tuannya tak memberitahu nona-nya kalau itu hanya luka buatan?
"Ti-"
"Duduklah. Aku akan membersihkan luka kalian," sahut Zoa sebelum David menyelesaikan ucapannya. Ia lantas medudukkan dirinya di samping Lucas yang masih fokus dengan berkas di tangannya. Dan David ... pria itu akhirnya juga ikut duduk di sofa sebelah Lucas meski sebelumnya merasa tak enak.
Zoa mengambil beberapa kapas yang sudah diberikan antiseptic untuk membersihkan darah lantas mulai membersihkan wajah Lucas yang masih saja fokus dengan berkasnya. Tapi ia tak peduli, bukankah Lucas memang orang penting? Jadi Zoa tak mau mengganggu pria itu saat sudah fokus agar tidak membuatnya marah.
"Apa ini benar darah? Kenapa seperti ini?"