Chereads / Love Is Never Wrong / Chapter 28 - Persiapan Yang Semakin Matang

Chapter 28 - Persiapan Yang Semakin Matang

"Sama-sama. Kalo gitu gua ke kantor dulu ya."

"Iya, hati-hati lu."

"Lu juga hati-hati, calon pengantin, haha. Duluan ya Nesya, kak."

"Iya."

"Iya. Hati-hati Mas Eric."

"Oke."

"Kalo gitu sekarang kita langsung pergi ke percetakan undangan aja yu. Supaya bisa cepat selesai."

"Iya kalo gitu, ayo Mas."

"Ayo."

Adrian, Nesya, dan kak Farah pun melanjutkan perjalannnya untuk mengurusi undangan pernikahan Adrian dan Nesya. Adrian pergi ke percetakan undangan yang dia tahu yang berada di salah satu daerah Jakarta. Tidak membutuhkan waktu lama dari butik pakaian tadi ke tempat percetakan undangan itu. Kini mereka semua sudah tiba di tempat percetakan undangan pernikahan.

*****

"Permisi."

"Iya, silahkan masuk. Ada yang bisa saya bantu?"

Kali ini Adrian, Nesya dan kak Farah sudah tiba di tempat percetakan undangan pernikahan.

"Saya mau cetak undangan pernikahan untuk saya. Tapi bisa ga ya cetaknya itu cepat? Dua sampai hari hari udah selesai si cetaknya gitu. Soalnya seminggu lagi saya akan menikah. Dan saya mau tersisa beberapa hari lagi saya menikah, undangannya udah selesai."

"Bisa si Pak, tapi biayanya lebih mahal karena kan karyawan kami harus lembur. Mereka harus mendapatkan uang lembur juga."

"Kalo itu gampang. Yang penting bisa kan?"

"Bisa kok Pak. Emangnya Bapak mau cetak undangan berapa?"

"1.500 cukup ga Nes? Soalnya teman-teman kantor dan keluarga saya aja, udah saya hitung-hitung ada sekitar seribu orang. Keluarga dan teman kamu apa ada seribu juga? Atau 500 aja cukup?"

"Aku ga tau si. Gimana kak Farah. Soalnya kan kak Farah yang tau keluarga aku. Kalo cuma teman aku doang mah 500 juga udah cukup banget."

"Gimana kak?"

"Menurut kakak si, keluarga kita cetak 1.000 undangan aja lagi. Soalnya sebenarnya keluarga kita itu banyak. Cuma karena kita orang ga ada aja makanya kita dianggap sebelah mata sama mereka, tapi kan kita juga harus tetap ingat mereka. Biar bagaimana pun kan mereka itu masih keluarga kita juga."

"Yaudah kalo gitu kita cetak 2.000 undangan ya?"

"Iya."

"Kita mau cetak 2.000 undangan Mas."

"Baik. Silahkan di pilih model undangannya mau yang bagaimana?"

"Iya. Kita lihat-lihat dulu ya Mas."

"Iya Pak. Silahkan."

Adrian, Nesya dan kak Farah akhirnya kini memilih-milih undangan untuk pernikahan Adrian dan Nesya.

"Ini aja gimana Mas?"

"Bagus. Kamu suka itu?"

"Suka si. Tapi gimana kamu aja deh. Teman dan keluarga kamu kan pasti orang ada ya, takutnya terlalu biasa atau gimana gitu sama undangan yang aku pilih."

"Engga. Ini bagus si emang. Elegan gitu keliatannya. Kita ambil ini aja?"

"Yaudah deh Mas. Ini aja kalo emang Mas suka juga."

"Oke. Kita ambil ini aja Mas."

"Baik. Bisa di isi nama calon pengantin, alamat tempat menikah dan yang lainnya untuk di tulis di undangannya nanti."

"Baik, Mas."

Adriana dan Nesya pun menulis apa yang di perlukan untuk undangan mereka. Tidak membutuhkan waktu lama untuk mengisinya. Kini Adrian dan Nesya sudah selesai mengisi semuanya.

"Udah nih Mas. Selesai cetaknya lusa bisa ga ya Mas? Sekalian saya mau ambil baju pengantin wanita juga lusa soalnya. Sekalian keluar gitu, hehe."

"Akan kami usahakan ya Pak."

"Baik kalo gitu. Semuanya jadi berapa totalnya?"

"Totalnya jadi 15 juta Pak. Karena ini undangannya juga yang bagus ya pak. Dan waktu pengerjaannya juga sangat singkat."

"Iya ga apa-apa. Kalo gitu saya bayar semuanya sekarang aja ya. Biar nanti kami tinggal ambil aja."

"Iya, boleh Pak. Silahkan langsung ke kasir aja."

"Oke. Makasih Mas."

"Sama-sama, Pak."

Adrian langsung pergi ke kasir untuk membayar semuanya. Dan Adrian kini tidak terlihat terbebani dengan biaya yang harus dia keluarkan itu. Karena Adrian memang memiliki uang yang sangat banyak. Apalagi semua perusahaannya dia berjalan dengan baik dan lancar. Dan sekarang ini juga adalah untuk keperluan pernikahannya sendiri.

"Terima kasih Pak."

"Sama-sama. Ayo. Kita pulang?"

"Kamu ga siapin tempat menikah, dekorasi sama kateringnya Yan?" tanya kak Farah.

"Kalo masalah itu tenang aja. Sekertaris saya sudah mengurusi semuanya sejak tadi pagi. Sampai make up pengantin juga dia yang akan urus. Mungkin besok atau lusa kita akan mengeceknya. Kita percayakan aja semuanya ke sekertaris saya ya. Karena ga mungkin dia mengecewakan saya. Dia itu sekertaris lama saya, kerja dia selalu bagus sesaui dengan yang saya inginkan."

"Yaudah deh kalo gitu. Kakak percayain aja semuanya sama kamu."

"Iya, aku juga Mas."

"Makasih. Kalo gitu kita pulang sekarang aja yu?"

"Ayo."

Drt... Drt... Drt...

Tiba-tuba saja ada telepon masuk di handphone milik Adrian. Telepon itu datang dari Eric.

"Sebentar Nes, kak, ada telepon dari Eric."

"Iya, di angkat aja dulu Mas."

"Hallo. Kenapa Ric?"

"Lu udah selesai belum?"

"Udah nih. Baru aja selesai. Kenapa?"

"Lu bisa ke kantor sekarang juga ga? Soalnya tiba-tiba kita akan kedatangan orang besar dari luar negeri. Yang kerjasama sama perusahaan kita juga di Singapura."

"Ohh, iya. Beliau mau ke kantor kita?"

"Iya. Dia udah lagi di jalan katanya. Gua merasa ga enak deh kalo ga ada lu. Gimana dong?"

"Yaudah kalo gitu gua ke kantor sekarang juga ya. Gua ga jauh kok jaraknya dari sini ke kantor. Sebentar ya."

"Oke deh Yan. Thanks ya."

"Yo... Thanks juga Ric."

"Kenapa Mas?"

"Ada orang dari Singapura, teman kerjasama perusahaan saya mau ke kantor tiab-tiba. Dan ga enak kan kalo saya ga ada di sana. Jadinya saya harus ke sana sekarang juga."

"Yaudah kalo gitu Mas Adrian sekarang ke kantor aja. Kita kan bisa pulang sendiri kok. Ya kan kak?"

"Iya. Tenang aja. Kita bisa pulang sendiri kok. Kamu ke kantor aja. Jangan sampai kantor kamu jadi jelek di pandang sama orang yang kerjasama sama kantor kamu. Nanti kamu di bilang ga ngurusin kantor lagi."

"Hmm, sebentar."

Tiba-tiba Adrian memainkan ponselnya. Dan setelah itu Adrian memberikannya kepasa Nesya.

"Nesya. Ini saya udah transfer uang. Udah masuk itu ya. Kamu sama kak Farah bisa belanjain uang itu buat keperluan pernikahan kita. Atau mau beli yang lainnya juga ga apa-apa. Maaf ya saya ga bisa temanin kalian belanja. Apalagi pulang ke rumah."

"Ya ampun. Ga apa-apa Mas. Kamu ga usah kirim uang segala padahal. Kamu itu kan udah banyak, udah sering, kirimin aku uang."

"Ga apa-apa. Selagi saya ada mah. Tapi sekarang kalian pulang ada uang cash ga buat naik taksi? Soalnya saya ga pegang uang cash sama sekali sekarang ini."

"Ada kok Mas, tenang aja."

"Yaudah kalo gitu saya ke kantor dulu ya. Nesya sama kak Farah hati-hati di jalan. Kalo ada apa-apa langsung hubungi saya aja ya. Jangan sungkan-sungkan."

"Iya Mas, makasih. Mas juga hati-hati ya."

"Iya, bye."

"Bye."

Kini Adrian pun pergi meninggalkan Nesya dan kak Farah. Karena Adrian harus segera pergi ke kantor untuk urusan pekerjaannya. Nesya dan kak Farah setelah Adrian pergi langsung berubah sikapnya begitu saja.

"Emangnya si Adrian itu kirim uang ke lu berapa Nes?" tanya kak Farah yang sudah ingin tahu sedari tadi.

"Kak Farah jangan kaget ya. Karena uang yang Mas Adrian transfer ke gua itu besar banget."

"Iya, berapa? Cepatan ah kasih tau gua."

"50 juta rupih. Bayangin kak. 50 juta."

"Serius lu?"

"Iya. Liat aja nih."

Nesya menunjukkan handphonenya untuk memberitahukan jumlah uanh yang sudah di transfer oleh Adrian.

"Wah iya. Kita bisa belanja sepuasnya dong nih."

"Bisa banget dong kak. Yaudah kalo gitu sekarang kita langsung pergi ke mall aja yu kak. Kita pergi ke mall yang paling mewah, yang paling bagus di Jakarta ini. Kita belanja sepuasnya, makan sepuasnya. Aduh, gua udah ga sabar nih kak."

"Sama gua juga. Yaudah kalo gitu ayo kita langsung berangkat aja sekarang."

"Iya. Ayo kak."

Sekarang ini Nesya dan kak Farah akan pergi ke salah satu mall yang paling mewah dan bagus di Jakarta setelah Adrian mengirimkan uang kepada Nesya. Mereka berdua akan menghambur-hamburkan uang yang telah di berikan oleh Adrian. Padahal Adrian itu tidak mudah untuk mendapatkan semua uang itu. Banyak pengorbanan yang sudah dia dan orangtua dia lakukan hingga pada akhirnya sekarang ini Adrian bisa hidup dengan sangat enak dan mewah. Nesya dan kak Farah itu tidak menghargainya. Mereka hanya bisa menghamburkannya.

-TBC-