Chereads / MI VOLAS VIN (I Want You) / Chapter 28 - HUFF

Chapter 28 - HUFF

"Kau ingin punya berapa anak, El?" tanya Jasmine di antara sela-sela makan malamnya bersama Rafael, selang satu bulan mereka menikah.

"Entahlah, kalau kau?" Rafael membalik pertanyaan itu.

"Aku mau punya tiga, laki-laki, perempuan, laki-laki." Jasmine menjawabnya dengan antusias.

"Bukankah kita tidak bisa memilih jenis kelamin?" tanya Rafael, bingung dengan rencana Jasmine, jenis kelamin hanya Tuhan yang tahu.

"Benar, tapi aku akan terus berdoa setiap hari agar Tuhan mengabulkannya. Aku ingin anak lelaki terlebih dahulu karena semua saudaraku perempuan." Jasmine terkikih.

"Begitu, ya." Rafael hanya tersenyum.

Mereka berdua kembali meneruskan makan malam. Menikmati masakan sederhana Rafael.

ooooOoooo

Rafael terbangun dari tidurnya, lagi-lagi memimpikan tentang masa lalu. Kali ini masa lalunya bersama Jasmine. Tepat satu bulan setelah pernikahan mereka, Jasmine memang pernah membahas masalah anak. Tapi Rafael tidak menginginkan seorang anak pun dari Jasmine. Tidak sampai semua dendamnya terbalaskan.

Apa karena Jasmine begitu menginginkan seorang anak, jadi terbawa mimpi? Rafael mengingat pertengkarannya dengan Jasmine di ponsel siang tadi. Sampai sekarang keduanya tidak saling berhubungan. Masih kukuh pada ego masing-masing.

Pukul 21.30, belum terlalu malam, Rafael baru tertidur sejenak setelah lelah seharian mengamati target berikutnya. Bocah lelaki berusia 10 tahun, ahli waris yang didapat sang CEO dari seorang wanita simpanan.

Jengah karena tak bisa kembali terlelap, Rafael memutuskan mencari mini market di sekitar penginapan untuk membeli beberapa kaleng bir dan kudapan. Mengisi malam yang sepi dan panjang.

Rafael menaikkan tudung jaket hoodie dan mengenakan masker skuba. Ia memang selalu menutup wajahnya agar tak terlihat cctv jalan. Walaupun Rafael punya identitas baru, nyatanya ia tetap seorang pelarian yang hidup dalam bayang-bayang, jadi tak ada salahnya berjaga-jaga.

Jalanan mulai sepi, tinggal segelintir manusia terlihat berjalan di terotoar. Kendaraan juga mulai jarang terlihat. Berbeda di kota besar seperti ibu kota yang penduduknya seakan tak pernah tertidur. Kota pinggiran mulai tampak sepi di atas jam 9 malam. Di tengah jalan Rafael berpapasan dengan seorang anak kecil, terlihat sedang menggandeng ayah ibunya setelah membeli sekotak susu coklat. Wajah keduanya berseri, bahkan sesekali tertawa karena celotehan si kecil.

Bagaimana rasanya punya anak? Jasmine menginginkannya. Apakah memang sebahagia itu? tanya Rafael dalam hati.

Rafael mendorong pintu mini market. Pegawai terlihat sedang merapikan kembali toko sebelum tutup pukul 22.00 malam. Ada beberapa pembeli lain yang juga bergegas untuk memilih belanjaan sebelum mini market tutup.

"Selamat datang!" sapa pegawai toko. Rafael hanya mengangguk, dengan segera ia pergi ke rak tempat disply minuman beralkohol. Ada tulisan 17 tahun ke atas, tunjukan KTP di kasir.

Rafael memilih, ada beberapa jenis merk bir. Tiap merk punya cita rasa yang berbeda, sepertinya pria ini sedang kebingungan untuk menentukan pilihannya.

BRAKK!!!

Tiba-tiba saja dua orang pria kekar dengan topeng hitam merangsek masuk. Mereka mengacungkan senjata api pada langit-langit ruangan lalu berteriak.

"SEMUANYA TIARAP!!!"

Melihat handgun terangkat, seluruh manusia di dalam mini market langsung menjerit histeris dan tiarap pada tempat mereka masing-masing. Melemparkan belanjaan di tangan dan memilih untuk berlindung dengan menyatukan tangan di belakang kepala.

"Hei!! Kau!! Keluarkan semua uangnya!!" Seorang perampok lainnya langsung menodong petugas kasir, meminta seluruh uang hasil penjualan hari ini.

"Ba ... baik," jawab sang kasir, suaranya bergetar hebat karena rasa takut.

"Cepat!!! Cepat!!! Jangan lelet!!!" Para penyamun itu tak mau menyia-yiakan sedikit pun waktu, karena sewaktu-waktu petugas kepolisian bisa saja datang.

Dari beberap manusia yang ada di sana, hanya satu orang yang tidak tiarap. Dia sibuk memilih bir dan juga camilan. Setelah bingung beberapa saat akhirnya, Rafael memilih bir dengan rasa lemon dan sekantong kacang bawang. Rafael dengan santai menaruh kacang dan satu krat bir —biasanya enam kaleng— ke atas meja kasir. Membuat dua orang perampok itu geram dan gusar.

"Berapa?" tanya Rafael, masih dengan nada santai.

"BANGSAT!! Kau tidak tahu situasinya hah??" tanya pembawa pistol, ia menodongkan pistolnya ke arah Rafael. Tangannya sedikit bergetar karena keraguan, mereka mungkin hanya penjahat amatiran.

"Kau akan lusut bila membidik seperti itu. Lagi pula, pelurunya tak akan mengenai organ vitalku karena kau mengarahkannya ke arah yang salah." Rafael menunjuk handgun itu.

"BICARA APA KAU BRENGSEK!! Cepat menunduk atau aku ledakkan kepalamu!" ancamnya.

"Benar, harusnya kau menodongkannya pada kepalaku, atau ke dalam mulut, atau ke arah jantung. Dengan begitu aku akan terkapar dan tak bisa membalasmu." Rafael menarik pistol ke arah dadanya.

"SHIIT!! JANGAN COBA-COBA!!" Perampok itu menarik pelatuk pistolnya. Belum sampai tertekan, Rafael sudah mencekal tangan prampok itu, menarik, lalu memberikan sikutan pada dada sang perampok.

BUAK!! sikutan Rafael begitu keras mengenai bagian antara ketiak dan dada pria itu.

DOR!!! Tembakan lusut mengenai stand detergen. Bubuk putih berhamburan.

"KYAAA!!!" seluruh penghuni mini market berteriak ketakutan mendengar suara tembakan.

Rafael menghantamkan kembali sikutnya ke dada, lalu siku dalam lengan pria itu, membuat pistolnya terjatuh. Dengan segera Rafael menendang pistol ke bawah rak pajang agar tidak melukai orang lain.

"AKH!!!" Perampok itu berteriak kesakitan sementara temannya tercengang tak percaya.

Rafael memberikan sebuah pukulan telak menuju ke wajah dan dada. Dalam beberapa kali pukulan cepat dan mematikan orang itu menggelepar kesakitan. Rafael sengaja mengurangi tenaganya agar perampok itu tidak mati. Tubuh pria kekar itu tumbang dengan cepat, membuat kawannya mengeluarkan pisau lipat sebagai wujud pertahanan diri.

"Menyerah saja!" ucap Rafael.

"BRENGSEK!! Memangnya kau siapa?" tanyanya keras, tapi ada sedikit ketakutan, pisau masih teracung ke arah Rafael.

"Tiga detik untuk menyerah dan pergi. Atau tiga detik untuk menjadi seperti dia. Mana yang kau pilih?" Rafael memberi pilihan.

"HIYA!!!" Pria kedua memilih membabi buta menyerang Rafael. Menyergapkan pisaunya lurus ke depan, ia sepertinya ingin menusuk Rafael dengan segenap kekuatan. Rasa takut memang bisa mengubah manusia, menghalalkan cara apapun untuk tetap bertahan hidup. Bila ia kabur, pasti polisi akan menangkapnya, karena temannya tertangkap. Tapi bila ia berhasil melukai Rafael ia bisa mengajak temannya pergi dan terbebas dari polisi.

"Satu." Rafael menunduk, menghindari tikaman pria itu.

"Dua." Rafael menebaskan telapak tangannya pada sisi kanan leher sang perampok. Membuat pria kekar itu tumbang dan pisau terlempar.

"Tiga!" Rafael menangkap pisaunya dan menancapkannya tepat di samping leher sang perampok.

Mata pria itu membulat ketakutan, tiga detik dan dia hampir kehilangan nyawanya. Bila Rafael tidak sengaja melusutkannya, pisau itu pasti telah menancap pada leher, merobek kerongkongannya.

"AKH!!!" serunya kesakitan saat Rafael menginjak tangan pria itu.

"Agar kau tak bisa menyakiti orang lain dengan tanganmu ini lagi." Rafael menginjaknya semakin keras.

"HYYAAA!!!!" Bunyi retakkan tulang dan jeritan kesakitan terdengar memilukan.

Rafael mengambil pisau dan handgun lalu memberikannya pada petugas kasir. Lalu menyodorkan dua lembar seratus ribuan untuk membayar bir dan kacang.

"Ambil kembaliaannya. Jangan lupa hubungi polisi," kata Rafael.

"Ba—baik, Tuan. Terima kasih, terima kasih!!" Petugas kasir itu tak henti-hentinya membungkukkan badan pada Rafael. Mengucapkan rasa syukur karena pertolongannya barusan.

Dari kejauhan beberapa pria mengamati Rafael. Melaporkan pada atasannya. Mereka juga pergi saat Rafael keluar dari pintu mini market.

Rafael bergegas meninggalkan mini market untuk kembali ke penginapannya. Menghabiskan malam yang panjang dalam buaian alkohol sambil merenungkan ucapan Jasmine. Mendadak hati Rafael gusar, entah kenapa bayangan wajah Jasmine yang terus bersedih muncul dalam benaknya.

"Apa aku harus menghentikan obatnya?" lirih Rafael.

ooooOoooo

Sedikit dulu. Nanti up lagi ya.

Babang El hari ini keren yaw.

Bikin meleleh

💋💋💋

Vote donk Bellecious