"Jangan sedih, kita bisa melalui bersama. Tolong dirumah kamu kondisikan ya? Jangan pernah menyebut namaku dulu. Hargai Ayah.
Kalau di kantor, jangan takut apapun rumor yang beredar tentang kita. Aku dan kamu, kita akan tetap seperti biasanya. Jangan jauhi aku. Aku akan tetap dekat denganmu sampai hari H itu benar-benar terjadi." Aku menunduk dan mengangguk saja karena wajahku mulai mendung.
"Dan satu lagi, untuk sementara kemanapun kamu pergi saat dikantor. Kamu harus ajak aku atau Liza. Jangan sendirian, baik ke kantin atau ke Benny atau kemana saja saat pulang dan istirahat kamu harus dengan aku atau Liza," pesannya itu mengkhawatirkan aku. Aku setuju karena aku sendiri tak akan mampu menghadapi bullying seandainya itu nanti ada.