Chereads / HANYA AKU UNTUK DIA / Chapter 40 - 40 Dibawah Guyuran Hujan

Chapter 40 - 40 Dibawah Guyuran Hujan

ARMAN POV

Aku berlindung dari hujan yang tiba-tiba deras dalam perjalanan kami, maka segera aku berbelok menuju ruko yang terlihat tutup dan memiliki atap untuk berteduh sejenak, karena mau mengeluarkan jas hujan di dalam bagasi motorku. Inez turun dari boncenganku dan aku bersiap membuka jok motor. Tiba-tiba dia memeluk pinggangku, terasa hangat pelukan dia. Iya, aku tak bisa membohongi diriku, aku juga merindukan kehangatan darinya.

"Sayang, tak usah pakai jas hujan, langsung jalan saja yuk," ujarnya sambil menggeret tanganku.

"Tapi deres banget sayang."

"Aku mau ajak kamu ke suatu tempat, sudah dekat kok dari sini, kita hujan-hujanan bareng ya? Ayuk sekarang saja yuk," pintanya sambil tersenyum manja.

Inez menggandeng tanganku dan menyuruhku menaiki motor lagi. Hummmm aku mana bisa menolaknya kalau dia sudah manja begini, hujan-hujanan seru juga. Sudah lama sih enggak main hujan-hujanan kecuali dulu pas masih kecil. Apalagi ... ditemani si dia. Gadis cantikku yang suka mengaduk hatiku setiap waktu.

"Arman kita belok kesana ya?" Tunjuknya ke sebuah sawah yang sungguh tidak asing bagiku.

"Nez, itu kan Lahan tebu?"

"Iya, aku mau kita main kesana."

"Ngapain hujan deras kesana?"

Inez memaksa dan menyuruhku memberhentikan motorku. Lalu dia turun dan terburu-buru menggandeng aku. Dia tersenyum dan mencium pipiku dengan lembut. Dia mengajak aku menuju tempat kesukaannya, masih hujan lebat berjatuhan di bumi. Entah apa yang ia mau saat ini.

Kami sampai juga di pematang sawah yang di dalamnya ada sebuah lahan tebu. Dia seketika mengalungkan tangannya di leherku, ia mencium mesra diriku. Aku pun merindukannya. Aku membalas ciumannya itu dengan lebih lama dan lebih bersemangat. Di tengah guyuran hujan yang menusuk-menusuk kulit menembus lapisannya yang paling dalam. Jujur saja ciuman lembutnya ini membuat perlawanan dari suhu tubuh yang dingin dari luar sehingga menyembur menghangat dari dalam.

"Nez, aku tidak mau ada warga yang melihat kita, ayo pulang sekarang."

"Baguslah kalau warga tahu, paling kita diarak keliling kampung. Malu sebentar tapi enaknya lama, kita bisa menikah. iya kan?"

"Nez, jangan bercanda, aku bersungguh-sungguh." Wajahku sedikit menampakkan raut mencucut.

Seketika aku kaget dibuatnya ketika menatap dirinya. Dia hendak membuka baju berkancingnya didepanku sambil menampilkan senyuman dan tatapan matanya yang sangat manja. Apalagi? Aku merasa gerogi yang luar biasa, tanpa dibuka saja pakaian yang basah itu mencetak semua tonjolan-tonjolan yang ada. Tampak pula pakaian dalamnya yang berwarna pink tua itu melingkar di dadanya. Aku berusaha mengusir pikiran burukku, tapi dia ... Seakan terus memancing hasratku. Ia juga merogoh di balik rok pendek atau spannya itu. Jantung ini berdetak kencang melihat aktivitas dia yang mulai sedikit demi sedikit membuka apa yang ada.

"Enggak Nez, apa yang kamu lakukan?"

Dia membuka celana dalamnya yang berwarna pink tua itu dihadapanku. Membuat aku seketika terbungkam.

"Tidak akan ada yang tahu, hujan deras begini takkan ada orang ke sawah kecuali kita." Dia menggodaku lagi.

Astaga! Aku mana bisa menahan nafsuku kalau dia sudah seperti ini dihadapanku. Aku selalu menginginkan dirinya tapi aku juga sangat gundah. Aku takut melakukan kesalahan fatal terhadapnya. Dia mulai mendekatiku dengan genitnya. Aku mulai tak mampu mengatur nafasku. Dia lagi mencium aku sambil membuka Kemejaku.

Jarinya yang lentik dan dingin itu menyentuh kulit-kulitku membuat aku bergidik. Tangannya meraih tanganku dan ia memimpin tanganku memasuki rok spannya dan menyentuhkan jariku kepada mahkota mungilnya. Gemetar tubuhku dibuatnya. Jariku yang cukup nakal menyambut ajakannya. Aku mengelus paha dan area sensitifnya dengan bibirku yang masih berciuman dengan bibirnya. Kami semakin memanas dan semakin bergairah. Saling menggigit bibir dan lidah yang ada. Dibawah guyuran hujan semakin deras menambah nikmatnya suasana bercumbu dan memadu kasih denganya. Aku mencubit pahanya.

"Auh!" desahnya terdengar dari dalam mulutku. Maafkan aku, Sayang. Aku terbakar gairah yang engkau nyalakan. Ingin akalku menolak tapi batinku menginginkannya. Aku mulai perlahan memasukkan jari-jariku ke dalam mahkotanya dan memainkannya dengan lembut.

"Urrrghhhh!" desahku sebagai lelaki normal, merasakan kenyalnya bagian itu. Sekarang aku memainkannya dengan lebih cepat dan kencang. Tampak olehku dia menggeliat hebat. Sayangku ini menjerit mendesah makin keras dalam kenikmatan permainan jariku. Aku semakin menggebu mendengar desahannya hingga merangsang jagoanku terasa berdiri didalam sangkarnya. Areanya mulai membasah, dadanya naik turun nafasnya tersengal. Aku seakan tak tahan dengan gelora sore hari dibawah hujaman derasnya hujan semesta alam.

Dua insan saling bercumbu penuh nafsu dan menghalalkan segala cara mengatasnamakan cinta. Aku tahu ini dosa, namun ini semua terlalu nikmat untuk dihentikan. Aku selalu tak bisa menghindar dari rayuannya. Karena aku mencintai dirinya. Aku juga berkali-kali terhipnotis oleh tubuhnya yang indah dan sintal menggairahkan lelaki mana saja yang melihatnya. Aku tak memungkiri tubuhnya selalu membakar geloraku. Dia terus menjerit kenikmatan, aku juga tak kuasa ketika resleting celanaku ia buka. Dia mengeluarkan pusakaku dan mengelus-elusnya dengan lembut membuat aku tak bisa menahannya lagi.

Aku cumbui semua bagian lehernya sampai ke dada dan aku terlupa mencukur jambangku, bulu-bulu halus di sekitar janggutku membuat ia meringis geli. Dua buahnya terlihat sangat ranum membuat aku ingin meremas dan mencucupnya bergantian dengan penuh gairah. Air hujan turut terminum, sambil jariku masih terus bermain di area bawah tak tentu arah.

"Aaahh! Uuhhh!" jeritannya dalam desahan menyaingi bunyi derasnya hujan.

"Ehhhmmmmmm!!!." desisnya. Aku sesungguhnya tak sanggup menahan jagoanku untuk menubruk mahkotanya segera, namun aku terlalu takut menodainya, dia bukan milikku. Aku tak sampai hati merusaknya dengan lebih dalam.

Tangannya terus meremas-remas jagoanku. membuatku mengerang panjang.

"Ehm Uuuurrghhhhhh!!!, aku tak tahan lagi."

"Nez ... Sayang, aku tak kuat lagi."

"Kalau tak tahan masukkan, Sayang. Aku mengizinkannya."

Aku tak mungkin menghujamkan pusakaku, itu sudah prinsipku dari lama, meskipun aku harus tersiksa. Aku alihkan dengan memeluknya dengan kuat dan erat, untuk melepaskan sisa hasrat yang terdalamku. Aku melenguh panjang dan kekuatanku tiba-tiba semakin melemah. Gairahku juga mulai menyurut. Dia juga kulihat mulai lemas dalam pelukanku. Aku bersamanya mengakhiri permainan sore kami dengan kesenangan yang tiada tara dibawah gemericiknya hujan.

"Maafkan aku, Sayang. Aku selalu menggodamu, ketika kamu lurus. Aku yang selalu membelokkan," ucapnya masih dalam sisa-sisa nafas yang memburu.

"Aku juga meminta maaf, aku juga maukan itu darimu," balasku.

Sekarang aku hanya bisa jalani apa adanya dengannya. Mumpung dia masih dalam pelukanku. Kami duduk bersebelahan dan saling berpelukan, dia mulai menceritakan tentang motornya yang sampai bisa di rumah warga. Aku sangat cemburu jujur saja, lelaki lain telah menggendongnya saat Inez pingsan dan mengajak ke kamarnya. Memangnya siapa dia? Siapa yang jamin kalau lelaki itu tak menyentuh atau mencium bibir Inez yang sangat menggiurkan ini? Tapi semua sudah terjadi. Lambat laun aku tetap harus melepaskan dia dengan lelaki itu.