"Tidak ada High class sayang, aku dan Ayahmu sama, hanya saja pekerjaan yang membedakan kami, kami harus berpenampilan begini. Ayahmu itu orang yang luar biasa, tapi dia selalu menyukai kesederhanaan, seperti dirimu. Sebelumnya perkenalkan aku Ronald Pradipta Banna, Mama Royan adalah Meriana Micellin, kami bertiga sahabat lama" Jawab Papa Royan.
Pak Ronald berbicara sangat hangat dalam menjawab pertanyaanku. Dia tidak songong atau tampak arogan, justru terlihat penyabar. Beliau mengatakan bahwa mereka bertiga adalah teman sekelas SMA, Ayahku adalah anak yang rajin dan pintar, kutu buku selalu menjadi juara kelas, sedangkan Pak Ronald adalah berbanding trbalik dengan Ayahku, suka bolos dan biasa__kenakalan remaja, suka gonta-ganti pacar juga, detail sekali beliau ceritakan ini? sambil terbahak-bahak, dan sesekali Mama Micellin mencubit suaminya karena terlalu vulgar menceritakan betapa nakalnya ketika masih remaja, tak ada rasa malu dan tertawa-tawa, sampai aku malu sendiri mendengarnya.
"Kami berhutang budi pada Ayahmu, PR-kita sering menyontek dari Ayahmu, tugas sering dibantu mengerjakan, bahkan mau ujian kita minta ajari Ayahmu, belum lagi pas kuliah, banyak sekali bantuan Ayahmu ketika aku juga mulai memacari Micellin. Karena aku tahu Royan putraku ini adalah foto copyku ketika remaja, aku sangat berharap ada yang bisa merubahnya, putri Riyanto ini pasti di didik dan diajari seperti Ayahnya, dari situ kami sangat antusias untuk mengenalmu." Penjelasan panjang lebar disampaikan kepadaku, yang menjadikan alasan kenapa mereka memilih aku?.
kemudian diikuti Royan yang turut berkata-kata lagi menambah alasan dari Papanya, dia mengatakan kepadaku ... di depan Ayah Ibuku, bahwa dirinya hancur ketika ditinggal kekasihnya menikah, kerja sudah tak ada gairah, pelarian hanya ke Club, mabuk-mabukan dan serasa mau bunuh diri, tak jarang dirinya terlibat percekcokan, dan pertengkaran dengan Papanya karena hidup yang sudah tak karuan, banyak wanita yang berusaha mendekati dirinya, tapi tak ada satupun yang mampu mengobati luka hatinya. Akhirnya diputuskanlah adanya perjodohan ini, dengan beberapa pilihan.
"Namun hanya Inez yang masuk kriteriaku" dia merendahkan bahunya dengan mengarahkan wajahnya menatap aku dengan sorot tajam menusuk sampai dadaku, sambil berbicara "hanya dia yang memberi warna hidupku seketika." Aku tak bisa menatapnya lama, aku buang tatapanku ke bawah karena Royan terus menatapku membuat aku salah tingkah.
Dia menceritakan terus, bahwa semenjak bertemu aku dengan keangkuhanku itu, menjadikan dia penasaran dan mulai bersemangat lagi dalam menjalani hidup. ia mengaku memiliki warna lagi. yang selama berbulan-bulan hambar dan monoton tak ada gairah, hanya mabuk, malas-malasan begitu saja alurnya setiap hari.
"Semenjak itu, aku jadi punya kegiatan harian yang menantang, aku buat agenda untuk menyelesaikan misiku, misi untuk mengenalmu lebih jauh" aku tak menyangka saat aku mulai mencoba menatap dia, dia langsung mengerlingkan matanya kepadaku, sehingga membuat aku menundukkan pandanganku lagi. "Aku tahu semua tentangmu Nez, teman-temanmu, aktivitas dan pekerjaanmu, keseharianmu, si pujangga hatimu serta yang berhubungan dengannya, bahkan aku sudah beberapa kali makan di warung Beny" Akunya semakin mengagetkan. Ternyata dia selama ini tidak ada kabar apa-apa, dibalik itu dia menyelidikiku dengan detail sampai partikel yang terkecil. Aku semakin gemetar dibuatnya, dia juga menyelidiki Arman dan yang berkaitan dengannya? apakah dia tahu juga keluarga yang di Yogya? pelarianku dan ...
"Aku melihatmu saat berangkat kerja, bagaimana perbedaan wajahmu yang tanpa make up dandengan make up, aku tahu semuanya, membuat aku semakin mantab memilikimu." dia berbicara sangat percaya diri di depan dua keluarga ini. "Lihatlah Ayah, Putrimu ini luar biasa kesetiaannya, coba kemarikan HP__mu, semua HP yang kau bawa" kenapa ini? dia meminta semua HP__ku? apa yang akan dia lakukan, apa dia akan menelfon seseorang dari kontakku? apa dia ingin menghubungi Arman?. aku makin ketakutan, namun aku tetap menuruti dan merogoh tasku untuk aku sodorkan semua HandPhone yang aku bawa kepadanya. "Lihat! tidak ada di tiga HPnya ini yang menyimpan nomorku, bahkan namaku sukar dia menyebutnya. padahal di HP__ku sudah ada nama dan nomor dia, bahkan sebelum aku ketemu kamu!, ini bukti bahwa Inez ini sangat setia dan aku ingin jadi bagian dari kesetiaannya itu." Tukasnya sambil memencet-mencet nomor di HandPhone ku, sambil menatap Papa Mamanya bergantian dan tersenyum lebar.
"Nah sudah, jangan di hapus ya? itu kontakku, simpan baik-baik." pungkasnya sambil mengembalikan Handphone ku.
Setelah aku terima semua HP ku, Ibuku yang dari tadi menjadi pendengar setia sekarang mulai berbicara, "Ayo, kita makan dulu, sudah menanti dari tadi untuk dinikmati bersama, masakan rumahan ala Bu Riyanto.hehee" dan aku sudah merasa enggak nyaman, baik sikonnya, juga keadaan badanku yang dari pagi keluar keringat dan pastinya sudah bau asem. "Saya permisi dulu sebentar, saya akan menyusul nanti, mohon maaf saya gerah karena dari pagi keringatan, saya izin pergi mandi dulu" Pamitku seraya berlalu menuju kamar mandi. ehmmm ... hari yang melelahkan, sekarang aku ada satu beban lagi, sedang apa Arman disana dengan Ayu?, tak ada waktu untuk menanyakannya sementara aku disini menghadapi dia dan keluarganya.
Ketika aku masuk kamar mandi, aku melihat di sisi ruas kamar mandi porselin ini, ada sekuncup mawar segar, disertai surat kecil, pasti dari Royan, meskipun aku malas sebenarnya, tapi aku tetap ingin tahu apa isinya. Aku buka dengam bimbang,
[Kecantikanmu tak akan luntur meskipun kau mandi atau belum mandi, Aku benar-benar jatuh cinta kepadamu setelah bertemu kala itu, aku berjanji untuk mendapatkan hatimu dan membahagiakanmu menggantikannya].
isi pesannya terasa sangat konyol, dia kira ini romantis, malah norak bagiku. Tidak ada yang bisa menggantikan dirinya di hatiku, aku denganmu hanya karena keterpaksaan. aku plintir kertas itu lalu aku buang di tempat sampah. Aku segera mengguyurkan air ini ke sekujur tubuhku yang terasa panas sedari tadi, agar jiwa ini mendapat siraman dan mendapat kesegarana dari air ini.
Aku keluar selesai mandi dan berganti baju demi menghargai tamu ayahku. Aku ingin marah dan berlari namun aku tak berdaya.
aku harus menghadapi ini mau atau tidak mau. Aku berjalan menuju ruang tamu yang disana sedang hangat suasana makan masih sambil berbincang. Belumlah aku duduk, aku makin terkejut dengan pertanyaan "Gimana Nez? kamu mau langsung menikah atau tunangan dulu?" Tanya Ayahku itu langsung di hadapan mereka? kenapa tak dibicarakan dulu dengan aku? atau minimal nanti saja kek setelah mereka pulang? Aku terdiam karena aku tak punya jawaban, hanya air mata yang hendak tumpah ini yang bisa kujadikan jawaban. Aku perlahan duduk tak ada gairah makan lagi.