Chereads / HANYA AKU UNTUK DIA / Chapter 23 - 23 Rujak Buah

Chapter 23 - 23 Rujak Buah

Seusai memakan santap siang bersama, kami harus segera kembali.

"Bebh, ini uangnya ya? Sambil menyodorkan beberapa lembar uang, oh iya aku kasih rujak seger mau Bebh?" Tukas Arman berhadapan dengan Beny.

"Ah mau lah ya, kamu bikin sendiri buat aku? Auw auw jadi uwuuuuw deh aku." Si Benny berjoget-joget lincah kegirangan membalas Arman.

"Iyalah aku bikin, sekali-kali aku memberi, masak aku minta gratisan terus, hehe," ucap Arman sambil mengajakku berlalu.

"Ulala bikin aku makin kesengsem deh, auw sama kamu Bebebh!" Aku berlalu sambil melihat Benny mengirim gaya kiss bye__cium jauh kepada Arman sehingga aku tertawa.

"Rujak darimana tadi?" Karena dia enggak cerita, jadi aku tidak tahu.

"Ah itu si Rika, ngasih rujak. Aku kasih Benny saja lah. Aku enggak biasa nerima pemberian cewek-cewek yang ada maunya," jawab Arman singkat, sambil terburu-buru kembali bersamaku.

Sesampai di kantor, kami langsung menuju ruang masing-masing. Sekembaliku, betapa kagetnya aku di ruang kerjaku sudah ada Liza yang kembali dan duduk di kursinya. Ada Ardy juga disisi, mungkin amarahnya telah reda, karena itu dia sudah kembali bersama Ardy yang telah berhasil membujuk rayunya.

"Inez, kemarilah." Sapa Liza sambil merentangkan tangannya bersiap memeluk aku.

"Sayang? Maafkan aku ya?" lanjutnya menyambung kata.

"Tak apa sayang, aku yang memohon maaf. kKamu benar kok, memang aku yang sudah keterlaluan dan merepotkan," jawabku sembari melangkah mendekati mereka.

"Aku janji tak akan mengulangi lagi Liz, tapi tolong jangan bersikap begitu lagi, aku takut kehilangan saudaraku yang sangat mengerti aku." Tangisku makin pecah dalam pelukannya.

"Kamu juga janji, jangan aneh-aneh lagi," pungkas Liza kepadaku.

"Nah, gini dong lebih keren! Kalian, kan sudah kayak anak kembar saja yang tak dapat dipisahkan. Kemana-mana kalian selalu bersama. Ada apa-apa juga selalu saling mengerti. Kan gak asyik kalau berantem?" terang Ardy ditengah percakapan dan pelukan kami.

Wajar sekali Liza marah terhadapku, sebab kejadian semalam diluar nalar dan mendebarkan, andai saja ketahuan aku tak ada disana. Bisa berurusan dengan polisi karena telah melakukan kebohongan besar dan memberikan keterangan palsu. Bagaimana martabat dan nama baik keluarga Liza dipertaruhkan demi menyelamatkan aku yang lagi enak-enakan dengan kekasihku? Belum lagi kalau di telisik lagi ternyata aku dengan seorang pria di tengah-tengah sawah gelap-gelapan sampai fajar diufuk timur, bisa bayangkan apa yang akan kami terima sebagai hukumannya? Semua luar biasa bahaya, namun yang lebih luar biasa, nalarku tak sampai ke arah sana. Akupun berjanji dan berusaha tidak akan mengulangi lagi kejadian-kejadian yang membuat orang lain berbohong. Berusaha dan belajar lebih dewasa

Jam sudah menunjukkan tepat untuk masuk kantor seusai istirahat siang, maka Ardy berpamitan untuk kembali ke ruang maintenance tak jauh dari ruang kami, yaitu ruang administrasi. Aku dan Liza sudah akur lagi dan siap mengerjakan tugas pekerjaan bersama lagi.

"Aku mau photo copy dulu ya, Nez." Liza membawa lembaran kertas yang hendak ia gandakan. aku pun mengangguk sebagai jawaban.

"Mas Arman, dari kamar mandi, ya?" Rika menyahut tangan Arman sambil senyum-senyum manja, karena kedua ruang itu memang searah dan berdekatan sehingga jika ingin ke kamar mandi pasti melewati tempat photo copy, tapi Arman langsung menarik tangannya itu dari pegangan Rika.

"Eh, enggak usah gini, dilihat mbak Inez nanti kamu dihajar," ucap Arman menakut-nakuti.

"Oh iya, mengenai tadi rujaknya Rika, Mas Arman enggak usah sedih. Aku sudah gak marah kok, Mas Arman pasti kepikiran ya? Pasti gak konsen kerja kepikiran aku yang marah-marah, iyakan mas? Rika udah maafin Mas Arman kok, jadi jangan sedih lagi ya, juga gak usah minta maaf, rujaknya uda dimakan kan, mas?" obrolan yang keluar dari bibir Rika ke-PD-an sekali.

Batin Arman berbisik sendiri "siapa yang sedih? Siapa yang kepikiran? Bikin geli saja nih anak, tuh rujaknya uda masuk perut Beny."

Sikap dan perbincangan Rika dan Arman, kala itu dilihatlah oleh Liza.

"Eh, kamu jangan kecentilan sama pacar orang. Banti kena tabok baru nangis-nangis, lagian masih kecil kerja yang bener, jangan cowok terus yang ada di kepala," sindir Liza berbarengan dengan Arman yang pamit berlalu pergi.

Liza membalas Arman dan kembali berhadapan dengan gadis photo copy ini.

"Nih masing-masing lima lembar ya? Awas jangan salah, aku jewer kalau salah. Gara-gara mikirin cinta melulu." Rika langsung menyabet kertas dari Liza dan segera mengerjakan perintah Liza, sambil menampilkan wajah bermuram durja dan tak keluar sepatah kata dari dirinya.

Setelah Liza selesai, iapun tak ingin berlama-lama. Sekian detik setelah dia berbalik arah, rupanya gadis itu berbisik sendiri.

"Lagian masih pacar aja, janur kuning belum melengkung berarti Mas Arman masih milik umum, mbak Liza ketus banget, orang bukan pacarnya" ups! ternyata telinga Liza sangat tajam

"Hah?! Kamu bilang apa? Aku Ketus?!" Seakan mau marah membuat Rika jadi ketakutan sambil menolehkan kepala,

"ah, Bukan! Mbak, siapa yang bilang gitu? Aku bilang kentut. Aku pingin kentut, mbak Liza cepat deh balik, ah aku mau kentut di kamar mandi dulu, ya? da da." Si Rika salah tingkah melihat Liza yang geram. Seketika dia berlari terbirit-birit menuju kamar mandi, Liza berlalu sambil geleng-geleng kepala.

"Nez itu si Rika enggak kamu labrak apa di gimanain gitu? Dia suka godain Arman lho," tutur Liza kepadaku, sambil membawa berkas yang ia butuhkan.

"Ah, ngapain Liz? Anak kecil biarkan saja! Mungkin cinta pertama dia, asal nggodainnya gak kelewatan. Hehehe. Aku percaya Arman, aku gak perlu khawatir." Nadaku datar dan biasa saja, karena aku memang tidak cemburu kepada Rika. Perempuan masih polos dan lugu, jadi ya santai saja sih aku.

"Eeeh kelewat santai, nanti beneran disabet orang baru bingung kamu!" sahut Liza menggodaku.

"Ya, lihat-lihat orangnya dong Liz, kalau Rika, Bang Benny yang kecentilan, aku sih malah geli, lucu saja hihihi," ucapku sambil meringis kecil.

"Kalau yang godain orang yang aku gak kenal, baru aku turun tangan," balasku.

Eh aku baru punya pikiran sekarang, ah ide cemerlang nih, sambil aku memandang Liza dari atas sampai bawah, gerak-geriknya. Sampai-sampai aku tak berkedip menyaksikan sekujur tubuh Liza, kenapa enggak kepikiran ya? Kenapa aku gak coba kenalin Liza sama Royan saja? Iya, kan? Mereka sama-sama kaya. Liza wanita sempurna, cantik rupawan terbukti dari banyaknya pria-pria yang di tolaknya, sedang aku mana pernah menolak cowok? Ya baru Royan ini. Itu saja karena pelarian sebab dia ditinggal pacarnya alias patah hati. Karena sekalinya aku jatuh hati ternyata klop sama Arman sampai sekarang ini.

Kalau dia melihat Liza pasti bakal terpesona, tapi bagaimana cara mengenalkan mereka ya? Liza kalau aku tawarin, tersinggung enggak ya? Kira-kira dia mau enggak godain Royan itu? Sambil menutup mulutku aku tertawa-tawa kecil sambil mengangguk-angguk.

"Kamu kenapa Nez? Lagi Sarap ya?" tanya Liza karena melihatku berekspresi aneh.

"Ah enggak cuma lucu saja" jawabku.