"Aku sayang kamu Liza, dimataku kamu adalah gadis sempurna. Bagiku kamu adalah kandidat yang terbaik diantara yang lain untuk mengisi kehidupan Arman. Kejarlah dia, jangan pernah lepaskan dia. Berjanjilah agar dia tidak jatuh ke tangan perempuan buruk yang tidak mungkin membahagiakan dia." Aku menumpahkan air mata melawan pergolakan batinku menjawab semua pertanyaan Liza.
"Tolong! Jangan pedulikan air mataku, jangan lihat aku. Lakukan apa yang menurutmu itu baik. Air mataku ini pasti akan selalu mengiringi tapi air mata menuju kesembuhan, jadi biarlah air mataku ini terkuras habis. Sehingga yang tersisa hanya kebahagiaan untuk aku. Untuk kamu dan dia." Wejangan ini terlalu aku paksakan. Tapi apa boleh buat?