"Harga diriku terasa diinjak-injak oleh si Homo gak punya otak itu!!! Andai saja gak melanggar hukum. Sudah ku bunuh saja orang itu!" Tatapan matanya tajam.
Sesuai rencana aku sampai rumah berusaha menampilkan wajah yang sesumringah mungkin, tapi bagaimanapun bekas sembabnya wajah tangisanku mungkin masih tampak, namanya seorang Ibu, pasti merasakan jika ada yang berbeda dari anaknya.
"Assalamu'alaikum," salamku memasuki rumah.
"Wa'alaikumussalam, bajunya kok ganti? Tadi pagi kamu pakaiannya beda, Nez? Terus wajahmu sedih sekali. Ada apa ini?" Ibuku langsung memeluk aku sesaat setelah aku mencium punggung tangannya dan diikuti Mas Royan.
"Tadi Inez kepleset, Bu. Pas saja di selokan, jadi bajunya sudah kotor, Makanya Royan belikan baju ganti. Karena dia masih lemah, teman dia menelfon Royan, lalu Royan antar pulang." Mas Royan beralasan untuk aku.
"Ya Tuhan ... Sayang, lalu ada yang luka? Kenapa kamu menangis? Ada yang sakit pastinya?" tuduh Ibu dengan gundah.