Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My Beautiful Bride

Pinnacullata
--
chs / week
--
NOT RATINGS
16.2k
Views
Synopsis
Ethan Daniel—CEO kasar yang selalu bersikap dingin karena trauma masa kecilnya. Percintaan sangat jauh dari kehidupannya, maka saat sang kakek mengingatkan perihal gadis masa kecil sekaligus tunangannya. Dia sama sekali tidak peduli dan terkesan sangat cuek. Tapi saat bertemu dengan Anna—wanita sederhana yang sama sekali bukan tipenya, entah kenapa Ethan merasa ada sesuatu yang berbeda, gadis itu sama sekali tidak tertarik dengan ketampanannya, atau kekayaannya. Anna malah menolak pertunangan mereka. Hal itu semakin membuat Ethan penasaran karena selama ini, tidak ada yang bisa menolak pesona, kekayaan dan tahtanya. Dapatkah Ethan mendapatkan Anna, bagaimana saat sudah mengecap kebahagiaan, trauma masa kecilnya kembali menguar. Mampukah Anna menyembuhkannya?
VIEW MORE

Chapter 1 - Anna Frederica

"Anna, kamu tahu sekarang sudah jam berapa?" tanya Mamaku dengan wajah kesal.

"Aigooo Mama, bawel banget sih ah," ucapku kesal sambil masih menutup wajahku dengan bantal.

"Mama dah janji kamu harus kesana pas makan siang, sekarang dah mau jam 10," ucap mama tidak sabar.

"Astaga mama!" seruku kesal. Aku bangkit dari tempat tidurku yang mungil, dan beranjak menuju kamar mandi.

Apa sih spesialnya dengan janji dengan kakek tua itu, dari kemarin mama heboh amat! pikirku kesal sambil membersihkan tubuhku.

Selesai mandi Mama ternyata masih menunggu di kamarku, dia menungguku dengan tidak sabaran

"Ayo… sini cepat pakai gaun cantik ya, nih yang kuning anak ayam, warnanya pas buat kulit kamu!" seru mama sambil menempelkan gaun itu ke badanku. Aish aku tidak suka pakai gaun, terlalu melambai, pikirku kesal.

Tapi wajahnya begitu berharap, sehingga aku mengangkat baju itu dan menempelkannya ke badanku lagi, rok itu berbahan ringan, jatuh pas diatas lututku.

Ah, kenapa ga boleh pakai jeans saja sih, mama benar-benar terlalu heboh dengan kunjungan ini, sesalku dalam hati. Tapi pada akhirnya aku tidak tega mengecewakan mamaku dan segera mengenakan baju itu.

"Ah cantiknya anak Mama," ujarnya dengan terkagum-kagum, aku jadi tersipu malu. Yah tapi siapa sih yang bilang anaknya sendiri jelek, tapi aku melihat pantulan wajahku di cermin, memang ternyata warna ini bagus, cocok dengan kulitku.

"Sini mama sisirin," panggilnya agar aku duduk di depannya. Aku segera duduk dihadapannya, dan Mama segera menyisir rambutku yang panjang.

"Rambutmu cantik sekali Anna, tebal dan lurus alami," katanya sambil menyisir rambut ku dengan lembut, aku suka sekali jika Mama ku menyisir rambutku, dulu waktu aku kecil sebelum tidur pasti Mamaku datang dan menyisir rambutku.

"Aku malah mau pikir mau cat rambutku Ma," ujarku.

"Hah, ga ada jelek, jelek pasti jelek, dah bagus warnanya kecoklatan begini, warna rambut asli itu selalu yang terbaik, Tuhan tau warna yang pas buat kamu, udah ga usah aneh-aneh pake di cat segala!" seru mama gusar, aku mendengus kesal.

"Dah selesai! cantiknya anak Mama!" ujarnya mengulang ucapannya tadi.

"Ish Mama," ucapku merajuk karena risih dipandangi oleh Mama dengan seksama.

"Pakai make-up sedikit nak," ujarnya lagi.

Mama benar-benar berlebihan, buat apa aku berdandan untuk seorang kakek tua! Tetapi lagi-lagi Mama menungguku memakai make-up, dengan kesal aku mengambil bedak dan memakai sedikit make up.

"Selesai, senang?" tanyaku sebal.

"Jangan cemberut, senyuman adalah make-up yang paling utama." ujarnya lagi sekarang mendorongku keluar dari kamar.

"Nih ada uang buat taksi. Ingat kamu harus sopan yah, ini kan kakek tua teman kakekmu dulu, jadi kamu harus sabar-sabar ya," ujarnya lagi sambil menaruh uang di tanganku.

Tumben sekali mama sampai menyuruhku naik taksi, sampai di kasih uang lagi, kataku dalam hati melihat uang di tanganku.

"Nih ada sepatu yang pas buat kamu," serunya sambil mengeluarkan sepasang sepatu baru.

Aku terkesima melihat sepatu berwarna nude itu, cantik sekali, dan baru!

"Wah Mama, sepatunya cantik sekali!" ucapku kaget menerima sepatu itu, aku segera memakai sepatu itu sangat pas sekali di kakiku.

"Iya mama simpan khusus buat hari ini," ucapnya tersenyum terharu. Aku tak mengerti apa yang begitu spesial dengan bertemu dengan seorang kakek tua, tapi jika itu bisa membuat Mamaku senang, aku rela melakukannya.

Taksi segera datang dan membawaku ke Hotel Le Maiden, dimana kakek tua itu menungguku. Jam 12 pas aku sampai ke restoran tempat kami bertemu.

Kakek itu sudah datang duluan, dia berperawakan gemuk dengan wajah merah dan tersenyum meriah saat melihatku.

"Hooooh Anna Federica cucuku!" ucapnya saat aku menghampirinya, dia dengan susah payah berdiri dan memelukku dengan senangnya. Aku terkejut dengan reaksi nya yang spontan, aku ditariknya dengan eratnya dalam pelukannya.

"Halo… kakek," seruku tertahan karena eratnya pelukannya.

Dia mundur dan menatapku dengan seksama. Dia tiba-tiba terharu, matanya mulai berkaca-kaca. Aku semakin bingung harus bagaimana.

"Kamu… mirip sekali dengan Anya, nenekmu!" seru kakek tua itu.

Dia meraih kursinya dan kembali duduk sambil menyuruhku ikut duduk, aku segera duduk di hadapannya dengan bingung.

"Saya teman dekat Nenekmu dulu. Anya Maria, cantik sekali, sama seperti kamu," ujarnya masih memandangiku dengan takjub.

"Kemiripannya sungguh luar biasa, memang kamu sungguh cucunya Anya," sambungnya lagi terharu. Dia mengeluarkan saputangannya dengan susah payah.

"Anya adalah cinta sejati saya," ujarnya memandangiku, yang membuatku jadi takut.

"Sayang, dia tidak mencintai saya, dia memilih bersama kakekmu, sahabatku dari kecil," jelasnya sambil meminum teh dari cangkir di hadapannya.

"Mau kopi atau teh nak?" tanyanya tiba-tiba.

"Engg, … Teh boleh kek," jawabku. Dia segera mendelik kearahku.

"No no no jangan panggil saya kakek," ujarnya, aku mulai merasa tidak enak, maksudnya apa, tadi dia memanggilku cucu? sekarang kok ga boleh panggil kakek? mana pakai cerita cinta sejati lagi, jangan-jangan ini kakek mesum, pikirku dalam hati, walau katanya ini kenalan kakek tapi kok aku jadi takut ya?

"Panggil saya Opa, Opa Jacob!" serunya tersenyum. Aku segera bernapas lega, ah sepertinya aku hanya suudzon sendiri.

"Pesankan teh buat nona ini!" ujarnya tiba-tiba, aku bingung dia berbicara dengan siapa, apa dia menyuruhku untuk pesan sendiri? Aku agak melompat dari kursiku karena kaget, baru saja aku mau berdiri, tiba-tiba berdiri seorang pria menuduk sedikit kearahnya lalu pergi.

Tidak lama kemudian, kembali lah pria berjas hitam itu dengan nampan berisi cangkir di tangannya.

"Silahkan diminum," ucap Opa Jacob tersenyum, pipinya yang merah mengingatkanku sesosok berbaju merah yang sering membagikan kado pada anak-anak.

"Jadi, karena Kakekmu tidak nyaman dengan Opa mu ini, karena dia menikah dengan nenekmu, dia berjanji akan menikahkan anaknya dengan anak opa," jelasnya lagi. Aku mengangguk-angguk walau tidak mengerti pembicaraan yang berputar-putar ini maksudnya apa.

"Tapi kedua anak kami perempuan," serunya kecewa. Dia menatapku sungguh-sungguh, karena salah tingkah, aku segera mengambil cangkir teh ku.

"Sehingga kami menunggu cucu-cucu kami." ujarnya, aku yang sedang meminum tehku langsung tersedak. Maksudnya… aku harus menikah dengan cucunya? ah sudah jaman tek-tok begini aku masih di jodohkan? tidak mau! pikirku kaget dan merasa terhina. Opa Jacob sepertinya tahu aku terkejut.

"Saya tahu, kamu pasti terkejut kan, tapi ini sudah perjanjian Kakekmu dulu dengan saya, saya sudah tua dan sakit-sakitan, jika saya tidak bisa menempati janji saya pada Kakekmu, saya tidak dapat meninggal dengan tenang nak, tolong bantu saya, umur saya sudah tidak panjang lagi,?*" pintanya memohon, aku memandang kakek tua berwajah ramah itu dengan berat hati. Aku benci dihadapkan pilihan yang sama-sama tidak enak ini.

Menepati janji kakekku dulu atau tidak semuanya ada konsekuensinya masing masing, aku akan menikah dengan orang yang asing atau membiarkan Kakek tua ini meninggal penasaran? aish pantas mama tadi tidak mau ikut, pasti dia tau akan cerita ini. kataku dalam hati dengan geram.

Bagaimana ini?