Chereads / My Beautiful Bride / Chapter 4 - Semua Wanita Sama

Chapter 4 - Semua Wanita Sama

"Opa sudah enakkan ya?" aku mendengar suara perempuan itu. Kenapa dia yang jadi lebih khawatir dari pada Aku sih? kataku dalam hati, Aku terus berjalan mendekati ruangan Opa.

"Sudah, berkat kamu Opa jadi tenang." suara Opa kini lebih jelas dan tenang, sepertinya keadaanya sudah lebih baikan, beban hatiku agak terangkat. Aku sudah di depan pintu saat dia mendengar suara Opanya lagi.

"Maafkan Ethan, dia memang selalu begitu, tapi aslinya dia baik, jadi gimana? kamu mau kan?" dia mendengar kakeknya memohon. Cih, kenapa dia sampai memohon seperti itu, seakan-akan aku bujangan lapuk, pikirnya kesal. Dan yang lebih menyebalkannya lagi, perempuan ini sok jual mahal sekali, sampai menikah dengannya saja perlu berpikir lama? pikirnya lagi kesal.

Aku segera masuk dengan gaya angkuhnya. Wanita itu melirik sebentar kearahku dan kakekku malah menatapku dengan sebal karena menggangu bujukannya kepada Anna.

"Opa akan masuk jadwal untuk dioperasi ya, jangan lupa nanti harus puasa. Kamarnya nyaman kan? Aku pulang dulu, sudah malam nanti jam 10 mau ada meeting sama New York." seruku sambil melihat jam, sekarang sudah hampir jam 9 malam.

"Ethan..." panggil Opa Jacob dengan suara serak, dia harus tanya sama dokter tentang itu juga, pikirnya dalam hati

"Kita ngobrol dulu sebentar." ujarnya menatapku dengan penuh harap. Wanita itu ikut memandangnya matanya yang bulat. seakan-akan dia aneh. Kenapa dia melihatku seperti itu? pikirnya kesal.

"Aku harus melihat berkasnya dulu Opa, nanti ga keburu lihat berkas, meeting jadi percuma." seruku beralasan.

Aku sebenarnya sudah tahu apa harus di bicarakan dalam meeting itu, hanya aku tidak suka berlama-lama berbicara ini itu, hal-hal seperti itu bukan untuk diriku, aku lebih baik menyendiri dan berbicara seperlunya.

"Meeting itu bisa di tunda, ayolah kita dah lama ga ngo,-" dia terbatuk-batuk sebelum menyelesaikan kata-katanya.

Wanita itu langsung sibuk mencari gelas, dan mengisi air dari air mineral botolan, tapi dia tidak kuat membukanya, cih... Aku mendekatinya, merebut botol air mineral dari tangannya membukanya lalu membuangnya ke gelas Opa.

"Terima kasih cucu-cucuku." kata Opa Jacob setelah puas minum. Ia memandangi kami berdua dengan tatapan yang puas. Satu tangannya ada di tangan Anna dan yang satunya ada di tanganku.

"Opa sungguh berharap kalian akan bahagia, sebahagia yang direncanakan oleh kakek-kakek mu." ucap Opa Jacob aneh.

"Opa ngomong apa sih, kaya mau ada apa aja." protes wanita itu ternyata merasakan hal yang sama seperti yang aku rasakan.

"Ethan, kamu antar Anna pulang ya? sudah malam ga mungkin dia pulang sendirian." pinta Opa Jacob kepadaku.

Aku menghela napas panjang ingin protes, tapi entah kenapa pandangan mata kakek tua itu malam ini sungguh membuat ku iba.

"Kenapa aku harus pulang, nanti Opa gimana?" tanya wanita itu kaget. Aku dan Opa saling pandang karena terkejut.

"Maksudku... Opa ga apa-apa ditinggal di kamar sebesar ini sendirian?" tanyanya bingung.

"Ya emang kenapa, Opa dah gede kok, dah tua malah, dah bisa bobo sendiri, emang kenapa?" jawabku gemas, tidak mengerti jalan pikiran wanita ini.

"Opa ga apa-apa, kan ada Daniel." jawab Opa agak geli dengan kekhawatiran berlebihan Anna.

Aku memandang wanita di sebelahku dengan takjub, wanita ini benar-benar aneh, memang kelewat bodoh atau benar-benar pandai akting. Sepertinya Opa Jacob sudah terkena manteranya, Kakek Tua itu sekarang menatap wanita itu dengan tatapan memuja.

"Oh ada Daniel." ulangnya lagi.

"Kalau begitu baiklah aku pulang ya Opa!" serunya tiba-tiba meraih Opa Jacob dalam pelukannya.

Opa Jacob terkejut atas pelukannya, apalagi aku. Aku terperangah atas pemandangan di hadapanku. Kami tidak pernah pelukan bahkan bersalaman saja jarang.

Menurutku kadang Opa Jacob saja suka berlebihan manjanya, tapi wanita ini seenaknya saja main peluk. Ah dia ini bukannya bodoh, tapi benar-benar jago akting. aku harus berhati-hati dengannya. Dia sepertinya wanita ular yang berbisa, pikirku mewanti-wanti dalam hati.

"Baik, hati-hati sayang." ucap Opa Jacob setelah pulih dari keterkejutannya.

Wanita itu melambaikan tangannya dan berjalan keluar begitu saja dari kamar rawat Opa. Lho bukannya dia minta diantar pulang tadi kok dia main nyelonong begitu saja? tanyaku bingung dalam hati, aku segera mengejarnya keluar.

"Eh...eh!" teriakku memanggilnya di lorong rumah sakit. Tapi dia tidak mau berhenti, seakan tidak mendengarku.

"Hei, hei! aku tau kamu mendengarku!" teriakku kesal.

Dia berhenti berjalan dengan sepatu haknya yang murahan itu, dan menoleh. Tatapan matanya seakan mau memakanku. Lho kenapa dia marah, kan dia yang seenaknya pergi begitu saja. Dia datang menghampiriku dengan tatapan mengintimidasi.

"Kenapa... kenapa kamu yang malah melihatku seperti itu?" tanyaku bingung, entah kenapa aku terintimidasi olehnya.

"Eh eh... hei hei, jangan seenaknya anda memanggil saya ya!" bentaknya. Aku tertegun menatap wajahnya yang mungil tapi sedang marah itu.

"Ah.." hanya itu yang aku bisa ucapkan.

"Dari tadi saya sudah cukup sabar dengan kelakuan anda ya, saya punya nama, anda tau kan nama saya, tadi kita sudah di kenalkan kan?" ucapnya memarahiku.

Aku Ethan Samuel sedang dimarahi, ada apa ini, kenapa dunia seakan-akan terbalik? Tapi herannya lidahku kelu, aku tidak bisa menjawab pertanyaannya. Aku hanya terbius dengan manik matanya yang bewarna coklat muda.

"Nama saya Anna, Anna Federica." ucapnya lagi mengingatkanku seakan aku seorang idiot. Aku segera menguasai diriku lagi.

"Anna, mari kita pulang." ujarku menarik tangannya. Sampai sekarang pun aku bingung kenapa aku bisa seenaknya menggandeng tangannya.

Dia mengikutiku beberapa langkah sebelum akhirnya dia menyadari apa yang aku lakukan lalu melepaskan tangannya dari genggamanku.

"Eh ... mengapa anda seenaknya menyentuh saya?" teriaknya lagi, membuat suster-suster yang ada di boothnya ikut memperhatikan kami.

"Kamu mau pulang kan, aku antar." jawabku cepat.

"Ga perlu, saya bisa pulang sendiri." balasnya, langsung berjalan sendiri menuju lift melewati booth suster yang pastinya sedang mendiskusikan kami.

"Hai!" panggilku mengulang kesalahanku lagi. Dia segera masuk ke dalam lift.

"Anna, tunggu!" teriakku segera ikut masuk kedalam lift.

"Tuh ga susah kan panggil nama orang pakai namanya!" serunya ketus. Aku menggertakkan gigiku, aku separuh menyesal ikut masuk kedalam lift.

"Aku tak butuh diantar, aku bisa pulang sendiri!" serunya tanpa melihatku.

Aku gemas sekali dengan wanita keras kepala ini. Baru kali ini aku bertemu dengan seseorang yang sama keras kepalanya dengan diriku, pikirku dalam hati.

"Opa menyuruhku untuk mengantarmu pulang." ucapku memandangnya.

"Ga butuh!" jawabnya masih keras kepala.

"Hari ini sudah malam, kamu ga mungkin pulang sendiri." ujarku tak mau kalah, entah kenapa emosiku selalu tersulut ketika berbicara dengan wanita ini.

Pintu lift terbuka dan wanita itu berjalan secepat sepatu hak murahannya membawanya.

"Anna!" panggilku tapi dia malah berjalan semakin cepat, pegawai valet melihat kedatanganku dan langsung menyiapkan mobil ku, aku berlari mengejarnya, bola mata coklat mudanya terbelalak ketika aku kembali meraih lengannya dan menariknya masuk ke dalam mobil.

Dia bisa turun dari mobil saat aku memutar menuju kursi pengemudi, tapi dia tidak turun, cih dia kaget setelah melihat mobilku mungkin, semua perempuan sama, jika melihat mobil mewah pasti langsung mau ikut! pikirku saat menyetir keluar dari rumah sakit.