Chereads / Labirin (Dimensi Misteri) / Chapter 5 - Tak Ada Jalan Keluar

Chapter 5 - Tak Ada Jalan Keluar

Lelaki itu berjalan dengan santainya, masih menggenggam kepala di tangan kirinya dan mulai bersiul seraya melangkah menjauhi tempat Angga. Siulan itu terdengar sangat riang, namun suara siulan itu pula akan menjadi sebuah tanda dan juga trauma bagi Angga yang kini berusaha mengingat-ingat di dalam otaknya, jika dirinya mendengar itu ia harus segera lari. Itu sudah menjadi seperti warning baginya saat ini.

Angga terduduk dari tempatnya, dan menoleh menatap lelaki yang kini berbelok ke salah satu tikungan yang entah bagaimana bisa tiba-tiba saja ada di hadapan dirinya, seolah labirin itu hidup dan berganti tempat tanpa kesadaran Angga.

Suara siulan dari lelaki itu kini perlahan menjadi pudar, dan Angga hanya bisa mendengarnya seperti sayup-sayup kecil yang pada akhirnya menghilang beberapa detik kemudian. Hal itu pun membuat Angga menghela napasnya cukup lega karena dirinya berhasil lolos dari maut yang mengerikan.

Angga pun menjadi berpikir mengenai kenapa lelaki itu bersiul seperti demikian, setelah ia menerka-nerka kenapa dirinya melakukan hal itu, Angga pun akhirnya memiliki sebuah asumsi yang cukup kuat untuk menjawab pertanyaan yang hadir di dalam benaknya, Mungkin siulan itu sengaja di buat oleh lelaki tersebut agar menakut-nakuti orang yang pernah ia temui, dan itu juga akan berguna baginya mulai dari saat ini.

Merasa bahwa laki-laki itu sudah benar-benar menghilang dari wilayahnya, Angga pun segera beranjak dari tempatnya dan memutuskan untuk segera keluar dari labirin tersebut. Ia tentu tidak mau berhadapan lagi dengan lelaki psikopat yang menggenggam kepala di tangan kirinya, ia juga beranggapan bahwa mungkin saja tidak hanya dia orang psikopat yang ada di dalam labirin itu. Dan karena hal itulah yang membuat Angga berlari dengan cukup kencang saat ini, berupaya untuk mencari jalan keluar. Namun, upaya yang dilakukan oleh Angga terasa sia-sia, ia pada akhirnya menemukan fakta bahwa jalan keluar yang dia cari tidak pernah mudah untuk ditemukan. Peranggapan Angga saat itu muncul setelah dirinya berlari hingga seluruh tenaganya terkuras, namun ia masih belum bisa mendapati satu pun celah atau gerbang keluar dari labirin tersebut.

"Hh … hh … Sialan … " rutuk Angga kepada dirinya sendiri.

Angga merasa sangat kacau hari itu, karena dirinya baru saja hendak bangkit dari keterpurukannya dan ingin kembali berjuang untuk hidup dan kembali berdiri dari kerasnya pukulan yang ia terima dan rasakan akhir-akhir ini pun, harus membuat Angga kembali merasa tertekan dan bahkan lebih dari yang sebelumnya.

Angga merasa bahwa ia bisa saja menjadi gila jika berada di dalam labirin ini terus menerus, dan lagi dirinya pun harus bisa memperjuangkan hidupnya untuk menghindari si pembunuh yang baru saja ia hadapi beberapa menit yang lalu. Dan lagi pikiran Angga saat ini dikacaukan oleh pemikirannya yang bertanya-tanya mengenai bagaimana caranya dia agar bisa memberikan alasan yang tepat kepada Pak Syahmi jika-jika ia berhasil keluar dari labirin dan ditanyai perihal absennya yang tidak menghadiri rapat penting hari ini.

Digelengkannya kepala Angga untuk menepis pemikiran itu, ditolehkannya pandangan Angga kepada jam tangan yang ia gunakan, namun Angga merasa ada hal yang aneh ketika ia melihat bahwa jam tangan yang dikenakan olehnya berhenti bergerak.

Tentu saja hal itu membuat Angga merasa aneh, karena jam tangan yang ia kenakan merupakan jam tangan automatic(jam tangan tanpa baterai, dan hanya bergantung pada rotor sebagai penggeraknya). Angga pun meyakini bahwa dirinya sudah menggerakan kembali rotor (sebuah alat mekanik yang berputar) pada jam tangan otomatis miliknya, dan pada akhirnya kejadian itulah yang membuat Angga kembali bertanya-tanya kepada dirinya sendiri perihal tempat yang ia pijaki saat ini.

"Tempat apa ini?? kenapa jam tanganku seketika tidak dapat di gunakan?" ucap Angga bertanya-tanya kepada dirinya sendiri, ia tahu bahwa ia tidak bisa menjawab hal tersebut, hal itulah yang membuatnya memutuskan untuk kembali berjalan setelah sebelumnya ia mengedikkan kepalanya ke kiri untuk menepis semua pertanyaan yang membingungkan dari dirinya sendiri.

Langkah demi langkah Angga kembali menelusuri labirin tersebut, dan setelah sekian lamanya ia berjalan, ia pun baru menyadari sesuatu yang membuatnya cukup terkejut karena hal itu. Di kala Angga menengadahkan kepalanya ke atas, ia mendapati bahwa langit tidaklah seperti langit yang biasanya ia lihat. Dengan seksama Angga menatap langit tersebut, dan bahkan dirinya menyipitkan pandangannya untuk akhirnya menyadari bahwa langit yang berada di atasnya jelas berbeda dengan langit yang ada di dunia.

Tak ada satu pun awan yang hadir menghiasi langit yang berada di atas kepala Angga saat ini, tidak ada sedikitpun. Bahkan Angga pun menyadari bahwa ia tidak menemukan mentari yang biasanya menjulang tinggi di atas langit itu, meski suasana terang, namun ia tidak mendapati apapun di atas langit itu. Rasa bingung pun muncul, yang pada akhirnya beribu pertanyaan pun datang di belakangnya, mengenai tempat yang ia pijaki saat ini.

"sebenarnya, di mana aku ini??" gumam Angga kepada dirinya lagi.

Tak ada jalan keluar, tidak ada awan dan juga mentari. Angga meyakini bahwa dia tidak berada di dunia, namun ia juga menjadi penasaran karenanya. 'jika benar aku tidak berada di bumi, lalu tempat apa ini? Kenapa aku bisa berada di tempat seperti ini?' itulah pertanyaan yang hinggap di dalam benak Angga.

Tidak mendapat jawaban dan dirinya sudah terlalu lelah, Angga pun memutuskan untuk berhenti melangkah dan terduduk bersandar di dinding labirin itu. Rasa haus menjalar ke seluruh tubuhnya, namun ia tidak menemukan air sedikitpun hingga ia merasa bahwa ia akan mati dengan dua jalan, mati di tangan si lelaki psikopat atau mati secara perlahan karena dehidrasi.

Ya, hanya dua itulah jalan kematian yang akan di hadapi oleh Angga saat ini. Memikirkan hal itu, membuat Angga pun terkekeh karena kesal, ia tidak ingin mati dengan cara seperti itu, baik di bunuh … atau dehidrasi. Ia tidak menginginkan kematian yang seperti itu.

"Tidak … aku tidak ingin mati seperti itu" gumam Angga kepada dirinya sendiri, ia menggelengkan kepalanya dan menoleh ke arah kanan, lalu kemudian ke arah kiri.

Ia berupaya untuk mencari jalan keluar, meski ia tidak menemukannya, namun Angga tidak menyerah dan menganggap bahwa jalan keluar pastilah ada, hanya saja Angga belum menemukannya.

Tak ada ruangan yang tidak memiliki pintu keluar, dan tak ada permasalahan yang tidak memiliki jalan keluar. Oleh sebab itulah Angga yakin jika ia akan menemukan jalan keluar dari tempat ini cepat atau lambat.

"Okay … kamu gak boleh putus asa Ga … kamu bisa, yakin … pasti ada jalan keluarnya!" gumam Angga menyemangati dirinya sendiri, dan karenanya ia pun mengangguk untuk menanggapinya.

BLAMM!!

Angga terkejut bukan main, setelah langit yang cerah di atas sana seketika berubah menjadi gelap gulita. Angga tidak dapat melihat dengan jelas, kejadian itu pun kembali membuatnya kembali menjadi panik. Ia merasa bahwa pengalaman yang sudah dilalui olehnya saat ini bisa saja menjadi sebuah trauma di masa depannya, dan hal itu sangat buruk baginya.