"Sini duduk di sampingku, Sayang!" panggil Hilman. Melihat Eva yang hanya berdiri saja, Hilman menarik tangannya. Lalu Hilman membawanya untuk duduk di sampingnya.
Eva menerima uluran tangan Hilman dan mengikuti apa yang diperintahkan suaminya itu. Dengan senang hati, ia duduk di samping suami yang ia cintai. Duduk dan dan menempelkan kepalanya ke pundak Hilman, membuat Eva nyaman dan merasa aman.
"Maaf atas pernikahan ini, Eva. Tetapi aku akan tetap mencintaimu. Tidak ada wanita lain, selain dirimu." Hilman menggenggam tangan Eva erat, tidak ingin melepas istrinya.
"Aku tidak apa, Mas. Setidaknya aku tidak diceraikan olehmu. Itu lebih baik daripada hidupku luntang-lantung tidak jelas," sahut Eva. Ia tersenyum lebar dan memegang rambut Hilman. Menyentuh wajah suaminya dengan lembut. Terlihat rambut halus di sekitar pelipis suaminya.
"Apa yang kamu katakan, Sayang? Aku mana mungkin melakukan itu! Kamu berpikir terlalu banyak!" sergah Hilman.
Hilman kecewa, mengapa Eva sampai mengatakan hal itu. Bukan itu yang diinginkannya. Ia hanya ingin mereka hidup bahagia walau halang rintangan menguji cinta mereka berdua. Hilman ingin Eva tegar menghadapi semua bersamanya.
"Maaf, Mas. Aku tidak akan mengungkit lagi," sesal Eva. Sementara ia melihat Hilman berbalik ke arah lain. "Maafkan aku, Mas. Aku janji nggak akan mengungkit lagi. Liat aku, Mas. Aku ... aku tidak akan meninggalkankan kamu, apapun yang terjadi. Karena hanya kamu, lelaki yang aku cintai," rayu Eva. Eva mengusap dada Hilman. Mencoba merayu suami yang sedang ngambek padanya.
"Sudahlah, Eva. Aku tahu itu. Aku juga mencintaimu. Di hatiku hanya ada kamu seorang."
"Iya, Mas. Aku sangat mencintaimu. Tidak peduli apapun yang terjadi, aku akan selalu di sampingmu. Menggenggam erat tanganmu. Tak akan aku lepas sampai akhir hidupku."
"Eva," lirih Hilman. "Apa kamu tahu?"
"Apa, Mas Hilman?" tanya Eva. Ia memandang wajah suaminya dengan intens.
Terlihat Hilman yang berwajah tampan itu. Wajah yang selalu Eva puja-puja. Saat ini Eva sedang bersandar pada Hilman. Ia sentuh wajah suaminya dengan lembut. Ia sentuh alis pria itu, turun ke hidungnya yang terlihat kokoh. Ia sentuh bibir itu. Bibir yang membuatnya merasakan apa itu cinta.
Perlahan Eva mendekatkan wajahnya pada Hilman. Di luar tidak banyak orang berkunjung namun beberapa orang melihat kemesraan mereka. Eva dan Hilman tidak memperdulikannya. Bagi keduanya, dunia ini milik mereka.
"Sayang, apa yang kamu lakuin?" Hilman merasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirnya. Saat kedua bibir saling menyatu, merasakan setiap hembusan nafas yang saling berhembus.
Keduanya larut dalam buaian cinta yang dalam. Tak ada rasa gundah, tak ada rasa sedih dan pilu. Yang mereka rasa adalah perasaan cinta yang menggebu. Saat sentuhan-sentuhan bibir Hilman turun ke bawah. Mendarat di leher Eva. Membuat perasaan geli-geli nikmat yang dirasakan Eva.
"Oh, Mas ... sshhh!" desis Eva merasakan setiap hisapan yang dilakukan Hilman pada lehernya.
Tercetak tanda merah di leher Eva. Hilman meraih pakaian Eva dan ingin menyingkapnya.
"Tunggu, Mas. Kita tidak boleh teruskan!" tolak Eva. Ia mendorong Hilman hingga terlepas.
"Kenapa, Eva? Kita kan suami-istri. Jadi tidak masalah kalau kita–"
"Cukup, Mas. Kita ada di mana? Kamu harus ingat, ini bukan tepat yang tepat. Aku tau kamu ingin, tapi lihat situasinya, Mas."
"Maaf, Eva. Melihat kamu, aku menjadi seperti ini. Aku tidak bisa mengontrolnya." Hilman merapikan pakaiannya. Berdiri dan dari tempatnya. Kemudian melihat sekeliling.
"Sudahlah, Mas. Setidaknya kamu harus menahannya. Nanti malam, adalah malam pernikahan kamu dan Laila. Kamu akan mendapatkannya dari gadis itu." Setelah mengatakan itu, ia menjadi murung. Ia harus merelakan suami menyentuh perempuan lain. Walau tidak rela tapi sudah ketentuannya.
"Sudah aku bilang, aku tidak mau menyentuhnya. Aku tidak mau dengannya. Aku hanya mau melajukannya dengan kamu, Sayang." Niat Hilman sudah bulat akan meninggalkan Laila saat malam pertama mereka.
"Tapi, Mas!" Ada perasaan bahagia saat Hilman kembali meyakinkan Eva. Eva tahu kesetiaan Hilman padanya. Wanita manapun tidak akan merasakan apa yang dirasakan Eva. Eva sangat beruntung memiliki suami yang sangat setia seperti Hilman.
Cinta Hilman tidak terbagi walau memiliki lebih dari dua istri.
"Oh, aku mendengar suara musik, Mas. Itu dari dalam," ungkap Eva. Ia memang mendengar suara musik yang berasal dari dalam vila.
"Oh, itu, Sayang. Ternyata mereka sudah sampai." Hilman merasa senang karena keinginannya sudah terwujud. Ia telah menyiapkan acara pernikahan dengan menghadirkan musik sebagai penghias acara.
"Apa maksud kamu, Mas?" tanya Eva bingung. Tapi ia tidak perduli apa. Yang penting ia bisa menikmati alunan musik yang begitu lembut. Membuat telinga Eva terasa rileks dan nyaman.
"Sudahlah, Sayang. Ayo kita ke dalam!" ajak Hilman.
Keduanya bangkit dari bangku. Berjalan bergandengan masuk ke dalam vila. Di dalam masih banyak tamu yang menunggu. Suara musik santai terdengar mengiringi langkah mereka. Hilman memang telah memesan beberapa orang yang ahli memainkan musik dan bernyanyi. Mereka bukan sebuah band ataupun sebuah kelompok. Hanya karena mereka beberapa orang yang hobi bernyanyi atau memainkan musik.
Para pemain musik itu juga merupakan pemuda desa yang bisa memainkan alat musik. Selain para pemain musik dari desa, Hilman juga mengundang grup musik gambus dari sebuah pondok pesantren yang tidak jauh.
Rencananya mereka akan menghibur para tamu yang datang. Mereka akan bergantian hingga malam hari. Sebagai acara puncaknya, Hilman telah mempersiapkan kembang api yang akan dinyalakan nanti malam.
"Suara musik ini begitu lembut," puji Eva. Ia sudah lama tidak mendengar musik semenjak meninggalkan kota bersama Hilman. Eva menikmati alunan musik santai yang disajikan oleh para musisi desa itu. "Apakah kita bisa merequest lagu?" tanya Eva. Ia pandangi wajah suaminya yang selalu membuat hatinya tenang.
"Iya, Sayang. Ayo kita request lagu," ajak Hilman. Ditariknya tangan Eva untuk naik ke panggung.
"Tidak, Mas," tolak Eva. Ia tidak ingin menjadi pusat perhatian. Apalagi kejadian yang sama terulang lagi. "Kamu saja, Mas. Aku menunggu di sini," lanjutnya.
"Baiklah, Kalau begitu, aku ke panggung dulu, yah! Kamu tunggu di sini!" perintah Hilman. Sebelum naik ke panggung, ia mengusap tangan Eva. Lalu melepaskannya.
"Iya, Mas," jawab Eva. Ia tersenyum bahagia melihat dan merasakan keromantisan yang ditunjukkan Hilman padanya.
Dalam alunan musik santai nan merdu, menjadikan suasana damai. Para tamu undangan menikmati sajian musik itu dengan seksama. Ada pula yang terbawa suasana hingga ikut bernyanyi.
Sementara pandangan tidak suka ditunjukkan oleh Redho. Ia menyaksikan Hilman yang baru saja menikah dengan Laila, kini menggandeng wanita lain walaupun itu istri Hilman sendiri.
"Dasar anak itu!" geram Redho. Emosinya sudah sampai di ubun-ubun melihat kemesraan antara Eva dan Hilman. Ia tidak terima kalau mereka memamerkan kemesraan di depan umum.
Sebagai orang tua dari Hilman, ia tidak suka anaknya mesra dengan wanita selain Laila. Karena menantunya hanyalah Laila seorang.
"Kamu sendiri yang memintanya, Hilman. Papa tidak akan tinggal diam!" Redho menggenggam gelas di tangannya dengan kesal.
***