Chereads / Pernikahan Paksa Gadis Desa / Chapter 47 - Keadaan Membuat Berubah

Chapter 47 - Keadaan Membuat Berubah

Hilman baru selesai mandi dan mengganti pakaiannya ketika ia mendengar suara ribut Seruni yang memarahi Eva. Ia mempercepat langkahnya untuk menemui Eva secepatnya.

"Apa yang terjadi dengan mereka? Kenapa mama selalu begitu sama Eva?" geram Hilman. Ia tidak bisa membiarkan Seruni berbuat tidak baik pada Eva.

Saat sampai di depan kamar Eva, terlihat Seruni yang sedang memeluk Laila. Ia juga terlihat murka kepada Eva. Hilman tidak tahu apa yang membuat mereka seperti itu. Satu-satunya kecurigaan, ia arahkan pada Laila. Karena Hilman pikir, hanya Laila lah yang membuat kekacauan itu terjadi.

"Apa yang kamu lakukan pada menantuku, hah?" Terlihat Seruni yang membentak Eva dan memeluk Laila.

"Tidak, Ma. Aku ..." ucap Eva yang gelagapan. Sementara ia melihat Hilman sudah berdiri di belakang Seruni. 'Mas Hilman?' pikirnya.

Hilman tidak ingin Seruni menyalahkan Eva. Sementara Laila hanya diam saja melihat Seruni yang memarahi Eva.

"Kalau kamu nggak suka dimadu, lebih baik kamu tinggalkan anak saya!" maki Seruni yang semakin naik pitam.

"Mah!" sergah Hilman. Ia kemudian maju dan memposisikan dirinya berada di tengah-tengah. Untuk mencegah Seruni berbuat buruk pada Eva.

"Kamu, Hilman! Bilangin ke istri tua kamu, jangan suka main tangan, yah!" gertak Seruni. Ia terlihat emosi yang ditunjukkan pada Eva.

"Mah ... kenapa Mama nggak pernah ngakuin Eva sebagai menantumu? Apakah Mama masih tidak terima dengan masa lalu Eva? Ingat, Mah. Eva itu menantu mama."

"Dia menantu mama? Tapi mama tidak suka dia, Hilman!" ujar Seruni. "Mama nggak suka perempuan yang kasar pada orang lain," imbuhnya.

"Sudah, Ma ..." lirih Laila. Tidak ingin hanya karena Eva yang mendorongnya menjadi masalah yang berkelanjutan. Apalagi sampai hubungan antara menantu dan mertua semakin runyam. Ditambah lagi hubungan ibu dan anak, menjadi imbasnya.

"Pasti gara-gara perempuan ini, Mah!" tunjuk Hilman pada Laila. Ia yakin Laila yang menjadi penyebab Seruni marah-marah pada Eva.

"Tidak, Hilman! Dia yang main kasar pada Laila! Apa kamu tidak tahu, sifat dia tidaklah baik!" ujar Seruni.

Seruni tidak mengerti apa yang ada di pikiran Hilman. Sampai-sampai lelaki itu melawan orang tuanya sendiri. Bahkan Seruni merasa Hilman lebih mencintai Eva dan dibutakan olehnya.

Sementara Hilman sendiri tidak habis pikir dengan Seruni yang sampai saat ini belum menerima Eva sebagai menantunya. Padahal eva adalah seorang wanita baik-baik. Masa lalu Eva memang dipenuhi dengan dunia gelap dan kotor. Namun itu tidak perlu dijadikan alasan seseorang untuk menghakimi orang lain.

"Ma, sudah. Nyebut, Mah. Astaghfirullahhal'adzim ...." Laila mencoba menenangkan Seruni yang masih dilanda emosi.

"Apa kamu masih membela dia, Hilman? Dia barusan mendorong Laila sampai hampir jatuh ... dan kamu malah membelanya?"

"Tidak, Mah. Eva wanita baik-baik. Tidak mungkin dia bisa mendorong Laila!" tolak Hilman. Ia masih tidak percaya ucapan Seruni sebelum Eva mengatakan sendiri.

"Kalau begitu, kamu tanya saja pada orangnya!" geram Seruni. "Ayo Laila, kita pergi saja!" ajak Seruni. Ia menggandeng tangan Laila dan membawa pergi dari hadapan Hilman dan Eva.

Hilman memandang Eva. Ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan mamanya padanya. Eva tidak pernah berbohong padanya. Maka ia harus bertanya untuk memastikan kebenarannya. Jika ia mengatakan iya, Hilman akan percaya. Jika Eva mengatakan tidak, Hilman juga tetap percaya.

"Katakan padaku, ucapan mama itu bohong, kan?" selidik Hilman. Ia sangat percaya kalau itu hanya ucapan Seruni yang ingin membela Laila.

"Mamamu memang tidak menyukaiku, Mas. Dia mungkin sengaja mengadu kita berdua. Apa kamu percaya ucapannya? Aku tidak mendorong Laila," bohong Eva. Kalau tidak bisa menjadi menantu yang baik, ia akan melakukan apa yang diucapkan Seruni.

Eva tersenyum pada Hilman dan menyembunyikan kebenaran darinya. Untuk bisa bertahan, ia harus bisa meyakinkan Hilman untuk mepercayainya. Kalau Seruni sudah terlanjur membenci, mengapa ia tidak meneruskannya? Lagipula namanya sudah terlanjur kotor di mata kedua mertuanya.

"Aku percaya padamu, Eva. Apapun yamg dikatakan buruk tentangmu, aku akan tetap percaya padamu. Aku akan selalu percaya apa katamu. Dan–"

Sebelum Hilman meneruskan perkataannya, Eva meluknya dengan erat. Eva memeluk suaminya sambil terisak dan menangis di pelukan suaminya itu.

"Hei ... kenapa menangis? Tenang saja, Sayang. Ada aku di sini. Selama ada aku, tidak akan ada yang menyakitimu, Sayang." Hilman merasakan Eva yang mulai meneteskan air matanya di pakaiannya.

Eva semakin memeluk Hilman dan menunjukkan sisi kelemahan seorang wanita menjadi senjata. Wanita itu harus bisa membuat prianya tunduk dan percaya semua ucapannya. Ia sudah mengalami keras dan kejamnya hidup. Tidak ada lagi rasa sakit yang terasa berat.

Sakit hati karena tidak dihargai, itu sudah biasa. Selama belasan tahun hidup menderita di jalanan, membuat Eva tegar. Dulu ia tegar karena ada sosok ibu yang harus ia urus. Ia harus mengurus ibunya yang sakit-sakitan. Ia harus berjuang keras untuk mengobati orang tuanya. Sekarang dia harus berjuang untuk dirinya sendiri. Menjemput kebahagiaannya sendiri.

"Apakah kamu bisa berjanji, kamu nggak akan meninggalkanku walau apapun yang terjadi?" tanya Eva pada Hilman. Ini sebenarnya sudah sering Eva ucapan pada Hilman.

"Apa kamu masih meragukan aku? Aku akan selalu berada di sisimu apapun yang terjadi. Bukannya aku sudah berkali-kali ucapkan, aku tidak akan meninggalkanmu. Aku akan tetap ada untukmu, Eva." Hilman sangat yakin akan ucapannya.

Ucapan dari Hilman membuat hati Eva tenang. Ia sudah memutuskan untuk menjadi seorang yang berbeda. Karena hidupnya kejam, jangan salahkan dirinya yang berubah menjadi kejam nantinya.

"Sekarang kamu mau ke mana? Mau jalan-jalan?" tanya Hilman. Ia hari ini sedang dalam kondisi kurang baik. Alangkah baiknya jika mengajak Eva seorang untuk menikmati pemandangan di perbukitan.

"Aku mau di bawa ke manapun, aku menurut saja," ujar Eva. Ia menghapus air matanya. Masih dengan perasaan yang sama hanya tidak sebesar tadi. Untungnya ada Hilman yang masih peduli padanya. Sehingga masalahnya dengan Laila dan Seruni segera terselesaikan. Walau belum sepenuhnya masalah itu selesai.

"Lebih baik, aku bawa kamu jalan-jalan ke sekitar sini. Bagaimana menurutmu?" tawar Hilman pada Eva.

"Baiklah, Mas. Aku mau dibawa ke mana saja. Asalkan bersamamu, aku akan berdiri tepat di belakangmu."

"Bukan di belakang, Sayang. Tapi kamu akan berdiri di sampingku. Menjadi bagian dari hidupku yang berarti. Kamu adalah hidupku yang sangat berharga. Oh, bagaimana kalau kita berangkat sekarang?" usul Hilman.

Hari masih pagi. Matahari pun masih malu-malu untuk menunjukkan sinarnya namun Hilman sudah jelas ingin mengajak Eva untuk pergi dari vila. Menikmati kemesraan mereka yang fana di dunia ini.

"Ayo, Mas. Aku mau pergi denganmu. Asal ada kamu, ke manapun aku akan selalu ada untukmu, menemani setiap sisi jalan yang kamu tapaki," kata Eva dengan senyuman terhias di bibirnya.

"Baiklah ... ayo!" ajak Hilman. Ia menggandeng tangan Eva untuk pergi meninggalkan vila besar itu.

Mereka berjalan berdua, Eva mengapit tangan Hilman dan terlihat keduanya sangat menikmati jalan berdua. Saat melewati ruang depan, mereka hanya bisa melewati Redho yang tengah duduk menyeruput kopi hitamnya.

***