Goro Tsukishima dan Sakurachi terus menengok jam tangan mereka. Menunjukkan pukul dua pagi. Kopi yang mereka pesan dari pedagang kaki lima, diseruput sambil melihat sepinya taman kota.
Penjual pedagang kaki lima bersyukur karena dagagannya laris. Terlebih Goro memberikan dua juta padanya. Nasi terus diaduk-aduk hingga bahan-bahan seperti sayuran, kecap, tomat, bumbu hingga garam dapur. Goro melihat dua laki-laki berjalan pelan. Wajah Sakurachi menempel di gerobak. Mengelus-ngelus pipinya dengan kayu.
"Apa yang kau lakukan?" Goro mengernyitkan dahi.
Namun pertanyaan barusan diabaikan oleh Sakurachi. Gadis berambut pink memejamkan mata.
"Assalamualaikum, Goro! Sakurachi!"
"Waalaikumussalam. Kenapa lama sekali, Jimmy?"
"Maaf. Aku sudah selesai mengurus surat pengunduran diri sebagai tentara."
"Beneran?" tanya Goro pada Jimmy mengerutkan kening.
Laki-laki bernama Jimmy menganggukkan kepala. Menurut berita yang beredar, Jimmy mengundurkan diri lantaran dia tidak ingin melibatkan TNI dalam memberantas organisasi Shadows. Dia trauma pasca kehilangan kekasihnya dalam baku tembak. Tentu saja keputusan untuk meninggalkan dunia kemiliteran cukup berat. Namun keputusannya sudah final. Sebagai gantinya, dia mendapatkan dana besar dari Goro dan Sakurachi untuk biaya hidup.
"Pak Wan, saya pesan nasi goreng. Yang bayar Goro!" teriak pria bernaama Suryadi terkekeh.
"Oi! Kalau mau pesan, lebih baik langsung ngomong padaku. Jangan kepadanya!" gerutu Goro pada Suryadi.
Hidangan telah disiapkan. Empat piring untuk Goro, Sakurachi, Suryadi dan Jimmy. Kemudian, mereka menyantapnya. Jimmy dan Suryadi berdoa membaca basmallah. Sedangkan keduanya menggunakan sumpit. Mengucapkan itadakimasu secara bersamaan.
"Oh ya, kalian mengajak kami ke sini ada perlu apa?" tanya Jimmy.
"Aku ingin kau membentuk tim yang beranggotakan remaja."
Seketika, nasinya terjatuh ke piring. Jimmy mengerutkan kening sekaligus mengorek telinga.
"Kau tadi bilang apa? Aku tidak salah dengar, 'kan?" ujar Jimmy.
"Tidak. Kau tidak salah dengar," kata Goro melotot tajam padanya.
Kedua tangan Jimmy dilipat erat. Memejamkan matanya sembari kebingungan. Jimmy menatap tajam pada orang yang memberikan sokongan dana padanya.
"Alasannya?"
"Mereka melebihi potensi seorang manusia umumnya. Dengan kata lain, keduanya mengendalikan sihir."
"Sihir? Bukankah di dunia yang kita tinggali itu tidak ada yang namanya sihir?"
"Aku pikirnya seperti itu. Sampai kemudian, menemukan ada sesuatu yang tidak biasa. terutama Florensia Sihombing dan Aisyah Marwadhani."
"Tunggu! Kau bilang Florensia Sihombing?"
Goro menganggukkan kepala. Nama Florensia terdengar tidak asing di telinga Jimmy. Selama ini, dia menganggap orang itu hanyalah bocah ingusan. Namun siapa sangka bahwa Florensia Sihombing memiliki peran besar. Terlebih, dia menunjukkan bukti rekaman saat dia bersama Aisyah melawan seorang laki-laki pembawa Great Sword.
"Bagaimana? Apa kau tertarik membawa mereka ke dalam tim?"
"Kalau orang waras, sudah pasti menolak. Tapi … aku membutuhkan mereka untuk memberantas Shadows."
Dokumen yang sempat dibaca, dimasukkan ke dalam tas Suryadi. Lalu menghabiskan makanan yang tersisa. Sebuah ringtone berbunyi. Dia mengecek panggilan, rupanya Miranti. Jimmy mengangkat telponnya.
"Halo?"
"Pak Jimmy, apa ada misi selanjutnya yang harus kuberantas?"
Dahinya mengerut. Tidak menyangka gadis bernama Miranti telah menyelesaikan suatu misi. Kemudian, telpon Whatsapp diputar dalam video call. Terlihat banyak orang mengerang kesakitan. Miranti yang mengenakan baju zirah ala Knights Templar, santai meminum air putih sampai tidak tersisa.
"Kembali ke markas. Kita akan mengadakan rapat untuk membuat sebuah tim."
"Tim? Ogah ah."
"Harus. Kalau tidak—"
"Baik, baik! Dasar menyebalkan!" katanya menutup telpon.
Jimmy menghela napas sekaligus tertawa kecil melihat sikap Miranti. Dia menatap Goro dan Sakurachi dengan bibir tersenyum.
"Aku harus pergi."
"Cepat sekali!"
"Kau lupa kalau aku yang membuat tim ini? Soalnya … aku berkeinginan merekrut anggota di sekolah yang sama."
"Sekolah yang sama? Jangan bilang kalau kau ingin merekrut Rachel, Fanesya dan Ivan?" sembur Suryadi memastikan.
Laki-laki itu mengangguk pelan. Kemudian pergi meninggalkan mereka bertiga. Setelah Jimmy pergi, Sakurachi bertanya pada Suryadi.
"Kau tahu tiga orang itu?"
"Ya! Fanesya itu memiliki kemampuan [Eagle Vision] dan pernah diujicoba saat kompetisi lomba menembak tiap tahun. Hanya saja, dia memilih low profile karena insiden tidak mengenakkan saat SMP. Kemudian, ada Ivan dan Rachel. Keduanya memang tidaklah istimewa. Namun jika kau bertemu dengan Ivan, sebaiknya jangan membuat dia kesal. Orang itu, memberikan kesialan bagi orang lain."
"Kalau Rachel?" tanya Goro.
Suryadi melirik sekitarnya. Dia berbisik ke Sakurachi dan Goro. Mereka berdua terperanjat kaget.
"Beneran?"
"Ya. Aku sendiri tidak percaya! Namun Jimmy melihat dengan mata kepala sendiri. Orang itu … lebih berbahaya daripada anggota lainnya," bisik Suryadi dengan tubuh menggigil.
Jika yang disampaikan ada benarnya, maka Goro dan Sakurachi harus melaporkan kejadian ini pada anggota kru kapal lainnya. Termasuk Gufron yang masih terkurung.