Di sebuah gubuk kosong, terlihat jeritan dan tangisan seorang perempuan sedang ketakutan. Sebilah pisau yang digenggam oleh seseorang yang terkena pantulan sinar. Sehingga dia tidak bisa melihat wajahnya.
"Lepaskan aku! Akan kulakukan apapun! Akan kulakukan apapun! Aku tidak ingin mati!" jerit perempuan yang malang.
Namun sayangnya, dia tidak menampakkan emosi atau suara apapun kecuali anggota badannya. Pisau yang menyerupai gergaji kayu, bersiap untuk melakukan eksperimen.
Tiba-tiba suara pintu bel berbunyi. Helaan napas keluar dari mulutnya. Dia menekan tombol warna biru, menyamarkan pita suara.
"Masuk."
Muncullah dua orang laki-laki membuka pintu. Yang pertama laki-laki mengenakan seragam putih. Dia berlutut di depannya. Diikuti Vega juga melakukan hal serupa. Pedang Great Sword ditaruh dekat pintu.
"Maafkan kami atas sikap kami yang melewati batas."
"Lalu?"
"Lalu kami menemukan sesuatu yang menarik," katanya bernada pelan.
Dia mengamati laki-laki berseragam putih, mengelus kedua pipinya yang begitu indah dan tidak disentuh oleh perempuan manapun. Kemudian, berjalan menuju jendela dengan kedua telapak tangan di belakang pinggang.
"Apa anda mengenal Grand Master dari Indonesia? Florensia Sihombing telah selesai masa pelatihannya di Vatikan."
"Begitu ya," katanya mengamati pemandangan gedung pencakar langit.
"Selain itu, wanita berhijab itu—"
"Mengganggu pertarunganku dengan gadis Grand Master itu! Seandainya saja aku mengerahkan kemampuanku pada waktu itu, kuhabisi mereka berdua sekaligus!"
Laki-laki berbaju seragama putih memukul pundak kanan, menyuruhnya untuk diam.
"Maafkan atas kelancangan Vega, bos. Saya akan—"
"Tidak perlu minta maaf. Lakukan tugasmu seperti biasa."
Mereka berdua pamit pergi meninggalkan gubuk kosong. Setelah keduanya pergi, sosok itu terlihat antusias dengan laporan Vega. Dia berjalan mendekati perempuan malang. Mulutnya dibekap dengan kain kotor. Tangan kanan memegang pisau gergaji, melanjutkan eksperimen bedah tubuhnya.
Di ruang latihan tempat kepolisian berada, Aisyah dan Florensia saling berhadapan. Hugo meminta izin pada atasan untuk membiarkan keduanya saling berlatih. Semula izin tidak diberikan begitu saja. Namun karena Florensia yang berteriak menantang Aisyah di depan para polisi, mau tidak mau menggelar pertandingan secara resmi. Tentu saja, atasan Hugo bertanggung jawab penuh.
"Kenapa jadi seperti ini?" ucap Fanesya.
Pakaian yang mereka kenakan berwarna putih dengan mengenakan sabuk serupa. Aisyah dan Florensia berposisi mengepalkan kedua telapak tangan. Hugo salah satu perwakilan polisi sebagai wasit. Kemudian, dia berbisik ke telinga Florensia.
"Sebaiknya kau jangan gunakan sihir apimu."
"Aku setuju. Banyak orang yang mengamati kita," balas Florensia.
Aisyah meregangkan kedua pergelangan tangan. Menatap tajam pada gadis berbando merah polkadot.
"Kedua pihak telah siap. Pertarungan dimulai!" kata Hugo memberikan aba-aba.
Seketika, Aisyah maupun Florensia berlari duluan. Aisyah melakukan pukulan uppercut ke dagu Florensia. Namun gadis berbando merah polkadot berhasil menghindari serangan kejutan. Kaki kanan Florensia menendang ke samping kiri. Aisyah menepisnya, membalasnya dengan memutar tubuhnya ke arah serupa. Kaki dia berusaha melepaskan diri dari genggaman Aisyah. Sedangkan gadis berhijab terus menekan serangan melalui pukulan dari tangan kiri. Berusaha menjegal kaki Florensia satunya.
"Tch!" katanya berdecih.
Kaki Florensia berputar ke belakang hingga nyaris mengenai Aisyah. Beberapa detik dia hand stand hingga melompat salto ke belakang. Semua orang menarik napas panjang. Florensia memasang kuda-kuda, berlari ke arah Aisyah. Dia berkali-kali meninju dan menendang sampai Aisyah terdesak. Sayangnya, pergerakan barusan dipatahkan olehnya. Berkali-kali pula Aisyah menghindarinya. Namun, Florensia merunduk dengan kaki kiri menjegal kaki Aisyah. Sehingga gadis berhijab kehilangan keseimbangan. Nampak Aisyah terperanjat kaget. Kemudian, Florensia melancarkan pukulan ke dada. Tetapi, Aisyah tidak mau kalah. Dia mencengkram baju Florensia ke belakangnya.
Semua orang bergemuruh pertandingan berlangsung. Orang tua Aisyah terperangah tidak percaya akan kemampuan putri angkatnya. Bapaknya, Hartoyo menoleh ke Fanesya yang nampaknya antusias. Dia meneriakkan nama Aisyah tanpa memedulikan orang-orang sekitarnya. Teriakan terus berulang-ulang hingga para polisi menyerukan nama mereka.
"Ayo Florensia!"
"Jangan mau kalah sama gadis jilbab, Florensia!"
"Aku mendukungmu, Aisyah!"
"Kalahkan Florensia!"
Suara teriakan silih berganti membuat atasan melihatnya senyum-senyum sendiri.
"Tidak kusangka, kita memiliki petarung yang hebat di masa depan!"
"Ditambah kemampuannya tidak kalah dengan orang dewasa umumnya. Aku bertanya-tanya masa depan apa yang menantinya?" ujar salah satu atasan.
Pukulan dan tendangan terus dilancarkan oleh kedua pihak. Sampai detik ini, pertarungan masih seimbang alias tidak menghasilkan skor.
Florensia menghirup napas panjang. Lalu mengeluarkan melalui diafragma. Kedua matanya terpancar tatapan tajam pada Aisyah. Gadis berhijab merasakan tekanan intimidasi cukup kuat. Aisyah bersiap untuk melakukan posisi kuda-kuda. Disaat dirinya bersiap, Florensia menyerang terlebih dahulu. Kali ini, hentakan kakinya cukup kuat. Aisyah menendang ke samping kanan. Tetapi, Florensia menangkis serangannya. Lalu memusatkan tenaga dalam pada lima jari kanan Florensia. Aisyah memegang lengan kanannya hingga membantingnya.
Namun kedua kakinya menahannya, lalu menyalto ke kening Aisyah. Dia melepaskan tangannya secara refleks. Kaki Florensia mendarat dengan pose salto. Nampak punggungnya dipenuhi banyak celah. Aisyah berniat membalas serangan barusan. Florensia memutar badannya ke samping kanan. Aisyah mundur satu langkah.
"Kau kuat juga, Florensia."
"Kau juga! Tidak kusangka aku bertemu dengan orang yang memiliki kekuatan setara."
Mereka berlari kencang. Lagi-lagi melancarkan aksi serupa. Kali ini tempo seranganya dinaikkan. Kedua tangan terus ditepis oleh Florensia. Tendangan terus dilancarkan oleh Aisyah. Sampai-sampai kedua pihak mengalami lebam di sekujur tubuh. Termasuk kedua tangannya.
Jantung berdegup kencang saat melihat pertarungan. Namun tidak ada tanda-tanda Hugo untuk menghentikan pertarungan. Umumnya, salah satu dari mereka akan terkena serangan. Sayangnya, tepisan tangan dapat dilakukan sempurna. Sehingga tidak masuk hitungan skor. Keringat bercucuran dingin pada wajah Hugo. Dia menelan ludah, tekanan pertarungan kedua pihak begitu terasa. Termasuk para polisi bersikap tegang.
Jam sudah menunjukan pukul dua belas siang. Bersiap untuk istirahat. Ketika para polwan berniat untuk makan siang, terlihat para pria sedang terhenyak dengan situasi di sana. Salah satu polwan mendekati rekannya.
"Ada apa? Kenapa jadi tegang?"
"Dua orang sedang melakukan pertandingan resmi. Dan Hugo menjadi wasit. Yang jadi masalahnya—"
"Kedua pihak benar-benar ahli dalam bela diri. Bahkan melebihi orang dewasa umumnya."
"Tidak mungkin! Bapak mengada-ngada aja!"
Tiba-tiba, salah satu polisi berkumis tebal mencengkram bahu polwan dengan ekspresi tegang. Dia mencoba melepaskan diri. Namun tidak bisa.
"Kau tidak tahu, jika bergabung dengan kepolisian, mereka akan mendapatkan nilai bagus dalam seleksi nanti. Dan itu … akan menguntungkan kita!"
"Apa maksudmu?"
Belum selesai bicara, Aisyah dan Florensia melancarkan pukulan terakhir. Sayangnya, itu bukan pukulan terakhir yang mereka daratkan. Melainkan mencoba mengakhiri secepatnya. Tumit kaki Florensia berputar, mencoba mengenai punggung Aisyah. Tetapi lirikan tajam dari sorot matanya. Dia memilih menjegal dari arah belakang. Florensia menggertakkan rahang giginya. Dia menghindari serangan kejutan Aisyah. Tetapi itu hanyalah feint. Dia bangkit berdiri disertai berpose menyerang dengan punggung miliknya. Serangan tersebut terinspirasi dari Akira Yuki, salah satu karakter dari Virtua Fighter. Selain itu, teknik Bajiquan juga diterapkan dalam pertarungan menghadapi Florensia.
Florensia tidak mau kalah. Kaki kiri dihentakkan, lalu lengan kanan meninju ke arahnya. Mengenai Aisyah yang menyerang melalui punggung dan sikut.
Saat itulah, mereka terkena pukulan hingga terjatuh di arena. Semua orang menarik napas panjang. Pertarungan tersebut berakhir seimbang.
Fanesya, orang tua Aisyah dan semua orang takjub pertarungan mereka. Napas Florensia dan Aisyah tidak beraturan.
"Pertarungan berakhir! Pertarungan ini seri!"
Tepukan tangan riuh disertai siulan dari para polisi muda. Polwan juga menyaksikan pertarungan tersebut meski sebentar.
"Benar apa yang kau katakan."
"Ya. Pantas saja laki-laki pada kemari untuk menyaksikan pertarungan ini," ucap polwan berambut pendek lurus.
Sakurachi dan Goro senyum-senyum sendiri. Mereka berdua terkejut pertarungan tersebut sangat sengit hingga tidak berhenti mengedipkan mata.
"Gufron, kami telah membawa orang berbahaya ke bumi ini."